Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire.
JAKARTA, DDTCNews – Rencana pengenaan pajak digital Prancis akan dibahas dalam sidang kabinet pada Rabu (6/3/2019) waktu setempat. Pembahasan akan dilakukan sebelum dibawa ke Parlemen dalam waktu dekat.
Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mengatakan akan ada sekitar 30 raksasa internet yang diperkirakan terkena pajak ini. Pajak hingga 5% dari pendapatan digital ini direncanakan mulai berlaku surut per 1 Januari 2019.
“Ini [pajak] untuk membantu memastikan keadilan fiskal,” katanya di Paris pada Minggu (3/3/2019) waktu setempat.
Sebagian besar perusahaan yang akan terkena pajak raksasa digital tersebut memang berasal dari Amerika Serikat. Namun, ada beberapa perusahaan asal China, Jerman, Spanyol, Inggris, dan Prancis yang juga memenuhi kriteria untuk dipajaki.
Prancis berniat untuk memungut pajak dari iklan online yang ditargetkan untuk lokal, marketplace (perantara produsen dan konsumen), dan penjualan data personal. Pajak tidak diarahkan untuk penjualan melalui internet yang langsung ke konsumen seperti Darty, peritel elektronik Prancis.
Dalam proposal pengenaan pajak tersebut, otoritas mencantumkan Google, Amazon, Facebok, dan Apple sebagai target. Tidak mengherankan jika pajak ini dikenal sebagai pajak ‘GAFA’. Namun, ada pula beberapa perusahaan lain seperti Uber, Airbnb, Booking.com dan spesialis periklanan online Criteo.
Bruno menegaskan langkah baru ini tidak akan berbenturan dengan perjanjian pajak antara Prancis dan Amerika Serikat. Dia membahas rencana itu dengan Menteri Keuangan Amerika Serikat Steven Mnuchin saat berkunjung ke Paris pekan lalu.
Seperti diberitakan sebelumnya, pajak akan ditujukan untuk perusahaan dengan pendapatan digital di dunia setidaknya 750 juta euro dan pendapatan Prancis lebih dari 25 juta euro. Pemajakan ini diestimasi akan memberikan tambahan pendapatan negara sekitar 500 juta euro per tahun.
Langkah unilateral Prancis ini muncul sebagai respons banyaknya raksasa teknologi yang memanfaatkan skema penghindaran pajak rumit untuk mengurangi kewajiban di negara Uni Eropa. Pajak yang lebih adil juga menjadi tuntutan utama demonstrasi ‘rompi kuning’ dalam tiga bulan terakhir.
Rencana Uni Eropa untuk memajaki raksasa teknologi terhambat pada Desember 2018. Ini dikarenakan tidak ada persetujuan bulat dari 28 anggota atas proposal (digital services tax/DST) Komisi Eropa. Jerman terlihat ragu, sedangkan negara-negara anggota dengan tarif pajak perusahaan yang rendah seperti Luksemburg dan Irlandia dengan tegas menentang proposal.
Komisi Eropa memperkirakan perusahaan tradisional biasanya membayar sekitar 23% pajak atas laba. Tarif ini lebih tinggi dibandingkan dengan pembayaran perusahaan internet yang hanya 8%-9%. Seperti dilansir DW, ada pula perusahaan digital yang tidak membayar pajak sama sekali. (kaw)