UTANG NEGARA

Menakar Relasi antara Utang dan Ongkos Infrastruktur

Redaksi DDTCNews
Rabu, 21 Maret 2018 | 15.40 WIB
Menakar Relasi antara Utang dan Ongkos Infrastruktur

JAKARTA, DDTCNews – Kemarin, Selasa (20/3), Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan utang yang dilakukan oleh pemerintah tidak lain untuk kepentingan pembiayaan infrastruktur. Jaminan diberikan bahwasanya utang dialokasikan untuk sektor-sektor produktif yang akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Namun, data berbeda ditunjukan dalam kajian Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) perihal penggunaan dana pinjaman untuk ongkos infrastruktur. Dalam hal ini, justru alokasi dana sektor non-produktif yang naik dalam beberapa tahun terakhir.

Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus menjabarkan jika berdasarkan komposisi belanja pemerintah selama periode 2014-2017, porsi belanja subsidi pemerintah yang berkurang, banyak dialihkan ke belanja barang dan pegawai ketimbang belanja modal yang didalamnya terdapat alokasi infrastruktur. 

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, porsi belanja subsidi mencapai 32,57% dari total belanja pemerintah pada 2014.  Kemudian belanja pegawai 20,25%, belanja barang 14,67%  dan belanja modal 12,24%. 

"Tahun 2017, porsi belanja subsidi hanya 12,17%. Sedangkan, porsi belanja pegawai naik menjadi 26,25%, belanja barang naik menjadi 23,7%. Sementara, belanja modal hanya naik menjadi 15,25%," katanya, Rabu (21/3).

Berdasarkan data tersebut, lalu ke mana aliran utang pemerintah dalam struktur APBN? Pengamat Ekonomi Faisal Basri menyatakan penggunaan uang dari utang tidak sepenuhnya mengalir ke sektor infrastruktur.

Dari data di atas maka alokasi dana utang juga mengalir ke sektor belanja pegawai dan belanja barang yang sudah pasti non-produktif. Sementara untuk ongkos pembiayaan infrastruktur sebagian dibebankan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Terbukti bahwa utang itu relatif kecil hubungannya dengan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur yang berutang bukan APBN, tapi BUMN-BUMN itu," paparnya.

Faisal kemudian mencontohkan proyek LRT yang faktanya hanya memakai dana sebesar Rp1,6 triliun dari APBN, selebihnya dibebankan kepada PT Adhi Karya selaku kontraktor. Adapula Hutama Karya juga diminta berutang untuk membiayai pembangunan Jalan Tol Sumatera. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.