JAKARTA, DDTCNews - Adanya perlakuan khusus atas qualified refundable tax credit (QRTC) dalam ketentuan pajak minimum global (global anti base erosion/GloBE rules) hanya akan mengubah kompetisi pajak antaryurisdiksi dari satu bentuk ke bentuk yang lain.
Partner of DDTC Consulting Yusuf Wangko Ngantung mengatakan QRTC dan insentif pajak lainnya sama-sama mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Meski demikian, dampak QRTC terhadap penghitungan tarif pajak efektif sangatlah berbeda dibandingkan dengan insentif pajak lainnya.
"Dengan QRTC, tarif pajak minimum berpotensi masih di atas 15%. Ada batasan yang cukup arbitrary untuk menentukan apakah suatu insentif pajak dianggap sebagai pengurang pajak atau sebagai tambahan pendapatan. Batasan yang arbitrary dimaksud adalah QRTC," ujar Yusuf dalam seminar internasional yang digelar oleh International Fiscal Association (IFA) Indonesia Branch, Rabu (3/12/2025).
GloBE rules mendefinisikan QRTC sebagai kredit pajak yang dapat dikembalikan yang mekanismenya dilakukan dalam bentuk kas atau setara kas dalam jangka waktu 4 tahun sejak entitas konstituen memenuhi syarat untuk menerima kredit berdasarkan ketentuan di yurisdiksi yang memberikan kredit tersebut.
Dalam penghitungan tarif pajak efektif, QRTC diperlakukan sebagai penambah laba GloBE, bukan pengurang pajak tercakup (covered taxes).
Agar suatu kredit pajak bisa dikategorikan sebagai QRTC, kredit pajak dimaksud harus diberikan berdasarkan aktivitas tertentu atau pengeluaran tertentu.
Tak hanya itu, nilai kredit pajak harus bisa melebihi pajak terutang agar kredit pajak tersebut bisa dikategorikan sebagai QRTC. Bila suatu kredit pajak didesain sedemikian rupa sehingga nilainya tidak bisa melebihi pajak terutang, kredit pajak dimaksud dikategorikan sebagai QRTC.
Saat ini, setidaknya sudah ada 1 negara tetangga yang sudah menerapkan QRTC, yakni Singapura. Singapura memberikan insentif kredit pajak bernama refundable investment credit (RIC).
RIC bisa diberikan dalam hal wajib pajak melakukan kegiatan usaha pada sektor manufaktur, ekonomi hijau, dan beragam jenis jasa, bukan hanya atas biaya yang terkait dengan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang).
Thailand dan Vietnam juga dikabarkan sedang menyiapkan insentif kredit pajak yang memenuhi kriteria sebagai QRTC.
Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Yusuf mendorong pemerintah untuk menyiapkan ketentuan transisi bagi wajib pajak Indonesia yang sudah telanjur memperoleh tax holiday.
Hal ini diperlukan mengingat tax holiday tidak mendapatkan perlakuan layaknya QRTC. "Banyak pelaku usaha penerima tax holiday yang memerlukan ketentuan khusus agar bisa transisi ke QRTC," ujar Yusuf. (dik)
