Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta hingga 25 September 2019 telah menindak 422 kasus pelanggaran terhadap para pelaku jasa titip (jastip).
Melalui penindakan tersebut, Kantor Bea Cukai Soekarno-Hatta mampu menyelamatkan hak negara hampir Rp4 miliar. Penindakan yang dilakukan, misalnya, terhadap pelaku yang menggunakan modus memecah barang pesanan jastip kepada orang dalam rombongannya (splitting).
“Dari 422 kasus penindakan, penerbangan yang paling sering digunakan pelaku jastip antara lain berasal dari Bangkok, Singapura, Hongkong, Guangzhou, Abu Dhabi, dan Australia,” demikian kutipan pernyataan dalam laporan APBN Kita, Rabu (19/11/2019)
Lebih lanjut, 75% kasus jastip didominasi oleh barang berupa pakaian, berikutnya kosmetik, tas, sepatu, dan barang bernilai tinggi lainnya. Adapun beberapa modus yang umumnya digunakan antara lain memakai skema splitting, memanfaatkan kurir, dan melalui barang kiriman.
Modus splitting masih menjadi metode yang kerap digunakan para penyedia jastip. Modus ini untuk mengakali batas nilai pembebasan semnilai US$500 (setara dengan Rp7 juta) per penumpang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.203/PMK.04/2017.
Keberhasilan petugas dalam mengendus modus splitting barang jastip diawali dari informasi masyarakat dan ditindaklanjuti dengan melakukan analisis. Kemudian, langkah lanjutannya adalah penindakan terhadap penumpang yang telah dicurigai.
Modus splitting juga acap kali masih digunakan pada barang kiriman. Pasalnya, masih terdapat oknum pedagang yang memanfaatkan nilai pembebasan barang kiriman dengan cara memecah barang menjadi beberapa pengiriman dalam hari yang sama dengan jumlah sangat ekstrim.
Selanjutnya, jika ditemukan pelanggaran oleh petugas Bea Cukai maka batas nilai pembebasan tidak berlaku. Selain itu, pelaku jastip juga diminta untuk membuat Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) dan membayar kewajiban berupa bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Kemudian, jika pelaku jastip ternyata tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) maka petugas akan memintanya untuk membuat NPWP. Hal tersebut ditujukan agar data pelaku juga dapat ditindaklanjuti oleh Ditjen Pajak (DJP). Simak infografis 'Fenomena Jastip dan Aspek Perpajakannya' di sini.
Di sisi lain, bea cukai sejak Otober 2018 lalu telah menerapkan program anti-splitting melalui PMK No.112/ PMK.04/2018. Melalui program ini, terdapat 72.592 dokumen pengiriman barang (consignment notes/CN) yang berhasil dijaring pada 2018 dengan nilai mencapai Rp4 miliar.
Sampai dengan September 2019, nilai tersebut mengalami kenaikan hingga mencapai 140.863 CN dengan nilai penerimaan mencapai Rp28,05 miliar. Sebagian besar barang yang terjaring antara lain barang dari kulit, arloji, sepatu, aksesoris pakaian, part elektronik, dan telepon genggam.
Adapun program anti-splitting ini berupa sistem komputer pelayanan yang dapat mengenali secara otomatis nama penerima barang yang mencoba memanfaatkan celah pembebasan bea masuk dan pajak impor.
Oleh karena itu, Bea Cukai mengimbau masyarakat agar selalu memenuhi ketentuan yang berlaku. Misalnya dengan memberikan keterangan sebenar-benarnya atas barang bawaan atau barang kiriman yang dimasukkan ke Indonesia. (kaw)