BERITA PAJAK HARI INI

Terkait Wajib Pajak Prominen, DJP Tinjau Ulang Organisasi Kanwil Ini

Redaksi DDTCNews
Selasa, 26 September 2023 | 09.26 WIB
Terkait Wajib Pajak Prominen, DJP Tinjau Ulang Organisasi Kanwil Ini

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) masih mengevaluasi organisasi KPP serta Kanwil Wajib Pajak Besar (Large Tax Office/LTO) dan Kanwil Khusus. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (26/9/2023).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan reorganisasi unit vertikal dijalankan agar mendapatkan model kantor yang efektif dan efisien untuk melakukan tugas serta fungsi DJP. Pada 2021, DJP juga sudah melakukan reorganisasi KPP Pratama dan KPP Madya.

“Kami akan me-refine lagi KPP dan Kanwil Wajib Pajak Besar dan Kanwil Khusus. Apakah modus operandinya akan sama … atau mungkin kita streamline menjadi kanwil ataupun KPP yang lebih fokus untuk melakukan administrasi perpajakan kepada wajib pajak yang prominen,” ujarnya.

Seperti diketahui, dengan adanya reorganisasi instansi unit vertikal DJP pada 2021, sebanyak 24 KPP Pratama dihentikan operasinya dan bergabung ke 24 KPP Pratama lain. Lalu, sebanyak 9 unit kerja – berupa 1 Kanwil, 5 KPP Pratama, dan 3 KP2KP – berubah nama. Selain itu, ada 18 KPP Madya baru.

Selain reorganisasi unit vertikal DJP, ada pula ulasan terkait dengan terbitnya peraturan baru tentang pelaksanaan dan pertanggungjawaban atas pajak ditanggung pemerintah (DTP). Kemudian, ada ulasan tentang stress test APBN.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

KPP Khusus dan KPP Wajib Pajak Besar

Melalui PMK 184/2020, pemerintah memperjelas dan memerinci jenis KPP, terutama KPP Khusus dan KPP Madya. Beleid ini menyegmentasikan KPP menjadi 4, yaitu KPP Wajib Pajak Besar, KPP Khusus, KPP Madya, dan KPP Pratama. Simak ‘Ini Jumlah Kanwil, KPP, dan KP2KP Ditjen Pajak Sekarang’.

KPP Wajib Pajak Besar terdiri atas KPP Wajib Pajak Besar Satu hingga KPP Wajib Pajak Besar Empat. Sementara itu, KPP Khusus terdiri atas KPP Penanaman Modal Asing Satu hingga Enam, KPP Badan dan Orang Asing, KPP Minyak dan Gas Bumi, dan KPP Perusahaan Masuk Bursa. (DDTCNews)

Berbasis Kewilayahan

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pada saat ini struktur organisasi dibentuk berdasarkan pada fungsi. Selain itu, organisasi yang ada sudah berbasis kewilayahan. Pada tiap KPP Pratama, sambungnya, ada sekitar 1 atau 2 seksi yang bergerak di wilayah operasinya.

“Tujuannya, pertama, mengumpulkan data dan informasi. Kedua, mengawasi wajib pajak yang ada di masing-masing wilayah tersebut,” ujar Suryo. (DDTCNews)

Pajak Ditanggung Pemerintah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperbarui mekanisme pertanggungjawaban atas pajak DTP. Mekanisme itu tertuang dalam PMK 92/2023. Ketentuan pertanggungjawaban pajak DTP diperbarui agar dapat ditatausahakan dan dikelola secara lebih tertib dan transparan.

"Agar pajak DTP dapat ditatausahakan dan dikelola secara lebih tertib dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, ... perlu mengganti PMK 228/2010 s.t.d.t.d PMK 237/2011," demikian bunyi salah satu pertimbangan PMK 92/2023.

Adapun belanja subsidi insentif pajak DTP yang diatur dalam PMK 92/2023 mencakup 3 jenis pajak. Ketiganya adalah pajak penghasilan (PPh) DTP, pajak pertambahan nilai (PPN) DTP, dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) DTP. (DDTCNews)

Stress Test APBN

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF Kemenkeu Abdurohman mengatakan stress test APBN biasa dilakukan ketika terjadi pergerakan yang signifikan dari sisi asumsi makro. Pasalnya, pergerakan tersebut dapat memengaruhi APBN secara keseluruhan.

"Kalau ada pergerakan cukup signifikan, Bu Menkeu [Sri Mulyani] akan meminta kami melakukan semacam exercise dari bermacam-macam skenario yang akan kita lakukan antisipasi dari sisi kebijakan," katanya.

Abdurohman mengatakan Kemenkeu melakukan stress test APBN untuk membuat berbagai skenario kebijakan dalam menghadapi pergerakan ekonomi. Misalnya, dalam situasi saat ini, stress test APBN bisa dilakukan untuk merespons volatilitas harga minyak global. (DDTCNews)

Pengawasan dan Pemeriksaan Pajak

Adanya komite kepatuhan dan compliance risk management (CRM) dinilai akan meningkatkan kualitas pengawasan dan pemeriksaan oleh DJP. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pengawasan dan pemeriksaan tidak dilakukan secara sporadis.

“Betul-betul terukur, terdaftar, dan memiliki massa untuk dapat dilaksanakan sebaik-baiknya," ujar Suryo. (DDTCNews)

Realisasi Pemberian Insentif Kepabeanan

Kementerian Keuangan mencatat realisasi pemberian insentif kepabeanan hingga Agustus 2023 mencapai Rp20,13 triliun. Nilai tersebut tercatat turun 14,6% dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu senilai Rp23,57 triliun.

"Kami melihat Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) memberikan dukungan terhadap berbagai fasilitas untuk kawasan berikat dan kemudahan impor untuk tujuan ekspor," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (DDTCNews)

Penerbitan SP2DK

DJP menyatakan KPP tidak bisa menerbitkan surat permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan (SP2DK) kepada wajib pajak tanpa berdasarkan data dari kantor pusat. Kehadiran komite kepatuhan membuat SP2DK hanya bisa diterbitkan berdasarkan data dari Kantor Pusat DJP.

"Jadi, tidak boleh sewenang-wenang. Sekarang sistemnya enggak boleh data kami nyari. Jadi, data di-drop dari kantor pusat. Sebelum kami ke wajib pajak, kami kumpul dulu ke komite kepatuhan, layak tidak ini SP2DK?" ujar Kasubdit Kepatuhan Internal Direktorat Kepatuhan Internal dan Sumber Daya Aparatur (KITSDA) DJP Hatipah Haroen Al Rasjid. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.