INGGRIS

Mencermati Isu Pajak di Tangan Kandidat PM Inggris

Redaksi DDTCNews
Rabu, 12 Juni 2019 | 13.56 WIB
Mencermati Isu Pajak di Tangan Kandidat PM Inggris

Kandidat PM Inggris (Foto: Slate.com)

JAKARTA, DDTCNewsā€”Mundurnya Theresa May sebagai Perdana Menteri sekaligus Pemimpin Partai Konservatif Inggris, Jumat (7/6/2019), akibat kegagalannya menyelesaikan proses keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) telah menaikkan tensi politik di Inggris.

Sejumlah kandidat pengganti pun bermunculan. Dari 11 kandidat yang tercatat, seperti dilansir theguardian.com, semua bertekad mempercepat pekerjaan rumah May yaitu Brexit, sebagai amanat referendum tahun 2016, di mana 52% warga Inggris memilih berpisah dari Uni Eropa.

Namun yang menarik, sejumlah kandidat itu juga memiliki program tambahan yang mirip selain Brexit, yaitu penurunan pajak. Lalu, apa yang membedakan para kandidat itu dalam program penurunan pajaknya? Apa saja konsekuensi dari kebijakan pajaknya itu? Berikut ulasannya:

Boris Johnson

Programnya menaikkan ambang batas pajak penghasilan (PPh) dari semula Ā£50.000 ke Ā£80.000. Langkah ini akan memangkas tagihan pajak 3 juta pekerja berpenghasilan lebih dari Ā£50.000 per tahun. Menurut Resolution Foundation, sebanyak 83% dari keuntungan akan masuk ke 10% rumah tangga teratas.

Namun, Johnson percaya lebih banyak orang Inggris kini membayar tingkat pajak lebih tinggi dari yang secara historis terjadi, yaitu 18% pembayar pajak saat ini dibanding 6% pada 1990. Hal ini terjadi karena hambatan fiskal, kondisi ketika ambang batas pajak tidak diangkat secepat saat upah naik.

Rencana mantan Menteri Luar Negeri dan Wali Kota London ini akan menelan ongkos Ā£9,6 miliar per tahun. Namun, ia mengatakan biaya tersebut dapat didanai dari ruang fiskal sebesar Ā£26,6 miliar yang telah disisihkan oleh Menkeu Philip Hammond jika tidak ada kesepakatan Brexit.

Jeremy Hunt

Programnya memangkas PPh badan dari 19% menjadi 12,5%. Kebijakan ini mengikuti pola sejak Partai Konservatif memerintah pada 2010. Padahal, Inggris sudah punya tarif PPh yang terendah di negara maju, jauh di bawah AS bahkan setelah Trump memangkas PPh-nya menjadi 21% dari 35%.

Manteri Luar Negeri ini yakin dengan pengurangan PPh badan, perusahaan dapat menggunakan uang tunai ekstra untuk berinvestasi, mempekerjakan lebih banyak staf atau meningkatkan upah pekerja. Dengan demikian, perekonomian akan bergerak, dan perlahan akan menambah penerimaan pajak.

Namun, meski ada pemangkasan tarif PPh sejak 2010 dari semula 28%, investasi di Inggris masih tertinggal dengan upah yang turun. Pemangkasan PPh badan juga mahal akibat susutnya penerimaan negara. Resolution Foundation mencatat pengurangan pajak itu bakal menelan Ā£13 miliar.

Dominic Raab

Programnya memangkas tarif PPh orang pribadi (OP) dari 20% menjadi 15%. Lebih dari 25 juta warga Inggris saat ini membayar tarif PPh OP yang berlaku pada pembayaran di atas tunjangan bebas pajak Ā£12.500. Kebijakan ini tentu populis untuk warga kebanyakan.

Mantan Menteri Urusan Brexit ini yakin dengan pemangkasan tarif PPh OP tersebut, orang-orang itu terutama yang berasal dari kalangan menengah ke bawah akan memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan.

Meskipun langkah-langkah tersebut diakui dapat membantu rumah tangga berpendapatan rendah, perubahan itu akan datang dengan ongkos yang signifikan: Resolution Resolution memperkirakan ada potensi pajak yang hilang sebanyak Ā£32 miliar.

Sajid Javid

Programnya memangkas 45% pajak tambahan tarif PPh di atas Ā£ 150.000, terbuka dengan penurunan tarif dasar. Menteri Dalam Negeri ini percaya pemangkasan itu akan meningkatkan ekonomi. Namun, menghapuskan tarif yang lebih tinggi akan menguntungkan 1% dan 2% pembayar pajak teratas saja.

Setelah politisi Partai Buruh Alistair Darling memperkenalkan tarif tambahan 50% untuk melawan defisit anggaran yang membengkak selama krisis keuangan, Menkeu George Osborne pun memotong tarif tersebut menjadi 45% pada 2012, dengan alasan untuk meningkatkan lebih banyak uang.

Osborne mengatakan langkah tersebut menghasilkan Ā£8 miliar tambahan, meskipun para kritisi mengatakan ini terdistorsi oleh orang-orang berpenghasilan tinggi yang menunda membayar pajak untuk mendapatkan keuntungan dari pemotongan itu.

Michael Gove

Programnya mengganti rezim pajak pertambahan nilai (PPN) dengan pajak penjualan gaya AS. Selain reformasi lain untuk tarif PPh badan, Menteri Lingkungan, Pangan dan Perdesaan ini percaya rezim PPN akan membantu meningkatkan investasi, produktivitas, dan upah pekerja di seluruh negeri.

Brexit memungkinkan Inggris menghapus PPN karena sistem tersebut beroperasi berdasarkan aturan Uni Eropa. Namun, saat ini PPN telah menghasilkan Ā£130 miliar, atau 18% dari total penerimaan pajak, dan perubahan ke rezim yang sudah mapan tidak akan mudah diperkenalkan.

Perinciannya juga tidak kalah penting, karena ada PPN untuk barang-barang yang dikecualikan, seperti makanan. Kini, lebih dari 160 negara memakai rezim PPN, tetapi AS tidak melakukannya karena pajak penjualannya ditetapkan di negara bagian, sehingga sulit memperkenalkan skema PPN nasional.

Esther McVey

Programnya merelokasi Ā£7 miliar untuk pendidikan dan polisi. Daripada menawarkan potongan pajak yang besar, mantan Menteri Pekerja dan Pensiun ini mengusulkan pemotongan bantuan luar negeri Ā£7 miliar, yang akan direlokasi ke pendanaan pendidikan Ā£4 miliar dan pendanaan polisi Ā£3 miliar.

Seperti Brexiters lainnya, McVey mengatakan dia tidak akan membayar Ā£39 miliar ke Uni Eropa untuk kesepakatan Brexit, yang ia yakin uang tersebut dapat dipergunakannya secara lebih baik untuk menggerakkan bisnis, termasuk melalui pemangkasan tarif pajak.

Namun, para ekonom mengingatkan bahwa jika McVey meninggalkan UE tanpa kesepakatan, maka dengan sendirinya mantan pembawa berita televisi itu akan merusak pertumbuhan ekonomi Inggris sekaligus meninggalkan lebih sedikit uang di Kementerian Keuangan untuk belanja layanan publik.

Memang, apa yang akan terjadi jika salah satu di antara kandidat itu terpilih sebagai perdana menteri masih belum pasti. Namun, yang pasti, publik Inggris tentu bisa menagih program pajaknya. Lalu, bagaimana dengan kandidat Presiden atau Gubernur di Indonesia? Apakah sejelas dan seterang ini program pajaknya? (Bsi)

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.