Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan pajak karbon baru akan diimplementasikan oleh pemerintah pada 2026.
Menurut Airlangga, pajak karbon dipertimbangkan untuk mulai berlaku 2026 mengingat Uni Eropa juga baru akan menerapkan carbon border adjustment mechanism (CBAM) pada 2026.
"Uni Eropa akan menerapkan CBAM pada tahun 2026, 2024 mereka akan sosialisasi. Artinya industri kita harus siap untuk menjadi industri yang basis energinya hijau," katanya, dikutip pada Rabu (27/9/2023).
Menurut Airlangga, pajak karbon perlu diterapkan mengingat bila tidak dikenakan maka komoditas ekspor Indonesia akan dikenai pajak yang sejenis oleh negara lain.
"Daripada dikenakan di negara lain kan mending di dalam negeri," ujarnya.
Airlangga menambahkan bahwa pajak karbon dan perdagangan unit karbon lewat bursa karbon juga akan saling melengkapi.
"Pajak karbon itu hanya complementary ke situ [bursa karbon]. Jadi kalau dia tidak diperdagangkan di dalam bursa, baru dicarikan melalui karbon," tuturnya.
Sebagai informasi, pemerintah sesungguhnya sudah bisa mengenakan pajak karbon. Pengenaan pajak tersebut sudah diakomodasi oleh UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
UU HPP bahkan menyatakan pajak karbon sudah mulai berlaku pada 1 April 2022. Namun, PMK terkait dengan pajak karbon tidak kunjung diterbitkan oleh Kementerian Keuangan sampai dengan hari ini.
Sementara itu, Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Ditjen Pajak (DJP) Ihsan Priyawibawa menuturkan kebijakan pajak karbon memang perlu disusun secara hati-hati.
"Dari sisi regulasi, DJP dan BKF sudah menyusun sebenarnya yang terkait dengan implementasi dari carbon tax ini," katanya, dikutip pada Selasa (26/9/2023). (rig)