BERITA PAJAK HARI INI

Kabar Baik! Piutang Macet Dihapus, UMKM Bisa Ajukan Pinjaman Lagi

Redaksi DDTCNews
Senin, 11 November 2024 | 09.01 WIB
Kabar Baik! Piutang Macet Dihapus, UMKM Bisa Ajukan Pinjaman Lagi

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah resmi menghapus piutang macet bagi UMKM melalui penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) 47/2024. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (11/11/2024). 

Secara umum, PP 47/2024 mengatur tentang penghapusbukuan dan penghapustagihan piutang macet oleh bank/lembaga keuangan nonbank (LKNB) BUMN kepada UMKM. PP tersebut juga mengatur kriteria debitur atau nasabah UMKM yang dapat dihapuskan piutang macetnya.

Penghapustagihan dalam PP 47/2024 adalah penghapusan hak tagih oleh bank/LKNB terhadap suatu tagihan yang sudah dihapusbukukan.

Melalui beleid ini, debitur UMKM yang piutang macetnya dihapustagihkan oleh bank atau LKNB BUMN bakal langsung dianggap sudah melunasi piutangnya.

Piutang dikategorikan sudah lunas akan disampaikan melalui sistem layanan informasi keuangan yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Bank dan/atau LKNB BUMN melakukan pemutakhiran data debitur atau nasabah yang diberikan penghapustagihan piutang yang dikategorikan sebagai lunas sesuai dengan kebijakan pemerintah pada sistem layanan informasi keuangan yang diselenggarakan oleh OJK," bunyi Pasal 9 ayat (1) PP 47/2024.

Setelah dilakukan penghapustagihan dan piutangnya dianggap lunas, debitur UMKM bersangkutan juga dapat kembali mengajukan permohonan kredit atau pembiayaan UMKM.

Penghapustagihan dilakukan atas:

  1. kredit UMKM yang merupakan program pemerintah yang sumber dananya berasal dari bank/LKNB BUMN yang programnya sudah selesai saat PP 47/2024 berlaku;
  2. kredit UMKM di luar program pemerintah yang penyalurannya menggunakan dana bank/LKNB BUMN bersangkutan; serta
  3. kredit UMKM akibat bencana alam berupa gempa, likuifaksi, atau bencana alam lain yang ditetapkan oleh pemerintah.

Kredit yang dihapustagihkan juga harus memenuhi 4 kriteria. Pertama, nilai pokok piutang macet per debitur maksimal senilai Rp500 juta. Kedua, telah dihapusbukukan minimal 5 tahun pada saat PP 47/2024 berlaku.

Ketiga, bukan kredit yang dijamin dengan penjaminan kredit. Keempat, tidak terdapat agunan kredit, terdapat agunan tetapi dalam kondisi tidak mungkin dijual, atau agunan sudah habis terjual, tetapi belum melunasi kewajiban nasabah.

Selain bahasan mengenai penghapustagihan piutang macet UMKM, ada pula ulasan lain mengenai kinerja penerimaan pajak hingga Oktober 2024, kepastian diluncurkannya coretax administration system (CTAS), kewajiban pelaporan SPT Masa dan Tahunan bagi wajib pajak badan secara elektronik, hingga perlunya insentif nonfiskal bagi perusahaan panas bumi. 

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

Kerugian Bank akibat Penghapustagihan Piutang UMKM

Kerugian yang dialami bank/LKNB BUMN akibat penghapusbukuan dan penghapustagihan ialah kerugian bank/LKNB bersangkutan. Namun, kerugian tersebut tidak dikategorikan sebagai kerugian negara sepanjang dapat dibuktikan tindakan dilakukan berdasarkan iktikad baik.

Bank/LKNB BUMN diwajibkan untuk mendokumentasikan dan mencatat proses penghapustagihan piutang macet, lalu menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan penghapustagihan piutang macet kepada menteri BUMN.

"Direksi dalam melakukan penghapusbukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dan/atau penghapustagihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian yang terjadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)," bunyi Pasal 7 ayat (3) PP 47/2024. (DDTCNews)

Penerimaan Pajak Terkontraksi

Realisasi penerimaan pajak tercatat senilai Rp1.517,53 triliun hingga Oktober 2024. Capaian tersebut setara 76,3% dari target senilai Rp1.989 triliun.

Secara neto, penerimaan pajak ini masih mengalami kontraksi sebesar 0,4%. Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan penerimaan pajak ini tergolong positif sejalan dengan kontraksi yang mengecil.

"Yang cukup menggembirakan adalah bahwa kondisi perbaikan ini sudah terjadi dalam 2 bulan terakhir dan Alhamdulillah berlanjut di bulan Oktober," katanya dalam konferensi pers APBN Kita. (DDTCNews, Kontan)

Coretax Dipastikan Meluncur Awal 2025

Ditjen Pajak (DJP) siap mengimplementasikan coretax administration system pada awal tahun depan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tahapan-tahapan yang diperlukan untuk mendukung implementasi coretax tetap akan dilaksanakan guna memastikan kesiapan dari sistem administrasi baru tersebut. Pemeirntah juga sudah meluncurkan PMK 81/2024 untuk mendukung implementasi coretax system.

"Kita akan fokus di-launch awal tahun depan. Beberapa tahapan akan di-update secara tersendiri, kesiapan baik dari sisi DJP-nya sendiri maupun wajib pajaknya perlu dijaga secara baik agar tidak ada disrupsi," ujar Sri Mulyani. (DDTCNews)

Coretax: SPT WP Badan Harus Elektronik

Seluruh wajib pajak badan bakal diwajibkan untuk melaporkan SPT secara elektronik menggunakan coretax administration system pada tahun depan.

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan wajib pajak badan bakal siap melaksanakan kewajiban baru ini mengingat coretax akan mempermudah pelaksanaan kewajiban pelaporan SPT.

Pelaporan SPT secara elektronik ini berlaku untuk SPT Tahunan dan SPT Masa. Dalam Pasal 163 ayat (15) PMK 81/2024, bila wajib pajak telah diwajibkan untuk menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik, tetapi wajib pajak bersangkutan tetap menyampaikan SPT dalam bentuk formulir kertas maka DJP tidak akan memberikan bukti penerimaan SPT. (DDTCNews)

Perlu Insentif Nonfiskal untuk Dukung Bisnis Panas Bumi

Pemerintah dinilai perlu memberikan insentif nonfiskal bagi pelaku usaha pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) agar bisnisnya lebih bersaing. Selama ini, insentif fiskal memang sudah banyak diberikan. Namun, hal itu dinilai belum cukup, mengingat pemerintah ada target swasembada energi pada 2028-2029. 

Indonesia bisa mencontoh Turki dalam memberikan insentif nonfiskal bagi PLTP. GM PT Geo Dipa Energi Unit Patuha Rully Husnie Ridwan menyampaikan Turkimemberikan insentif bagi perusahaan yang mengembangkan geotermal dengan skema feed in tariff (FIT). 

FIT memberikan harga di atas harga pasar kepada produsen energi terbarukan. Insenfif ini dinilai memberikan kepastian produk yang dihasilkan pengembang terserap dengan nilai keenomomian yang layak. (Kontan, DDTCNews) (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.