UJI MATERIIL

Ketentuan Pemeriksaan Bukper Digugat ke MK, Begini Respons Pemerintah

Muhamad Wildan
Selasa, 03 Oktober 2023 | 17.00 WIB
Ketentuan Pemeriksaan Bukper Digugat ke MK, Begini Respons Pemerintah

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Hiariej (tengah).

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menilai ketentuan pemeriksaan bukti permulaan (bukper) pada Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP tidaklah bertentangan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sebagaimana yang diujikan oleh pemohon.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Hiariej selaku wakil pemerintah dalam sidang pengujian materiil mengatakan pemeriksaan bukper pada Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP merupakan pengejawantahan dari sunrise dan sunset principle pada ketentuan hukum acara pidana.

"Ini menandakan equality before the law dan protection to human rights. Artinya, di satu sisi kesederajatan antara wajib pajak dan fiskus, di sisi lain dia memberikan perlindungan kepada HAM bila pemeriksaan bukper tidak memenuhi cukup bukti untuk ditingkatkan pada tahap penyidikan," katanya, Selasa (3/10/2023).

Eddy menjelaskan sunrise principle ialah pemeriksaan bukper hanya dilakukan jika memang ada dugaan tindak pidana. Jika bukper memang menjustifikasi adanya suatu tindak pidana, pemeriksaan bukper dapat ditingkatkan ke penyidikan.

Untuk itu, sambungnya, sunrise principle dipandang perlu untuk mencegah terjadinya kerugian keuangan negara secara lebih lanjut.

"Ketika ditingkatkan menjadi penyidikan maka sesegera mungkin dilakukan upaya paksa dalam rangka mencegah kerugian negara lebih lanjut," ujar Eddy.

Sebaliknya, jika bukper menunjukkan pemeriksaan tidak dapat ditingkatkan ke penyidikan maka pemeriksaan harus segera dihentikan. Hal ini dikenal sebagai sunset principle.

"Artinya ada keseimbangan. Jangan sampai pelaku kejahatan di sektor perpajakan lolos, tetapi di sisi lain apabila pemeriksaan bukper tidak cukup maka harus segera dihentikan dalam rangka protection of human rights," tutur Eddy.

Lebih lanjut, Eddy menuturkan pemeriksaan bukper dalam Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP memiliki kedudukan yang sama dengan penyelidikan.

Oleh karena pemeriksaan bukper itu ekuivalen dengan penyelidikan, lanjutnya, pemeriksaan bukper tidak dapat dijadikan objek praperadilan.

Dia juga menambahkan bahwa peraturan menteri keuangan (PMK) terkait dengan pemeriksaan bukper hanya bersifat teknis administratif. Dengan demikian, Eddy mengatakan upaya-upaya paksa seperti penggeledahan dan penyitaan tidak ada di PMK.

"Kita tahu persis sistem peradilan pidana itu mengenal asas keresmian. Kita tidak menggunakan istilah penggeledahan atau penyitaan di dalam PMK. Kita menghindari istilah-istilah yang bersifat subpoena untuk menandakan ini seolah-olah bersifat pro justitia," tutur Eddy.

Sebagai informasi, pengujian materiil atas Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP diajukan oleh pemohon bernama Surianingsih dan PT Putra Indah Jaya melalui kuasa hukumnya yakni Cuaca Teger dan Shinta Donna Tarigan.

Dalam petitum, pemohon meminta kepada majelis hakim MK untuk menyatakan frasa pemeriksaan bukper sebelum penyidikan pada Pasal 43A ayat (1) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Frasa pemeriksaan bukper sebelum penyidikan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai terhadap tindakan-tindakan pemeriksaan bukper tindak pidana perpajakan, yaitu: ...dapat diajukan upaya hukum praperadilan ke pengadilan negeri.

Tindakan pemeriksaan bukper yang dimaksud adalah meminjam atau memeriksa dokumen wajib pajak, mengakses data yang dikelola secara elektronik, memasuki atau memeriksa tempat tertentu yang diduga menjadi tempat penyimpanan dokumen, dan menyegel tempat ataupun barang tertentu.

Selanjutnya, pemohon juga memohon MK menyatakan frasa tata cara pemeriksaan bukper tindak pidana di bidang perpajakan pada Pasal 43A ayat (4) UU KUP bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai hanya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat teknis administratif dan bukan pembatasan dan/atau perluasan hak dan kewajiban warga negara. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.