KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Muhamad Wildan
Jumat, 26 April 2024 | 14.30 WIB
Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyatakan pemerintah sudah siap mengadopsi 8 core principle terkait dengan perpajakan dalam peta jalan aksesi atau accession roadmap.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan Indonesia telah mengadopsi prinsip-prinsip tersebut jauh sebelum dimulainya proses aksesi Indonesia sebagai anggota OECD. Dia berharap upaya pemerintah tersebut dapat mendukung proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD.

"Alhamdulillah kita dalam track. Sudah mengikuti 8 principle yang disepakatkan dan harus diikuti oleh anggota OECD," katanya, Jumat (26/4/2024).

Terdapat beberapa prinsip yang termuat dalam roadmap tersebut. Pertama, anggota OECD perlu berkomitmen untuk mengeliminasi pemajakan berganda tanpa menciptakan peluang non-taxation sejalan dengan OECD Model Tax Convention.

Terkait dengan prinsip tersebut, Suryo menjelaskan bahwa Indonesia telah menandatangani dan memberlakukan multilateral convention (MLI). Sudah ada 38 P3B antara Indonesia dan yurisdiksi mitra yang sudah dimodifikasi lewat MLI.

Kedua, anggota OECD harus berkomitmen untuk menyediakan data perpajakan yang diperlukan untuk mendukung penyusunan laporan-laporan perpajakan oleh Committee on Fiscal Affairs (CFA).

Menurut DJP, Indonesia saat ini sudah aktif menyediakan data perpajakan dalam rangka mendukung penyusunan laporan perpajakan CFA sejak 2019.

Ketiga, anggota OECD harus berkomitmen untuk mengeliminasi pemajakan berganda dengan cara memastikan melalui penerapan arm's length principle sebagaimana dijabarkan dalam OECD Transfer Pricing Guidelines.

Terkait hal tersebut, pemerintah mengeklaim Indonesia sudah menerapkan OECD Transfer Pricing Guidelines dan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) Action 8, 9, 10 dan 13.

Keempat, anggota OECD harus mengatasi BEPS sejalan dengan BEPS Action Plan dan solusi 2 pilar yang sedang dirumuskan oleh Inclusive Framework. Untuk prinsip ini, Indonesia sudah berkomitmen untuk mengadopsi Pilar 1: Unified Approach dan Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).

Pemerintah bahkan sedang menyiapkan regulasi untuk mengimplementasikan pajak minimum global sesuai dengan Pilar 2.

Kelima, anggota OECD harus mempertukarkan informasi perpajakan secara efektif sejalan dengan standar exchange of information on request (EOIR) dan automatic exchange of financial account information in tax matters (AEOI).

Terkait dengan prinsip tersebut, pemerintah mengeklaim Indonesia sudah menjadi anggota Global Forum dan sudah menerapkan pertukaran informasi dengan standar baik.

Keenam, anggota OECD harus mereduksi ketidakpastian dan risiko pemajakan berganda ketika menerapkan ketentuan PPN atas transaksi lintas yurisdiksi sejalan dengan International VAT/GST Guidelines yang dirilis OECD.

Mengenai hal tersebut, pemerintah memastikan Indonesia sudah mengatur ketentuan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha untuk pemajakan PPN.

Ketujuh, anggota OECD harus memerangi tindak pidana pajak sejalan dengan Principles in Fighting Tax Crime: The Ten Global Principles. Terkait hal ini, Indonesia sudah berpartisipasi aktif dalam Task Force on Tax Crime dan sedang menjajaki untuk mengadopsi ten global principles tersebut.

Kedelapan, anggota OECD harus memberikan data yang diperlukan untuk mendukung penyusunan International Survey on Revenue Administration (ISORA). Sebagai informasi, Indonesia tercatat sudah aktif dalam ISORA sejak 2019. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.