Bendera Uni Eropa.
BRUSSELS, DDTCNews - Uni Eropa mempertimbangkan untuk mengaktifkan instrumen khusus bernama anti coercion instrument (ACI) guna membalas penerapan bea masuk resiprokal oleh Amerika Serikat (AS).
Dengan ACI tersebut, Uni Eropa bisa memberlakukan retaliasi yang tidak hanya menyasar barang impor dari AS, tetapi juga sektor jasa dan perbankan AS.
"Menggunakan ACI adalah pilihan terakhir, tetapi kami tetap memiliki instrumen tersebut," kata anggota Parlemen Eropa Bernd Lange, dikutip pada Selasa (8/4/2025).
Lange menjelaskan Uni Eropa bisa menerapkan kebijakan khusus yang menyasar perusahaan multinasional digital AS dengan ACI tersebut. Adapun, penerapan ACI tersebut juga didukung oleh Jerman, Austria, dan Prancis.
"Kami tidak mengecualikan setiap opsi yang ada. Kita harus mempertimbangkan perangkat yang tersedia," ujar Menteri Perdagangan Prancis Laurent Saint-Martin seperti dilansir france24.com.
Meski demikian, terdapat beberapa negara anggota Uni Eropa yang enggan berkonfrontasi secara langsung dengan AS. Sikap ini muncul utamanya dari negara-negara dengan hubungan ekonomi yang erat dengan AS.
Misal, Irlandia meminta Uni Eropa untuk tidak mengeskalasi ketegangan dengan AS. Irlandia sendiri merupakan negara yang amat bergantung pada investasi sektor farmasi dan teknologi AS.
"Membidik sektor jasa AS akan menimbulkan eskalasi yang luar bisa. Kita seharusnya berupaya untuk melakukan deeskalasi," tutur Menteri Perdagangan Irlandia Simon Harris.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Spanyol Carlos Cuerpo menilai Uni Eropa harus mengambil upaya untuk meredakan konflik. Hal yang sama juga disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri Italia Antonio Tajani. Menurutnya, Uni Eropa harus mencegah hal-hal yang merugikan AS dan Eropa.
Sebagai informasi, AS memutuskan mengenakan bea masuk resiprokal sebesar 20% atas barang yang diimpor dari Uni Eropa. Bea masuk resiprokal berlaku mulai 9 April 2025. Adapun barang-barang lain seperti baja, aluminium, dan mobil Uni Eropa telah dikenai bea masuk sebesar 25%. (rig)