SEWINDU DDTCNEWS
BERITA PAJAK SEPEKAN

Siap-Siap, Coretax System Bisa Rekam Data Transaksi Wajib Pajak

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 18 Mei 2024 | 09.35 WIB
Siap-Siap, Coretax System Bisa Rekam Data Transaksi Wajib Pajak

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS) yang tengah dikembangkan Ditjen Pajak (DJP) bakal memiliki kemampuan untuk merekam seluruh data transaksi dan data interaksi wajib pajak. Topik ini mendapat sorotan dari wajib pajak selama sepekan terakhir. 

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan CTAS nantinya bisa mengumpulkan data dari berbagai sumber secara seamless. Data-data tersebut akan digunakan untuk kepentingan pelayanan pajak hingga penegakan hukum.

"Jadi behaviour wajib pajak kita tangkap dalam sistem … untuk meningkatkan services, preventif, ataupun kuratif dalam tindakan law enforcement. Jadi lebih tepat, bisa prediktif," ujar Iwan.

Dalam implementasinya, CTAS bisa berinteraksi secara langsung dengan sistem yang dibangun oleh wajib pajak. Integrasi antara sistem DJP dan sistem wajib pajak amat penting untuk mendukung upaya peningkatan kepatuhan kooperatif berlandaskan pada tax control framework (TCF).

Selain pemberitaan mengenai coretax system, ada pula bahasan mengenai faktur pajak yang gagal upload, penggunaan tarif PPh final UMKM, pembaruan data keluarga pada akun DJP Online, dan  ketentuan pengajuan status pengusaha kena pajak (PKP).

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

Coretax System Jadi Portal Wajib Pajak

Jika sudah diluncurkan nanti, coretax administration system akan menyediakan fitur portal wajib pajak atau taxpayer portal

Aplikasi ini memungkinkan wajib pajak untuk berinteraksi dengan DJP. Wajib pajak juga melihat secara transparan apa yang DJP ketahui tentang wajib pajak bersangkutan.

"Bahkan, DJP bisa tahu berdasarkan data yang ada potential revenue dari wajib pajak-wajib pajak itu, berdasarkan data yang kita kumpulkan. Jadi secara services untuk wajib pajak itu lebih transparan, untuk DJP bisa memprediksi lebih akurat," kata Iwan Djuniardi. (DDTCNews)

Faktur Pajak Kena Reject Terus?

PKP yang mengunggah faktur pajak perlu memastikan aplikasi e-faktur yang digunakan sudah menggunakan versi ter-update. Penggunaan e-faktur yang belum update berisiko gagal upload faktur pajak.

Misalnya, gagal upload faktur pajak kode 070 dengan muncul notifikasi error ETAX-API-10025: Dokumen SPPB Tidak Ditemukan. SPPB merupakan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang. PKP memang wajib membuat faktur pajak ketika memasukkan barang dari daerah lain dalam daerah pabean ke kawasan berikat.

"Silakan konfirmasi ulang dokumen SPPB terlebih dulu kepada Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) melalui 1500225 atau portal costumer.beacukai.go.id," cuit Kring Pajak. (DDTCNews)

Tetap Pakai PPh Final UMKM Meski Kena Tarif Umum

Wajib pajak yang tidak menyerahkan surat keterangan (suket) Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022 dan dikenai pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif umum tetap harus menyetorkan sendiri PPh final 0,5% yang terutang.

Penjelasan dari Kring Pajak tersebut merespons pertanyaan dari warganet di media sosial. Menurut Kring Pajak, wajib pajak bersangkutan selanjutnya dapat mengkreditkan pemotongan PPh Pasal 23 tersebut di SPT Tahunan.

“Bila wajib pajak tidak menyerahkan suket dan lawan transaksi memotong sesuai ketentuan umum, wajib pajak tetap terutang PPh final 0,5% (setor sendiri) dan atas pemotongan PPh 23 tersebut dapat dikreditkan di SPT Tahunan,” sebut Kring Pajak. (DDTCNews)

Data Keluarga Juga Perlu Diperbarui di DJP Online

Selain memadankan nomor induk kependudukan (NIK) dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP), wajib pajak juga perlu memperbarui data keluarga melalui DJP Online.

Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Mohammed Lintang Theodikta mengatakan data keluarga perlu dimutakhirkan untuk mengintegrasikan NIK kepala keluarga dengan NIK anggota keluarga.

"Jadi keluarga yang ada di kartu keluarga (KK) dan yang menjadi tanggungan itu di-update juga datanya di DJP Online," ujar Lintang. (DDTCNews)

Konsekuensi Tak Ajukan PKP Jika Sudah Memenuhi

Sesuai dengan PMK 164/2023, pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku mempunyai omzet melebihi batasan pengusaha kecil, yakni Rp4,8 miliar.

Mengacu pada PMK 197/2013,, kewajiban melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah bulan saat jumlah omzet melebihi Rp4,8 miliar. PKP wajib memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN. Lantas bagaimana jika wajib pajak yang semestinya sudah dikukuhkan PKP tak melaporkan usahanya?

Sesuai dengan Pasal 13 UU KUP, dirjen pajak bisa menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) Kurang Bayar dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak setelah dilakukan tindakan pemeriksaan yang disebabkan beberapa alasan. (DDTCNews) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.