JAKARTA, DDTCNews – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak bersiap untuk merombak aturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.229/PMK.03/2014. tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Kuasa. Hal ini sebagai respons atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperluas makna pihak-pihak yang bisa menjadi kuasa wajib pajak.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kasubdit Bantuan Hukum Ditjen Pajak Sigit Danang Joyo. Menurutnya, revisi ini diperlukan agar tidak terjadi multitafsir dalam penerapan di lapangan pasca putusan MK.
"Kita hormati putusan MK dan untuk menghindari terjadinya masalah di lapangan kita tengah melakukan revisi aturan dengan relaksasi PMK 229," katanya dalam diskusi Hukumonline soal kuasa wajib pajak, Senin (14/5).
Sigit menjelaskan revisi ini diperlukan agar terciptanya kesamaan tafsir atas putusan MK antara fiskus dan wajib pajak. Karena itu, mengakomodir Peraturan Pemerintah No.74/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan menjadi pilihan yang akan dilakukan otoritas pajak.
"Revisi PMK itu nanti ruhnya ada dalam PP No.74, jadi yang mewakili wajb pajak hanya dua yakni konsultan dan non-konsultan," terangnya.
Namun, Sigit belum akan memberikan kepastian kapan revisi PMK 229 akan dirilis. Satu yang pasti, saat ini revisi itu sudah masuk tahap finaliasasi dan dia menjamin akan segera dirilis dalam waktu dekat.
"Secepatnya, saat ini sedang disusun untuk diserahkan kepada menteri keuangan," katanya singkat.
Seperti yang diketahui, MK mengabulkan sebagian permohonan terkait pengujian Pasal 32 ayat (3a) UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang syarat dan pelaksanaannya diatur Menteri Keuangan.
Putusan MK No. 63/PUU-XV/2017 itu telah membuka pintu bagi advokat untuk menjadi kuasa hukum wajib pajak yang sebelumnya hanya berlaku bagi konsultan pajak dan pegawai internal wajib pajak seperti diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 229/PMK.03/2014. tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Kuasa.