Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Foto: Setkab)
JAKARTA, DDTCNews—Pertengahan Oktober 2018 lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan evaluasi atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
Itu PMK terbaru yang terbit awal April 2018 terkait dengan pengaturan fasilitas tax holiday. Saat itu, Menkeu mengklaim aturan tersebut telah memuat simplifikasi sekaligus evolusi dari dua aturan tax holiday sebelumnya, yaitu PMK 130/2011, PMK 192/2014, dan PMK 159/2015.
“Fasilitas yang diluncurkan tahun 2015 itu, sampai hari ini tidak ada satupun yang dapat. Jadi, kami mulai memikirkan, berarti ada policy yang memang tidak jalan cukup baik. Maka, kami melakukan perubahan yang terakhir yang cukup radikal melalui PMK 35/2018,” kata Sri Mulyani.
Namun, pada bulan berikutnya, akhir November 2018, Menkeu mencabut PMK 35 itu, dan sebagai gantinya merilis PMK No.150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Ada beberapa perbedaan pada kedua PMK tersebut.
Harus diakui, insentif tax holiday yang kali pertama dimulai sejak terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan itu ternyata tak laku di hadapan investor.
Pada 2011, saat Menkeu Agus Martowardojo menerbitkan PMK 130/2011, respons investor sepi-sepi saja. Begitu pula pada 2014, Menkeu M. Chatib Basri merilis PMK 192/2014. Baru setelah Menkeu Bambang Brodjonegoro menerbitkan PMK 159/2015, investor mulai meresponsnya.
Sampai 2017, tercatat 11 perusahaan yang mengajukan permintaan tax holiday, sebagian di antaranya telah diberikan antara lain ke PT Unilever Tbk, PT Unilever Oleochemical Indonesia, PT Petrokimia Butadiene Indonesia, PT Energi Sejahtera Mas, dan PT OKI Pulp and Paper.
Kini, hasil kebijakan PMK 35/2018 yang diracik Menkeu Sri Mulyani mulai menampakkan hasil: Hanya dalam tempo 6 bulan telah ada 8 wajib pajak yang mendapatkan fasilitas tax holiday dengan total investasi Rp161,3 triliun.
Di Indonesia, rezim tax holiday pernah diberlakukan pada masa UU No 1 Tahun 1967 jo UU No 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Namun, fasilitas tersebut dianggap tidak efektif, lalu dicabut melalui UU No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Dalam perjalanannya kemudian, pengaturan tentang pembebasan pajak itu dibuka kembali melalui UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Hal inilah yang kemudian diakomodasi dalam PP Nomor 94 Tahun 2010.
Lalu apa saja 'perubahan radikal' yang ditawarkan Menkeu Sri Mulyani dalam PMK 35/2018? Apa bedanya dengan ketentuan sebelumnya? Bagaimana pula kaitannya dengan insentif tax allowance? Download selengkapnya aturantax holiday di bawah ini:
Undang-Undang (UU):
Peraturan Pemerintah (PP):
Peraturan Menteri Keuangan (PMK):
Peraturan Menteri/ Pejabat Setingkat Menteri Lain:
Peraturan Dirjen Pajak (Perdirjen):