PORT LOUIS, DDTCNews – Pada 16 Desember lalu, Komisi Jasa Keuangan Mauritius (FSC) dan Lembaga Promosi Jasa Keuangan (FSPA) mengecam Oxfam policy paper yang menyatakan bahwa negara Mauritius sebagai surga pajak atau dikenal dengan nama tax haven.
FSC dan FSPA mengatakan hal tersebut tidak memiliki dasar yang kuat untuk mengklaim bahwa Mauritius sebagai negara tax haven. Pasalnya, Mauritius telah mengadopsi semua standar perpajakan yang telah diakui secara internasional dan juga turut menerapkan kebijakan transparansi dan pertukaran informasi.
“Mauritius telah berkomitmen untuk pelaksanaan awal pelaporan standar umum dalam pertukaran informasi keuangan secara otomatis, seperti yang dikembangkan oleh OECD. Tidak hanya itu, pada Juni 2015 lalu, Mauritius juga menandatangani Konvensi Multilateral tentang Bantuan Administratif Timbal Balik dalam Masalah Pajak dari OECD,” ungkap pernyataan FSC.
FSC juga mencatat Mauritius adalah negara Afrika pertama yang menandatangi perjanjian antar pemerintah dengan Amerika Serikat untuk mengimplementasi pelaksanaan Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA).
Selain itu, seperti dilansir dalam tax-news.com, Senin (26/12), baru-baru ini Mauritius telah berkomitmen untuk melaksanakan Aksi BEPS OECD dan berinisiatif untuk melakukan pertukaran informasi mengenai beneficial ownership.
FSC dan FSPA menambahkan Mauritius tetap menjadi anggota aktif dari Grup Anti Pencucian Uang, yang tujuannya adalah untuk memerangi pencucian uang di Afrika Timur dan Afrika Selatan dengan mengimplementasikan rekomendasi Financial Action Task Force.
“Dengan demikian, Mauritius selalu berada di garis depan dalam perang melawan penggelapan pajak internasional dan tindakan malpraktik lainnya,” tandas FSC.
FSC dan FSPA menegaskan rezim fiskal di Mauritius kiini telah didukung oleh sistem yang transparan. Tidak hanya itu, saat ini Mauritius juga menyediakan kesempatan yang sama dan bracket pajak yang kompetitif untuk bisnis dan individu pada tarif 15%. (Amu)