Perdana Menteri baru Jepang Yoshihide Suga. (foto: AFP)
TOKYO, DDTCNews—Yoshihide Suga akhirnya terpilih sebagai perdana menteri (PM) baru Jepang setelah mengalahkan dua calon lainnya yaitu mantan menteri luar negeri Fumio Kishida dan mantan menteri pertahanan Shigeru Ishiba.
Suga yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Kabinet Jepang di bawah kepemimpinan Shinzo Abe mengatakan berkomitmen melanjutkan kebijakan ekonomi Abe atau Abenomics, termasuk dalam hal kebijakan perpajakan.
Salah satu kebijakan yang akan dilanjutkan Suga di antaranya mengenakan PPN sebesar 10% yang banyak ditentang bahkan oleh partai petahana, Liberal Democratic Party (LDP) karena dinilai membebani masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
"Peningkatan tarif PPN diperlukan untuk menjaga penerimaan negara dan mendukung belanja pendidikan," ujar Suga sebagaimana diberitakan Business Times dikutip Selasa (15/9/2020).
Suga menambahkan tarif PPN sebesar 10% akan dipertahankan setidaknya hingga 10 tahun mendatang. PPN, lanjutnya, sangat penting untuk mendukung penerimaan negara di tengah populasi Jepang yang makin menua dan tidak produktif.
Sebagai komitmen atas keberlanjutan Abenomics, Suga juga akan mempertahankan kebijakan pelonggaran moneter dan akan melanjutkan peningkatan belanja pemerintah, serta reformasi struktural.
Untuk diketahui, Suga terpilih sebagai PM Jepang dengan dukungan yang sangat besar. Dari 534 anggota LDP, 377 anggota di antaranya memilih Suga. Sementara itu, Kishida dan Ishiba yang masing-masing hanya mendapatkan 89 dan 68 suara.
Suga dikenal sebagai figur yang gila kerja. Selama 8 tahun menjadi tangan kanan Abe, Suga selalu bangun pukul 5.00 pagi, bekerja pukul 9.00 pagi, dan meninggalkan kantornya pada pukul 6.45 malam.
Setelah meninggalkan kantor, Suga kerap makan malam dengan politisi dan akademisi Jepang untuk mendiskusikan kebijakan. Tak jarang, Suga justru memilih tidur di asrama pemerintah yang terletak dekat dengan kantornya.
Sementara itu, Profesor ilmu politik dari Universitas Waseda, Etsushi Tanifuji, memandang Suga sebagai figur problem-solver, bukan figur yang memiliki visi besar atas Jepang ke depan.
"Seorang pemimpin perlu memiliki ideologi yang membimbingnya untuk menentukan arah kebijakan ke depan, Suga bukanlah politisi yang seperti itu," ujar Tanifuji seperti dikutip dari kyodonews. (rig)