PMK 147/2023

Sri Mulyani Revisi Aturan Penghapusan Piutang di Bidang Bea dan Cukai

Dian Kurniati
Jumat, 05 Januari 2024 | 12.00 WIB
Sri Mulyani Revisi Aturan Penghapusan Piutang di Bidang Bea dan Cukai

Ilustrasi. Gedung Kementerian Keuangan.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengubah ketentuan terkait dengan penghapusan piutang di bidang kepabeanan dan cukai seiring dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 147/2023.

Merujuk pada bagian pertimbangan PMK 147/2023, menteri keuangan mencabut PMK 71/2012 guna menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan penatausahaan piutang di bidang kepabeanan dan cukai

"Untuk mewujudkan aset yang harus memenuhi kriteria potensi manfaat ekonomi…, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai penghapusan piutang di bidang kepabeanan dan cukai," bunyi salah satu pertimbangan PMK 147/2023, dikutip pada Jumat (5/1/2024).

Pasal 2 PMK 147/2023 menyebutkan piutang kepabeanan dan cukai dapat dilakukan penghapusan. Penghapusan tersebut terdiri atas penghapusbukuan dan penghapustagihan.

Penghapusan dilakukan terhadap piutang yang tercantum dalam surat penetapan; surat tagihan; keputusan dirjen bea dan cukai mengenai keberatan; dan/atau putusan badan peradilan pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan/atau cukai.

Hak penagihan atas piutang kepabeanan dan cukai yang tercantum dalam dokumen surat penetapan; surat tagihan; keputusan dirjen bea dan cukai mengenai keberatan; dan/atau putusan badan peradilan pajak menjadi kedaluwarsa setelah 10 tahun sejak timbulnya kewajiban membayar.

Masa kedaluwarsa atas piutang di bidang kepabeanan tidak dapat diperhitungkan dalam hal yang terutang tidak bertempat tinggal di Indonesia; yang terutang memperoleh penundaan atas kekurangan pembayaran bea masuk dan/atau denda administrasi paling lama 12 bulan; atau yang terutang melakukan pelanggaran di bidang kepabeanan.

Sementara itu, masa kedaluwarsa atas piutang di bidang cukai tidak diperhitungkan dalam hal terdapat pengakuan cukai. 

Pasal 4 PMK 147/2023 menyatakan penghapusbukuan piutang kepabeanan dan cukai dapat dilakukan jika piutang tidak memenuhi kriteria pengakuan aset sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai standar akuntansi pemerintahan.

Terdapat beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam penghapusbukuan tersebut. Pertama, hak penagihannya sudah kedaluwarsa.

Kedua, pihak yang terutang merupakan orang pribadi, dalam hal telah meninggal dunia dan tidak mempunyai harta warisan atau kekayaan; pailit; dan/atau tidak dapat ditemukan.

Ketiga, pihak yang terutang merupakan badan hukum, dalam hal telah bubar atau likuidasi; pailit; dan/atau tidak dapat ditemukan.

Keempat, hak penagihannya tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

"Penghapusbukuan terhadap piutang ... dapat dilakukan setelah dilakukan penagihan aktif," bunyi Pasal 4 ayat (3) PMK 147/2023.

Di sisi lain, penghapustagihan piutang kepabeanan dan cukai dilakukan terhadap piutang yang hak penagihannya sudah kedaluwarsa dan/atau hak negara untuk melakukan penagihan tidak dapat dilaksanakan karena kondisi tertentu sehubungan dengan adanya perubahan kebijakan dan/atau berdasarkan pertimbangan yang ditetapkan oleh menteri keuangan.

Dalam rangka menjamin efektivitas kegiatan penghapusan piutang kepabeanan dan cukai, dilakukan proses monitoring dan evaluasi (monev) atas kegiatan penghapusan piutang yang telah dilakukan pada periode sebelumnya.

Monev dilakukan paling sedikit 1 kali dalam 1 tahun. Monev ini dilakukan melalui sistem aplikasi perbendaharaan yang digunakan oleh DJBC.

Dirjen bea dan cukai nantinya dapat menetapkan petunjuk teknis dalam penghapusan piutang di bidang kepabeanan dan cukai.

PMK 147/2023 mulai berlaku setelah 90 hari terhitung sejak tanggal diundangkan pada 29 Desember 2023, atau mulai 28 Maret 2024. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.