PEREKONOMIAN INDONESIA

World Bank Sebut Kemiskinan Indonesia Capai 60%, Ini Penjelasan BPS

Muhamad Wildan
Sabtu, 03 Mei 2025 | 14.15 WIB
World Bank Sebut Kemiskinan Indonesia Capai 60%, Ini Penjelasan BPS

Warga melintas di lingkungan permukiman semi permanen di Muara Angke, Jakarta Utara, Rabu (19/7/2023). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp.

JAKARTA, DDTCNews - Badan Pusat Statistik (BPS) meminta masyarakat untuk memahami angka kemiskinan versi World Bank dan versi BPS dengan bijak.

Laporan World Bank memunculkan angka kemiskinan di Indonesia mencapai 60,3%, bukan sebesar 8,57% sebagaimana yang dipublikasikan oleh BPS. Perbedaan timbul karena kedua lembaga menerapkan standar garis kemiskinan yang berbeda.

"Perbedaan angka ini memang terlihat cukup besar. Namun, penting untuk dipahami secara bijak bahwa keduanya tidak saling bertentangan," ungkap BPS dalam keterangan resminya, dikutip pada Sabtu (3/5/2025).

World Bank memiliki 3 standar garis kemiskinan untuk membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara, yakni garis kemiskinan ekstrem senilai US$2,15 per kapita per hari, garis kemiskinan negara berpendapatan menengah bawah senilai US$3,65 per kapita per hari, dan garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas senilai US$6,85 per kapita per hari.

Ketiga standar garis kemiskinan tersebut dikonversi menggunakan metode purchasing power parity (PPP), yakni metode konversi yang menyesuaikan daya beli antarnegara. Pada 2024, US$1 PPP setara dengan Rp5.993,03.

Lantaran Indonesia baru saja diklasifikasi sebagai negara berpendapatan menengah atas, angka kemiskinan di Indonesia diukur menggunakan garis kemiskinan US$6,85, bukan US$3,65. Akibatnya, angka kemiskinan di Indonesia menurut World Bank melonjak menjadi sebesar 60,3%.

Berbeda dengan World Bank, BPS menetapkan garis kemiskinan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar atau cost of basic needs. Garis kemiskinan menurut BPS adalah senilai pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan makanan dan selain makanan.

Pada September 2024, garis kemiskinan nasional per kapita telah ditetapkan senilai Rp595.242 per kapita per bulan atau Rp2,8 juta per rumah tangga per bulan. Garis kemiskinan juga ditetapkan berbeda-beda setiap provinsi. Perbedaan ini mencerminkan perbedaan tingkat harga, standar hidup, dan pola konsumsi di setiap daerah.

Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti pun mengatakan World Bank telah menganjurkan setiap negara untuk menetapkan garis kemiskinan nasionalnya sendiri sejalan dengan kondisi sosial dan ekonomi setempat.

"Global poverty line yang ditetapkan oleh World Bank itu tidak sekonyong-konyong harus diterapkan oleh masing-masing negara karena secara bijak tentunya masing-masing negara itu harus bisa memiliki national poverty line yang diukur sesuai dengan keunikan maupun karakteristik dari negara tersebut," ujar Amalia.

Amalia menekankan angka kemiskinan dari World Bank seyogianya dijadikan sebagai referensi semata, bukan acuan utama dalam menentukan kebijakan nasional. 

"Dengan demikian, mari kita lebih bijak untuk memaknai dan memahami angka kemiskinan yang dikeluarkan oleh World Bank karena itu bukanlah suatu keharusan kita menerapkan, tetapi memang itu hanya sebagai referensi saja," kata Amalia. (dik)

Editor : Dian Kurniati
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.