UU HPP

Begini Aturan Penyusutan untuk Bangunan yang Masih Proses Pengerjaan

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 12 November 2022 | 14.00 WIB
Begini Aturan Penyusutan untuk Bangunan yang Masih Proses Pengerjaan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak perlu memahami bahwa ada perbedaan ketentuan tentang waktu dimulainya penyusutan untuk bangunan yang masih dalam proses pengerjaan.

Sesuai dengan Pasal 11 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) s.t.d.t.d UU 7/2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran. Namun, terdapat pengecualian untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan.

“Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut,” bunyi Pasal 11 ayat (3) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, dikutip Sabtu (12/11/2022).

Agar lebih jelas, terdapat contoh kasus untuk ketentuan penyusutan tersebut yang dipaparkan dalam Penjelasan Pasal 11 ayat (3) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP.

Sebagai contoh, ada sebuah gedung mulai dibangun sejak bulan Oktober 2009. Sejak dimulai pembangunan gedung tersebut, sudah terdapat pengeluaran sebesar Rp1 miliar. Pembangunan gedung tersebut baru selesai dilakukan dan siap digunakan pada Maret 2010.

Mengacu pada ketentuan penyusutan secara fiskal yang diatur, atas gedung yang masih dalam proses pembangunan tersebut penyusutannya baru akan dimulai pada saat bulan selesainya pengerjaan bangunan tersebut, yakni pada Maret 2010. Meskipun, sejak Oktober 2009 telah dilakukan pengeluaran.

Kemudian, diatur pula terdapat ketentuan masa manfaat penyusutan secara fiskal untuk 2 jenis kelompok bangunan. Untuk kelompok bangunan permanen, masa manfaatnya selama 20 tahun. Sementara itu, untuk kelompok bangunan tidak permanen, masa manfaatnya selama 10 tahun.

Adapun yang dimaksud dengan bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun. Contohnya seperti barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan.

Selain itu, melalui UU HPP, terdapat penambahan ketentuan masa manfaat secara fiskal untuk bangunan permanen yang memiliki masa manfaat lebih dari 20 tahun. Ketentuan ini hanya berlaku untuk bangunan permanen yang selesai dibangun pada tahun pajak 2022 atau setelahnya.

Wajib pajak dapat memilih untuk menyusutkan bangunan permanen sesuai dengan ketentuan yang ada, yakni dengan masa manfaat selama 20 tahun atau dapat juga memilih untuk menyusutkan sesuai dengan masa manfaat bangunan permanen yang sebenarnya. (Fauzara Pawa Pambika/sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.