Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pengusaha kena pajak (PKP) sudah bisa meng-update dan menggunakan aplikasi e-faktur versi terbaru, yakni e-faktur 4.0. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Senin (22/7/2024).
Pada akhir pekan kemarin, Ditjen Pajak (DJP) telah lebih dulu melakukan waktu henti (downtime) layanan aplikasi untuk mengoptimalkan peluncuran e-faktur 4.0. Nah, ada sejumlah fitur baru yang tersedia di e-faktur 4.0 dan tentu saja belum tersedia pada e-faktur versi 3.2. Apa saja?
"Secara garis besar, kalau perubahan di desktop, hal baru adalah pencantuman informasi NPWP 16 digit dan NITKU pada dashboard e-faktur dan profil. PKP bisa pakai NPWP 15 atau 16 digit. Penambahan watermark pada SPT induk dan lampiran," tulis DJP melalui kanal media sosialnya.
Ya, setidaknya ada 5 fitur baru yang tersedia pada e-faktur 4.0. Pertama, PKP kini bisa login web e-nofa menggunakan NPWP 15 digit ataupun NPWP 16 digit.
Kedua, terdapat tambahan informasi NPWP 16 digit dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) pada menu profil user.
Ketiga, perekaman dokumen faktur pajak pada e-faktur desktop atau e-faktur web based sudah bisa menggunakan NPWP 15 digit atau NPWP 16 digit.
Keempat, ada informasi NITKU pada output dokumen yang terekam.
Kelima, muncul watermark pada SPT induk dan lampiran yang dicetak melalui e-faktur 4.0
Selain bahasan mengenai update e-faktur 4,0, ada pula pemberitaan lain mengenai penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP, implementasi coretax system, hingga kebijakan pemberian insentif PPN rumah ditanggung pemerintah (DTP).
E-faktur 4.0 menjadi aplikasi pajak terbaru yang kini bisa digunakan menggunakan NIK, NPWP 16 digit, dan NITKU. Namun, DJP memastikan tidak memprioritaskan layanan pajak tertentu yang bisa menggunakan nomor identitas.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan tidak ada kriteria khusus pemilihan 21 layanan pajak yang dapat diakses menggunakan NIK sebagai NPWP, NPWP 16 digit, dan NITKU tersebut.
"Enggak ada [kriteria khusus]. Jadi yang bisa lebih cepat dikerjakan, itu duluan. Tetapi intinya semua kami kerjakan," katanya. (DDTCNews)
Aplikasi e-faktur versi 4.0 tidak memungkinkan PKP untuk membuat faktur pajak 000. Terutama, bila pembeli barang kena pajak atau jasa kena pajak (BKP/JKP) adalah subjek pajak dalam negeri (SPDN). Faktur pajak 000 adalah penerbitan faktur pajak oleh PKP penjual kepada pembeli yang tidak memiliki NPWP.
Fungsional Pranata Komputer Mahir Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi Ditjen Pajak (DJP) Mahfuz mengatakan faktur pajak seyogianya dilengkapi dengan identitas pembeli barang, baik itu NPWP ataupun NIK.
"Untuk orang pribadi khususnya, selayaknya menggunakan identitas yang sudah dikenal secara luas, yakni NIK. Syukur-syukur NIK-nya sudah diaktivasi menjadi NPWP," ujar Mahfuz. (DDTCNews)
Wajib pajak masih belum bisa menggunakan NIK, NPWP 16 digit, ataupun NITKU dalam melaksanakan kewajiban pembayaran pajak.
Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Imaduddin Zauki mengatakan pembayaran pajak masih harus menggunakan NPWP 15 digit mengingat aplikasi e-billing masih belum memfasilitasi penggunaan NIK, NPWP 16 digit, dan NITKU.
"Untuk pembayaran masih menggunakan NPWP 15 digit ya karena memang e-billing belum masuk ke 21 layanan administrasi yang menggunakan 16 digit," ujar Zauki. (DDTCNews)
Sistem inti administrasi perpajakan atau coretax administration system memungkinkan wajib pajak untuk tetap menggunakan akun wajib pajaknya meski NPWP yang bersangkutan telah dihapus.
Akun wajib pajak tersebut dapat digunakan untuk keperluan pembayaran pajak dan beragam layanan lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Akun wajib pajak yang bersangkutan masih dapat digunakan untuk melakukan pembayaran, layanan lain sesuai ketentuan, atau apabila di kemudian hari terdapat data dan informasi yang belum tersedia sebelum dilakukan penghapusan," sebut DJP. (DDTCNews)
Berakhirnya pemberian insentif pajak berupa PPN ditanggung pemerintah (DTP) 100% atas pembelian rumah diprediksi bakal berdampak ke industri properti. Seperti diketahui, periode subsidi 100% sudah berakhir pada Juni lalu. Muli Juli hingga Desember 2024, besaran PPN DTP menjadi 50%.
Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya menyampaikan berakhirnya PPN DTP 100% bakal berdampak ke segmen hunian di kisaran Rp2 miliar hingga Rp5 miliar.
"PPN DTP sangat membantu peningkatan penjualan rumah dan apartemen menengah ke atas, terutama yang ready stock," kata Bambang. (Kontan) (sap)