Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Setiap tahun, 26 Juni diperingati sebagai Hari Anti Narkotika Internasional (HANI). Peringatan ini digagas dan ditetapkan oleh United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC). Tahun ini, peringatan HANI mengusung tema The evidence is clear: invest in prevention.
Tema tersebut menitikberatkan pada pentingnya upaya preventif dalam penanganan narkotika. Di Indonesia, upaya preventif itu di antaranya berupa pencegahan narkotika masuk ke Tanah Air. Hal ini menjadi salah satu tugas Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) sebagai community protector.
“Segala usaha dan sumber daya kami fokuskan untuk dapat mendeteksi dan menggagalkan upaya penyelundupan narkotika dan bahan-bahan pembuatannya (prekursor) yang masuk wilayah Indonesia,” ujar Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Encep Dudi Ginanjar, dikutip pada Kamis (27/6/2024).
Sebagai community protector, DJBC berwenang untuk mengawasi dan menindak barang lartas, termasuk narkotika, psikotropika, dan prekursor (NPP). Melalui pengawasan dan penindakan tersebut, DJBC berperan besar dalam menekan suplai dan peredaran NPP.
Peran tersebut pada muaranya diharapkan dapat memutus mata rantai pemasok narkotika, mulai dari produsen sampai dengan jaringan pengedarnya. Terlebih, Indonesia memiliki letak yang strategis sehingga kerap menjadi tempat transit bahkan negara tujuan peredaran NPP.
Encep menjelaskan DJBC terus menorehkan hasil baik dalam penindakan narkotika. Sampai dengan Juni 2024, Direktorat Interdiksi Narkotika DJBC bersama dengan unit-unit vertikal serta aparat penegak hukum lainnya telah menangani 580 kasus penyalahgunaan NPP.
Dari seluruh kasus tersebut, tim gabungan berhasil mengamankan 2,94 ton NPP. Penindakan ini diperkirakan telah menyelamatkan 4 juta jiwa dengan potensi penghematan uang negara akibat biaya rehabilitasi penyalahgunaan NPP mencapai Rp7,6 triliun.
Angka tersebut diproyeksi akan terus meningkat. Sebab, sepanjang 2023, DJBC dapat menindak 956 kasus narkotika dengan barang bukti sebanyak 5,9 ton dan 77.000 batang ganja. Jiwa yang terselamatkan pun mencapai 18 juta dengan potensi penghematan uang negara sekitar Rp16,1 triliun.
Encep menyebut kejahatan NPP termasuk dalam golongan kejahatan luar biasa. Selain itu, kejahatan NPP kerap melibatkan jaringan peredaran yang sangat luas dan dilakukan secara terorganisasi serta sistematis.
"Upaya kolaboratif perlu dilakukan. Karena itu, kami juga mengandalkan pengawasan ekstra secara sinergi oleh segenap aparat penegak hukum di Indonesia," ujarnya.
Adanya Instruksi Presiden 2/2020, sambung Encep, membuat DJBC dapat makin berperan aktif untuk mendukung aparat penegak hukum lain dalam menjalankan fungsi pemberantasan narkotika. DJBC pun telah bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri sejak 2022.
Kerja sama tersebut dimaksudkan untuk mengoptimalkan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap NPP. Adapun kerja sama DJBC dengan BNN berupa pertukaran data dan informasi, pelaksanaan operasi bersama, peningkatan dan pengembangan kapasitas sumber daya manusia (SDM), serta peningkatan kemampuan anjing pelacak (K9).
Sementara itu, ruang lingkup kerja sama antara DJBC dan Polri meliputi pertukaran data dan informasi, penegakan hukum, dan pemanfaatan sarana prasarana. Encep menegaskan kolaborasi telah menjadi core value DJBC dalam mengoptimalkan pengamanan dan pengawasan lalu lintas barang, termasuk dalam hal penindakan narkotika.
"Semakin baik koordinasi yang kami lakukan, maka semakin mudah tiap-tiap pihak untuk mengatasi tindak pidana NPP. Semoga dengan semangat HANI 2024, sinergi Bea Cukai, instansi penegak hukum lainnya, dan masyarakat dapat semakin teguh dalam memerangi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika," kata Encep, seperti dilansir laman resmi DJBC. (kaw)