Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) kembali menegaskan tarif efektif rata-rata bukan jenis pajak baru. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (1/2/2024).
DJP mengatakan pada akhir tahun, PPh Pasal 21 terutang tetap sama besarnya antara sebelum TER berlaku dan saat TER berlaku. Dengan demikian, sambung DJP, tidak ada tambahan beban pajak baru yang dikenakan. Penerapan TER memberikan kemudahan dan kesederhanaan penghitungan.
“Jika #KawanPajak mendapati PPh Pasal 21 mulai bulan ini hingga November lebih besar daripada biasanya, bisa jadi nanti di bulan Desember malah PPh Pasal 21 lebih kecil,” tulis DJP dalam unggahannya di Instagram.
Menurut DJP, terdapat kondisi PPh Pasal 21 terutang pada Desember lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang bulanan sebelum berlakunya TER. Namun, bisa juga terjadi sebaliknya, yakni PPh Pasal 21 terutang Desember lebih kecil daripada PPh Pasal 21 terutang bulanan sebelum berlakunya TER.
Selain mengenai penghitungan PPh Pasal 21, ada pula ulasan terkait dengan ketentuan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) sesuai dengan UU HKPD yang mulai berlaku sejak 5 Januari 2024.
Sesuai dengan PMK 168/2023, penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan pensiunan yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21 dibedakan menjadi 2. Simak ‘Ini Skema Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap dan Pensiunan’.
Pertama, penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh setiap masa pajak selain masa pajak terakhir. Kedua, penghitungan kembali PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam 1 tahun pajak/bagian tahun pajak.
“[Penghitungan kembali PPh Pasal 21] … yang digunakan sebagai dasar pengisian bukti pemotongan (bupot) PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir,” bunyi penggalan petunjuk umum penghitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap dan pensiunan dalam Lampiran PMK 168/2023.
Dengan berlakunya PER-2/PJ/2024, bupot PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap ada 2. Pertama, bupot PPh Pasal 21 bulanan – (formulir 1721-VIII). Kedua, bupot PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap – (formulir 1721-A1). Simak ‘Kata DJP, Ini 2 Bukti Potong PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap’. (kaw)
Jika jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa pajak selain masa pajak terakhir lebih besar daripada jumlah PPh Pasal 21 terutang dalam tahun pajak bersangkutan, kelebihan tersebut wajib dikembalikan oleh pemotong pajak kepada pegawai tetap dan pensiunan.
Pengembalian kelebihan tersebut dilakukan beserta dengan pemberian bukti pemotongan (bupot) PPh Pasal 21 paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak terakhir.
“Tidak termasuk kelebihan PPh Pasal 21 yang dikembalikan … yaitu PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah,” penggalan petunjuk umum penghitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap dan pensiunan dalam Lampiran PMK 168/2023. (DDTCNews)
Director DDTC Fiscal Research & Advisory B. Bawono Kristiaji mengatakan pengaturan tarif PBB-P2 dalam UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) perlu dilihat secara holistik.
“Betul bahwa tarif batas atas dinaikkan menjadi 0,5%, tapi di sisi lain ada ruang fleksibilitas penyesuaian beban pajaknya,” ujarnya. ‘Simak Lagi, Begini Aturan Baru Pajak PBB-P2 Sesuai UU HKPD’.
Melalui skema penetapan nilai PBB-P2 yang bisa dikenakan atas 20% hingga 100% NJOP, sambungnya, pemerintah daerah bisa menetapkan besaran PBB secara tidak berlebihan karena dasar pengenaan pajaknya tidak harus 100%.
“Jadi walau tarif batas atas naik, NJOP-nya dapat diberikan keringanan hingga 20 persen saja. Hal ini tidak ditemui dalam undang-undang sebelumnya (UU Nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah),” kata Bawono. (Kompas)
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pengujian materiil atas UU 39/2008 tentang Kementerian Negara sebagai dasar pemisahan DJP dari Kemenkeu. MK menyatakan penempatan DJP di bawah Kemenkeu merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy.
"Hal dimaksud sewaktu-waktu dapat diubah sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan yang ada maupun sesuai dengan perkembangan ruang lingkup urusan pemerintahan, atau dapat pula melalui upaya legislative review," ujar Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan Putusan MK Nomor 155/PUU-XXI/2023.(DDTCNews)
DJP mengingatkan bendahara dan pemberi kerja untuk segera memberikan bukti potong PPh tahun pajak 2023 kepada karyawan. Bukti potong dibutuhkan karyawan saat melaporkan SPT Tahunan 2023. Pemberian bukti potong pajak harus dilakukan paling lambat 1 bulan setelah tahun kalender berakhir.
"Jangan sampai terlewat, 31 Januari paling lambat," bunyi keterangan foto yang diunggah akun Instagram @ditjenpajakri. (DDTCNews)
Status mitra utama (Mita) Kepabeanan bisa dicabut apabila perusahaan yang bersangkutan juga mendapatkan pengakuan sebagai operator ekonomi bersertifikat (Authorized Economic Operator/AEO).
Pencabutan tersebut dilakukan guna menghindari perusahaan yang memiliki 2 status, yaitu sebagai Mita Kepabeanan dan AEO. Hal ini merupakan ketentuan baru yang tercantum dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a PMK 128/2023.
“Direktur atas nama dirjen menerbitkan keputusan dirjen mengenai pencabutan penetapan sebagai MITA Kepabeanan, dalam hal MITA Kepabeanan ... telah mendapatkan pengakuan sebagai AEO," demikian bunyi pasal tersebut. (DDTCNews) (kaw)