Ilustrasi.
HANOI, DDTCNews - Pengusaha Vietnam khawatir rencana pengenaan cukai atas game online bakal menurunkan minat konsumsi masyarakat.
Direktur Pusat Bisnis Internasional pada Gosu Corporation Duong Truong Minh mengatakan semua game online yang terdaftar akan terpengaruh secara langsung jika produk ini dikenakan cukai. Menurutnya, pengenaan cukai juga pada akhirnya bakal berdampak buruk bagi perkembangan bisnis game online di negara tersebut.
"Penerapan cukai akan menaikkan harga produk game sehingga mengurangi jumlah konsumen dan penjualannya," katanya, dikutip pada Rabu (26/4/2023).
Kementerian Keuangan saat ini sedang mengumpulkan masukan dari masyarakat mengenai rencana revisi UU Pajak Konsumsi Khusus. Melalui revisi ini, pemerintah ingin memasukkan video game online sebagai objek cukai.
Minh mengatakan pengenaan cukai juga akan membuat game online legal makin sulit bersaing dengan produk ilegal, terutama dari luar negeri. Pasalnya, konsumen biasanya akan mencari produk alternatif apabila game online yang tersedia di dalam negeri mengalami kenaikan harga.
Menurutnya, dampak pengenaan cukai bakal menyebabkan kerugian serius bagi produsen dan penerbit game yang legal.
"Sementara itu, bisnis game online asing yang tidak terdaftar dan tidak membayar pajak atau mematuhi undang-undang Vietnam tidak dikenai pembatasan apapun," ujarnya.
Otoritas Penyiaran dan Informasi Elektronik Kementerian Informasi dan Komunikasi mencatat hingga November 2022 ada 248 perusahaan yang memiliki lisensi untuk menyediakan layanan game online. Angka tersebut termasuk 54 perusahaan yang telah berhenti beroperasi atau izinnya dicabut.
Sementara itu, game online yang disetujui ada 1.327, terdiri atas 856 game yang saat ini beredar dan 471 game yang telah diumumkan dihentikan.
Meski demikian, industri game di Vietnam tergolong memiliki pendapatan dan keuntungan yang rendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Menurut Newzoo, pada 2022, Indonesia memimpin dengan pendapatan industri game senilai US$1,8 miliar, diikuti Thailand US$1,1 miliar, Malaysia US$911 juta, Vietnam US$782 juta, dan Singapura US$511 juta.
Wakil Ketua Asosiasi Perangkat Lunak dan Layanan Teknologi Informasi Vietnam Le Xuan Hoa menilai perusahaan game di Vietnam menghadapi kecenderungan menyusut karena game berlisensi kalah bersaing dengan produk serupa yang tidak berlisensi atau bajakan.
Dia menyebut banyak perusahaan game Vietnam telah mendirikan dan beroperasi dengan sukses di luar negeri, seperti Singapura, sehingga sumber daya di dalam negeri makin terkuras.
"Alasan dasar yang teridentifikasi adalah kebijakan pajak dan insentif yang lebih baik di Singapura," ujarnya dilansir vietnamnet.vn. (sap)