KEBIJAKAN PAJAK

BKPM Ubah Aturan Insentif Perpajakan untuk Mobil Listrik Pelaku Usaha

Nora Galuh Candra Asmarani
Sabtu, 23 November 2024 | 13.30 WIB
BKPM Ubah Aturan Insentif Perpajakan untuk Mobil Listrik Pelaku Usaha

Petugas keamanan mengisi daya mobil operasional Pemerintah Provinsi Jawa Barat di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/11/2024). Project Coordinator Enhancing Readiness for the Transition to Electric Vehicles (Entrev) Indonesia Eko Adji Buwono menyatakan jika target satu juta kendaraan listrik roda empat pada tahun 2030 tercapai, maka diperlukan sekitar 60.000 SPKLU di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/tom.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) merilis aturan baru soal insentif perpajakan atas impor atau penyerahan mobil listrik. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM 1/2024.

Beleid tersebut merupakan perubahan dari Peraturan Kepala BKPM 6/2023. Perubahan tersebut dilakukan untuk menyesuaikan tata kelola pemberian insentif berdasarkan kesepakatan internasional serta dinamika perkembangan teknologi mobil listrik.

“... bahwa untuk meningkatkan daya saing investasi nasional diperlukan penyesuaian tata kelola pemberian insentif berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional serta dinamika perkembangan teknologi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai roda empat,” bunyi pertimbangan peraturan itu, dikutip pada Sabtu (23/11/2024).

Perubahan yang terjadi di antaranya ada penambahan kriteria untuk memperoleh insentif perpajakan atas mobil listrik bagi pelaku usaha. Adapun insentif perpajakan hanya dapat diberikan kepada pelaku usaha yang melakukan impor dari negara yang memiliki perjanjian atau kesepakatan internasional dengan Indonesia.

Ketentuan itu tercantum dalam Pasal 2 ayat (2a) Peraturan Kepala BKPM 1/2024 yang merupakan ayat baru. Selain itu, Peraturan Kepala BKPM 1/2024 memperkenankan pelaku usaha yang mengimpor mobil listrik dari negara mitra untuk mengajukan bea masuk dengan tarif preferensi.

Tarif preferensi merupakan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang besarnya ditetapkan dalam peraturan menteri keuangan (PMK) mengenai penetapan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional.

Secara umum, ada 2 bentuk insentif perpajakan yang ditawarkan untuk pelaku, yaitu bea masuk 0% dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) ditanggung pemerintah (DTP). Perincian bentuk insentif tersenut tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kepala BKPM 1/2024.

Adapun pelaku usaha dapat diberikan insentif atas impor mobil listrik berbasis baterai dalam keadaan utuh (Completely Built-Up/CBU) dengan jumlah tertentu, dalam jangka waktu pemanfaatan insentif. Insentif yang diberikan berupa:

  • bea masuk tarif 0% dan PPnBM DTP; atau
  • PPnBM DTP.

Sementara itu, pelaku usaha dapat diberikan insentif atas mobil listrik berbasis baterai dalam keadaan terurai lengkap (Completely Knocked-Down/CKD) dengan jumlah tertentu yang akan dirakit di Indonesia.

Insentif diberikan dengan kriteria capaian tingkat komponen dalam negeri (TKDN) paling rendah 20% dan paling tinggi kurang dari 40%. Insentif tersebut diberikan dalam jangka waktu pemanfaatan insentif, berupa:

  • bea masuk tarif 0%  atas impor mobil listrik berbasis baterai CKD; dan
  • PPnBM DTP atas penyerahan mobil listrik berbasis baterai  yang diproduksi dari mobil listrik berbasis baterai CKD yang diberikan insentif sebagaimana dimaksud pada angka 1.

Selain ketentuan perihal kriteria dan persyaratan penerima insentif, Peraturan Kepala BKPM 1/2024 juga merevisi ketentuan seputar penyelenggaraan pemberian insentif. Adapun Peraturan Kepala BKPM 1/2024 dapat disimak dan didownload melalui Perpajakan DDTC. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.