UU HPP

UU HPP Sumbang Tambahan Penerimaan Rp130 Triliun, Simak Penjelasan DJP

Muhamad Wildan | Kamis, 02 Desember 2021 | 16:00 WIB
UU HPP Sumbang Tambahan Penerimaan Rp130 Triliun, Simak Penjelasan DJP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) diperkirakan akan memberikan tambahan penerimaan pajak hingga Rp130 triliun pada 2022.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor mengatakan dampak positif dari UU HPP tidak hanya memberikan dampak positif terhadap administrasi perpajakan saja, melainkan juga penerimaan negara.

"UU HPP dapat dilihat sebagai sebuah kesatuan yang holistik. Setiap ketentuan diharapkan turut serta menyumbang penerimaan negara secara lebih optimal ke depannya," ujar Neilmaldrin, Kamis (2/12/2021).

Baca Juga:
Soal Natura, DJP: Saat Ini, Silakan Pakai Format Daftar Biaya Promosi

Setiap ketentuan baru pada UU HPP, menurutnya, memiliki potensi untuk memaksimalkan penerimaan negara.

"Mengingat masih diperlukan analisis lebih lanjut terhadap potensi masing-masing ketentuan dalam UU HPP, kami rasa ada baiknya untuk memaksimalkan pelaksanaan semua ketentuan dalam UU HPP," ujar Neilmaldrin.

Untuk diketahui, potensi tambahan penerimaan pajak yang timbul lewat UU HPP masih belum diperhitungkan dalam target penerimaan pajak pada APBN 2022.

Baca Juga:
Sri Mulyani Beberkan Tantangan Indonesia Naikkan Peringkat Kredit

"Kita melihat dari sisi pendapatan negara, implementasi dari UU HPP yang diharapkan meningkatkan penerimaan pajak masih belum masuk di dalam konsideran untuk target penerimaan 2022," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (29/11/2021).

Adapun target penerimaan pajak pada UU APBN 2022 masih senilai Rp1.265 triliun. Beberapa klausul yang berpotensi meningkatkan penerimaan pada 2022 antara lain diselenggarakannya program pengukapan sukarela (PPS) yang meningkatkan setoran PPh final, dibatalkannya penurunan tarif PPh badan dari 22% ke 20%, dan naiknya tarif PPN dari 10% ke 11% per 1 April 2022.

Meski demikian, terdapat pula beberapa klausul yang memberikan relaksasi kepada wajib pajak seperti pemberlakuan batasan omzet tidak kena pajak sebesar Rp500 juta kepada wajib pajak orang pribadi UMKM, pemberlakuan tarif 5% atas penghasilan kena pajak hingga Rp60 juta, dan pengurangan besaran sanksi pemeriksaan dan sanksi atas upaya hukum yang menguatkan ketetapan DJP. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 22 April 2024 | 17:45 WIB PERMENKOP UKM 8/2023

Mitigasi Risiko Keuangan, Koperasi Simpan Pinjam Wajib Laporkan Ini

Senin, 22 April 2024 | 15:16 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Soal Natura, DJP: Saat Ini, Silakan Pakai Format Daftar Biaya Promosi

Senin, 22 April 2024 | 14:05 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Sri Mulyani Beberkan Tantangan Indonesia Naikkan Peringkat Kredit

Senin, 22 April 2024 | 10:25 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Di Forum IMF, Sri Mulyani: Konsolidasi Fiskal Tak Ganggu Perekonomian

BERITA PILIHAN
Kamis, 25 April 2024 | 17:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Siapkan Tarif Royalti 0% untuk Proyek Hilirisasi Batu Bara

Kamis, 25 April 2024 | 16:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Tak Lagi Temukan Menu Sertel di e-Nofa, Perpanjangan Harus di KPP

Kamis, 25 April 2024 | 15:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ingat, Pakai e-Bupot 21/26 Tidak Butuh Installer Lagi Seperti e-SPT

Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Kamis, 25 April 2024 | 15:00 WIB KOTA TANGERANG SELATAN

BPHTB Kini Terutang Saat PPJB, Jadi Peluang Peningkatan Penerimaan

Kamis, 25 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Bagikan Tip Terhindar Sanksi Saat Belanja Online dari Luar Negeri

Kamis, 25 April 2024 | 14:17 WIB KABUPATEN JOMBANG

Objek PBB-P2 Didata Ulang, Pemkab Hitung Pajak Terutang yang Akurat