JAKARTA, DDTCNews – Dirjen Pajak Suryo Utomo resmi menerbitkan keputusan penghapusan sanksi administrasi pasca-implementasi Coretax DJP. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (28/2/2025).
Kebijakan tersebut diatur melalui Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-67/PJ/2025. Melalui keputusan tersebut, dirjen pajak menghapus sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran pajak serta keterlambatan penyampaian SPT.
"Untuk memberikan kepastian hukum dalam penghapusan sanksi administratif sehubungan dengan masa transisi implementasi Coretax DJP, perlu menetapkan keputusan dirjen pajak tentang kebijakan penghapusan sanksi Administratif,” bunyi bagian pertimbangan KEP-67/PJ/2025.
Kebijakan tersebut juga sebagai respons atas perubahan sistem administrasi yang menyebabkan keterlambatan pembayaran pajak dan pelaporan SPT. Dalam kondisi tersebut, keterlambatan bukan merupakan kesalahan wajib pajak.
Secara lebih terperinci, penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pembayaran dan/atau penyetoran pajak yang dimaksud meliputi sanksi yang dikenakan atas:
Sementara itu, penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pelaporan atau penyampaian SPT yang dimaksud meliputi:
Penghapusan sanksi tersebut dilakukan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan pajak (STP). Adapun atas keterlambatan yang sudah diterbitkan STP, kepala Kanwil DJP akan menghapus pengenaan sanksi tersebut secara jabatan. Keputusan ini berlaku sejak 27 Februari 2025.
Selain penghapusan sanksi, ada pula ulasan mengenai target rasio perpajakan dalam RPJMN 2025-2029. Kemudian, ada juga bahasan terkait dengan usulan perluasan insentif pajak bagi pegawai padat karya dan PMK baru tentang penyidikan tindak pidana pajak.
Dirjen Pajak Suryo Utomo sebelumnya sudah menegaskan bahwa tidak ada pengenaan sanksi yang dikenakan terhadap wajib pajak pada masa transisi dari DJP Online ke coretax system.
Suryo juga meminta masyarakat untuk terus menggunakan Coretax DJP dalam rangka familiarisasi dan membantu DJP dalam menemukan masalah pada coretax system.
"Terkait dengan implementasi coretax, makin sering kita gunakan, makin sering kita dapat informasi permasalahan, makin cepat kita bisa melakukan perbaikan," katanya. (DDTCNews)
Kementerian Ketenagakerjaan meminta sektor penerima insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) diperluas ke banyak sektor industri padat karya menyusul adanya masukan dari beberapa federasi pekerja.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri mengatakan insentif pajak yang diberikan saat ini hanya kepada pegawai industri padat karya di bidang usaha tertentu.
"Mereka bertanya kenapa mereka tidak dimasukkan dalam insentif PPh Pasal 21 DTP. Industri padat karya lain masuk, tetapi kalau rokok, tembakau, makanan, minuman kok enggak masuk?" katanya. (DDTCNews)
Pemerintah menargetkan rasio perpajakan pada 2029 mencapai 11,52% - 15% dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, lebih tinggi dari rasio perpajakan pada 2024 sebesar 10,07%.
Target rasio perpajakan tersebut tercantum dalam Perpres 12/2025 tentang RPJMN Tahun 2025-2029. Dalam mengejar target tersebut, terdapat beberapa fokus kebijakan di antaranya penerapan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan secara menyeluruh.
"Kemudian, reformasi pajak yang lebih progresif; penegakan hukum untuk peningkatan kepatuhan wajib pajak; dan simplifikasi proses bisnis dan pembenahan tata kelola kelembagaan," tulis pemerintah dalam RPJMN 2025-2029. (DDTCNews/Kontan)
Wajib pajak masih akan dihadapkan dengan peningkatan kompleksitas dan ketidakpastian sistem pajak pada tahun ini.
Director of DDTC Fiscal Research & Advisory Bawono Kristiaji mengatakan kompleksitas dan ketidakpastian pajak tersebut kian kentara di tengah tekanan fiskal yang sedang dihadapi oleh pemerintah.
"Jadi ketika tekanan fiskalnya meningkat, kompleksitasnya juga meningkat. Hal ini akan berdampak pada biaya kepatuhan dan sejauh mana compliance bisa dijamin. Ketika tekanan fiskal meningkat, yang kita butuhkan adalah sesuatu yang memudahkan kepatuhan," katanya. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan peraturan baru yang mengatur soal penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Peraturan yang dimaksud, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 17/2025.
PMK 17/2025 diterbitkan untuk mengatur pelaksanaan penyidikan tindak pidana perpajakan. Beleid ini juga mengatur ketentuan pelunasan atas perkara yang telah dilimpahkan ke pengadilan serta mengatur kembali ketentuan penghentian penyidikan tindak pidana perpajakan.
“Untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan penyidikan tindak pidana perpajakan, memberikan keadilan dan perlindungan HAM bagi wajib pajak, dan di sisi lain tetap memberikan perlindungan bagi negara dalam memperoleh hak atas pendapatan negara,” bunyi salah satu pertimbangan PMK 17/2025. (DDTCNews)
Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi sekaligus adik Presiden Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo mendorong penurunan tarif PPh badan dari saat ini 22% menjadi 18%.
Hashim mengatakan penurunan tarif PPh badan akan membuat iklim berusaha di Indonesia lebih menarik. Sebab, tarif PPh badan yang rendah bakal lebih menguntungkan bagi pengusaha.
"[Tarif pajak] perseroan 22%, mudah-mudahan Insyaallah kita bisa kurangi. Kalau bisa 22% jadi 20%, jadi 18%," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah tetap berencana untuk membentuk badan penerimaan negara (BPN) guna meningkatkan rasio pendapatan negara menjadi sebesar 23% dari PDB sesuai dengan janji Presiden Prabowo Subianto sepanjang kampanye Pilpres 2024.
Wacana tersebut termuat dalam RPJMN 2025-2029 dalam Perpres 12/2025. Pembentukan badan penerimaan negara dianggap perlu untuk meningkatkan penerimaan perpajakan serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
"Rendahnya pendapatan negara di Indonesia saat ini disebabkan masih terdapatnya kesenjangan mencakup aspek administrasi (administration gap) maupun kebijakan (policy gap) yang memerlukan transformasi tata kelola kelembagaan sebagai enabler untuk optimalisasi pendapatan negara," tulis pemerintah dalam RPJMN 2025-2029. (DDTCNews/Kompas)