Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan pada Januari 2025 mengalami surplus senilai US$3,45 miliar.
Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan surplus neraca perdagangan tersebut terjadi karena nilai ekspor mencapai US$21,54 miliar dan impor US$18,0 miliar. Kinerja neraca perdagangan ini melanjutkan tren surplus yang terjadi sejak Mei 2020 atau 57 bulan berturut-turut.
"Surplus pada Januari 2025 ini ditopang oleh surplus pada komoditas nonmigas, di mana komoditas penyumbang surplus utama adalah bahan bakar mineral, lalu lemak dan minyak hewan/nabati, serta besi dan baja," katanya, Senin (17/2/2025).
Amalia mengatakan surplus neraca perdagangan pada Januari 2025 ini terutama berasal dari sektor nonmigas yang senilai US$4,88 miliar, tetapi tereduksi oleh defisit pada sektor migas senilai US$1,43 miliar.
Dia menjelaskan nilai ekspor Indonesia pada Januari 2025 yang mencapai US$21,45 miliar mengalami kenaikan sebesar 4,68% secara tahunan. Khusus ekspor nonmigas, nilainya US$20,40 miliar atau naik 6,81% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan pada Januari 2025 tumbuh 14,02% jika dibandingkan dengan bulan yang sama 2024. Kondisi serupa juga terjadi pada ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan yang naik 45,46%. Namun, ekspor hasil pertambangan dan lainnya tercatat turun 26,45%.
Ekspor nonmigas pada Januari 2025 yang terbesar terjadi ke China senilai US$4,57 miliar, disusul Amerika Serikat US$2,34 miliar, dan India US$1,23 miliar. Kontribusi ekspor dari ketiga negara ini mencapai 39,89%.
Di sisi lain, Amalia menyebut impor Indonesia yang senilai US$18,0 miliar mengalami penurunan 2,67% secara tahunan. Impor migas yang senilai US$2,48 miliar tercatat turun 7,99%, sedangkan impor nonmigas senilai US$15,52 miliar atau turun 1,76%.
Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari 2025 adalah China senilai US$6,34 miliar (40,86%), diikuti Jepang US$1,15 miliar (7,42%), dan Amerika Serikat US$0,76 miliar (4,92%).
Secara tahunan, terjadi penurunan pada impor barang konsumsi dan bahan baku/penolong, tetapi impor barang modal masih meningkat. Nilai impor barang konsumsi tercatat turun 7,16%, sedangkan bahan baku/penolong turun 3,51%.
"Semenrara barang modal, naik impornya sebesar 1,74%," ujarnya. (sap)