Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Melalui Ditjen Bea Cukai (DJBC), pemerintah menerapkan skema self-assessment untuk importasi barang kiriman hasil perdagangan. Skema itu membuat importir harus memberitahukan data barang kirimannya dan menghitung sendiri pungutan bea masuk serta pajak dalam rangka impor (PDRI).
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Encep Dudi Ginanjar mengatakan konsekuensi self-assessment adalah importir dapat dikenakan sanksi denda. Denda dikenakan apabila terdapat kesalahan pemberitahuan nilai pabean yang mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk.
"Karena kelalaiannya dalam memberitahukan nilai pabean yang menyebabkan kekurangan pembayaran bea masuk, importir atau penerima barang dapat dikenakan sanksi administrasi berupa denda," ujar Encep, dikutip pada Jumat (26/4/2024).
Encep menyebut pengurusan kewajiban kepabeanan, mulai dari aju dokumen sampai dengan pembayaran, dilakukan oleh penyelenggara pos sebagai kuasa dari importir/penerima barang dan bertindak sebagai pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK).
Sementara itu, perusahaan jasa titipan (PJT) yang bertindak sebagai PPJK akan bertanggung jawab atas kewajiban kepabeanan apabila importir tidak ditemukan. Simak Apa Itu Penyelenggara Pos, PPYD dan PJT dalam Aturan Barang Kiriman?
Selanjutnya, apabila suatu barang dibeli melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) atau e-commerce maka PPMSE bertindak sebagai importir dan bertanggung jawab atas pembayaran bea masuk dan PDRI, termasuk denda.
Agar tidak terkena denda, menurut Encep importir atau penerima barang perlu melaksanakan tiga hal. Pertama, cermat. Informasikan kepada penjual atau pengirim barang untuk cermat dalam mengisi data sebenarnya atas barang kiriman, terutama data nilai, uraian, dan jumlah barang.
Kedua, proaktif. Rutin cek posisi barang kiriman ketika sudah sampai di Indonesia. Ketiga, recheck. Importir dapat mengonfirmasi kebenaran data nilai, uraian, dan jumlah barang kepada penyelenggara pos, sebelum penyelenggara pos mengirimkan dokumen perjanjian pengiriman barang (consignment note/CN) ke Bea Cukai.
Encep menjelaskan pengenaan denda bertujuan untuk memberikan keadilan bagi importir dan negara. Selain itu, pengenaan denda dimaksudkan untuk menciptakan persaingan yang sehat dengan industri dan UMKM dalam negeri.
"Dengan adanya pengenaan denda diharapkan dapat memberantas praktik under invoicing atau pemberitahuan harga barang di bawah nilai transaksi, yang menjadi modus pelanggaran dalam aktivitas impor barang kiriman hasil perdagangan," ujarnya, seperti dilansir laman resmi Bea dan Cukai.
Berdasarkan laman bea cukai, praktik under invoicing telah menimbulkan potensi kerugian bagi penerimaan negara serta mengancam industri dalam negeri. Hal ini lantaran praktik under invoicing membuat barang impor bisa beredar dengan harga lebih murah karena importir tidak membayar bea masuk dan PDRI dengan semestinya.
Sebagai informasi, berdasarkan Pasal 16 ayat (4) UU Kepabeanan, apabila importir salah memberitahukan nilai pabean sehingga mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk maka dikenakan denda paling sedikit 100% dan paling banyak 1000% dari bea masuk yang kurang dibayar. (sap)