Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyebut terdapat mekanisme kepabeanan terhadap impor barang kiriman yang perlu dipahami masyarakat, terutama ketika berbelanja online dari luar negeri.
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan DJBC Hatta Wardhana mengatakan mekanisme impor barang kiriman dilaksanakan berdasarkan PMK 199/2019. Barang kiriman merupakan barang yang dikirim melalui penyelenggara pos, baik yang ditunjuk maupun perusahaan jasa titipan (PJT).
"Bea Cukai memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan pabean berupa pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen atas barang kiriman," katanya, dikutip pada Rabu (17/5/2023).
Berdasarkan PMK 199/2019, lanjut Hatta, terdapat beberapa mekanisme pengenaan bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) dalam prosedur impor barang kiriman.
Pungutan bea masuk tidak dikenakan terhadap barang kiriman dengan nilai barang maksimal US$3. Pungutan bea masuk sebesar 7,5% baru akan dikenakan terhadap barang kiriman dengan nilai US$3 hingga US$1.500,00.
Sementara itu, barang kiriman yang bernilai di atas US$1.500 dikenakan tarif sesuai dengan buku tarif kepabeanan Indonesia (BTKI). Bea masuk juga dikenakan terhadap barang dengan ketentuan tertentu seperti tekstil, tas, sepatu, dan buku.
Selain bea masuk, barang kiriman juga dikenakan PDRI. PDRI dapat berupa PPN sebesar 11%, PPh untuk barang kiriman dengan nilai lebih dari US$1.500 dan barang dengan ketentuan tertentu, serta PPnBM dengan tarif 10% hingga 200%.
Dalam pelaksanaannya, barang kiriman akan dilakukan pemeriksaan fisik barang menggunakan alat pemindai elektronik atau oleh pejabat bea cukai yang menangani barang kiriman.
Pemeriksaan oleh pejabat bea cukai dilakukan apabila terdapat ketidaksesuaian jumlah atau jenis barang dengan dokumen consignment note atau pada kantor pabean tidak tersedia alat pemindai elektronik. Pemeriksaan fisik juga harus disaksikan petugas penyelenggara pos.
Hatta menegaskan masyarakat juga memiliki hak untuk mengajukan keberatan terhadap penetapan tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk yang ditetapkan oleh pejabat bea cukai.
Dalam hal ini, masyarakat dapat mengajukan keberatan dengan menyampaikan surat permohonan, identitas, consignment note/airway bill (CN/AWB), surat penetapan, invoice, dan surat keterangan.
"Penerima barang dapat mengajukan keberatan terhadap pejabat bea cukai apabila hasil pemeriksaan pabean yang ditetapkan dirasa tidak sesuai seperti penetapan tarif pungutan atau penetapan sanksi administrasi berupa denda," ujarnya.
Barang kiriman dari luar negeri juga bisa ditelusuri melalui www.beacukai.go.id/barangkiriman. Penerima barang cukup memasukkan nomor tracking berupa nomor airway bill (AWB), resi, atau barang, serta menginputkan keycode yang tertera pada laman tersebut.
Apabila pada saat melakukan submit hasil pencarian tidak ditemukan, artinya penerima barang perlu memperhatikan beberapa kemungkinan di antaranya barang belum tiba di Indonesia, barang sudah tiba di Indonesia tetapi belum dilaporkan ke DJBC oleh penyelenggara pos, atau barang memang tidak pernah ada.
Apabila status barang berupa Dokumen Diterima untuk Diproses Bea Cukai, artinya dokumen barang sudah masuk ke sistem DJBC, tetapi masih perlu dilakukan validasi. Jika statusnya Selesai Validasi Sistem Bea Cukai, artinya dokumen barang sudah selesai divalidasi oleh sistem DJBC.
Bila status barang Penetapan SPPBMCP Menunggu Penyiapan Barang oleh Penyelenggara Pos/PJT untuk Dilakukan Pemindai (X-ray) atau Manifes, artinya pungutan negara sudah ditetapkan sesuai data yang dilampirkan, tetapi masih memerlukan pengecekan lebih lanjut melalui alat pemindai atau X-ray.
"Demi mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, kami mengimbau kepada masyarakat untuk dapat menaati peraturan terkait barang kiriman," jelas Hatta. (rig)