Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) memperbarui tata cara pengecualian pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan (PHTB). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (28/12/2023).
Tata cara pengecualian pembayaran PPh dari PHTB tersebut tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-8/PJ/2023. Dengan peraturan baru tersebut, PER-28/PJ/2009 dan PER-30/PJ/2009 kemudian dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
Dalam PER-8/PJ/2023 ini, tata cara permohonan pengecualian pembayaran PPh PHTB melalui surat keterangan bebas (SKB) diperbarui, terutama dalam hal dokumen yang wajib dilampirkan oleh pemohon SKB.
Contoh, untuk orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan.
Untuk pemohon dengan kriteria tersebut, dokumen yang harus dilampirkan ialah salinan dokumen perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan.
Lalu, untuk orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, dokumen yang harus dilampirkan ialah salinan dokumen yang menunjukkan orang pribadi atau badan bukan merupakan subjek pajak.
Selain mengenai PER-8/PJ/2023, terdapat pula ulasan mengenai pandangan menteri keuangan terkait dengan tax ratio dan tax buoyancy. Ada pula ulasan mengenai rencana DJBC menerapkan CEISA 4.0 tahap ke-7 di 10 KPPBKC.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan menjaga tax buoyancy berada di atas 1. Tax buoyancy merupakan sebuah indikator untuk mengukur respons atau elastisitas penerimaan pajak terhadap kondisi ekonomi yang direfleksikan oleh pertumbuhan ekonomi.
"Momentum [pertumbuhan penerimaan pajak] ini akan terus memperbaiki tax ratio. Buoyancy-nya atau kenaikan dari kenaikan penerimaan pajak ketimbang kenaikan volume ekonomi selalu di atas satu. Itu menyebabkan tax ratio-nya selalu naik," ujarnya.
Sri Mulyani menyatakan tax buoyancy pada 2021 tercatat sebesar 1,94. Kemudian, tax buoyancy pada 2022 sebesar 1,92. Pada tahun ini, tax buoyancy diperkirakan mencapai 1,26. (kontan.co.id)
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menetapkan biaya operasional pemungutan (BOP) atas setiap jenis pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dipungut oleh pemerintah pusat.
BOP atas PBB perkebunan ditetapkan 5,4% dari penerimaan PBB sektor tersebut. Lalu, BOP PBB perhutanan sebesar 5,85% dan BOP PBB sebesar 6,3% diberlakukan atas PBB pertambangan migas, pertambangan panas bumi, pertambangan minerba, dan sektor lainnya.
"BOP adalah biaya yang meliputi kegiatan pemungutan PBB yang dilaksanakan oleh Ditjen Pajak (DJP)," bunyi Pasal 1 angka 4 PMK 142/2023. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menerbitkan keputusan baru terkait dengan penerapan secara penuh (mandatory) CEISA 4.0 tahap ke-7.
KEP-181/BC/2023 menyatakan CEISA 4.0 diterapkan secara mandatory di 10 kantor pengawasan dan pelayanan bea dan cukai (KPPBC). Adapun penerapan CEISA 4.0 ini berlaku untuk layanan impor dan ekspor, ekspor, dan tempat penimbunan berikat (TPB).
"Untuk memberikan kepastian hukum dalam mengimplementasikan CEISA 4.0, diperlukan ketentuan yang menetapkan penerapan secara penuh (mandatory) CEISA 4.0," bunyi salah satu pertimbangan KEP-181/BC/2023. (DDTCNews)
Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan akan mengoptimalkan pengenaan pajak terhadap 100 orang terkaya Indonesia dalam rangka menekan ketimpangan.
Menurut Anies, 100 orang terkaya Indonesia memiliki kekayaan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kekayaan 100 juta orang Indonesia lainnya.
"Ini sebuah gambaran ketimpangan. Jadi, rumus kita adalah membesarkan yang kecil tanpa mengecilkan yang besar," katanya. (DDTCNews, Kompas)
Perlakuan kepabeanan tertentu yang diberikan terhadap Authorized Economic Operator (AEO) kini dibedakan menjadi 2 jenis. Keduanya meliputi perlakuan kepabeanan bersifat umum dan/atau khusus.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 137/2023. Beleid tersebut akan berlaku efektif mulai 11 Januari 2024. Berlakunya PMK 136/2023 ini akan sekaligus mencabut beleid AEO terdahulu, yaitu PMK 227/2014.
"Perlakuan kepabeanan tertentu … berupa perlakuan kepabeanan bersifat umum dan/atau khusus," demikian bunyi Pasal 20 ayat (2) PMK 227/2014. (DDTCNews)