Menkeu Sri Mulyani dan Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berencana mendesain ulang kebijakan insentif pajak agar sejalan dengan implementasi Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan rencana redesain kebijakan insentif pajak ini mulai dibahas bersama Menteri Investasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani. Alasannya, rencana implementasi pajak minimum global akan memengaruhi pola arus investasi di level global.
"Untuk itu, pemerintah perlu mendesain kebijakan secara cermat agar dapat memanfaatkan momentum tersebut," katanya melalui Instagram @smindrawati, Senin (2/9/2024).
Sri Mulyani mengatakan pertemuannya dengan Rosan utamanya membahas upaya pemerintah untuk mendorong investasi langsung baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Upaya mendorong investasi ini dapat dilakukan melalui penciptaan iklim investasi yang kondusif.
Dia menjelaskan Kemenkeu dan Kementerian Investasi telah bekerja erat untuk memberikan kepastian investasi dan juga kemudahan berusaha di Indonesia. Dalam perjalanannya, kedua kementerian juga turut memperhatikan dinamika pembahasan solusi 2 pilar pajak internasional beserta dampaknya terhadap investasi.
Menurutnya, pemerintah ingin memanfaatkan momentum implementasi pajak minimum global untuk menjadikan Indonesia sebagai destinasi investasi utama di kancah dunia.
Sementara itu, Rosan menyebut kolaborasi Kemenkeu dan Kementerian Investasi dibutuhkan untuk mencapai target investasi. Dalam pertemuannya dengan Sri Mulyani, dia juga membahas pemanfaatan beberapa skema insentif seperti tax holiday dan tax allowance.
"Kolaborasi ini sangat dibutuhkan untuk menarik lebih banyak investor ke Indonesia, mengingat target investasi tahun 2025 direncanakan meningkat menjadi Rp1.905,6 triliun," ujarnya.
Melalui Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE), negara-negara Inclusive Framework menyepakati penerapan pajak minimum global sebesar 15%. Pajak minimum global tersebut berlaku atas grup perusahaan multinasional dengan pendapatan minimal senilai €750 juta per tahun.
Dalam hal tarif efektif yang ditanggung perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tidak mencapai 15%, yurisdiksi tempat ultimate parent entity (UPE) berlokasi berhak mengenakan top-up tax atas laba yang kurang dipajaki. Top-up tax dikenakan berdasarkan income inclusion rule (IIR).
Meski demikian, yurisdiksi sumber berhak untuk terlebih dahulu mengenakan top-up tax dalam hal yurisdiksi tersebut mengadopsi qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT). Apabila yurisdiksi sumber mengenakan top-up tax berdasarkan QDMTT, yurisdiksi UPE kehilangan hak untuk mengenakan top-up tax melalui IIR.
Ketentuan pajak minimum global tersebut salah satunya bakal berpengaruh pada ketentuan insentif pajak. Pemerintah dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKA-K/L) 2025 pun menuliskan salah satu program prioritas Kemenkeu pada tahun depan yakni redesain insentif pajak. (sap)