Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto.
UPAYA pengumpulan penerimaan kepabeanan dan cukai 2025 diperkirakan masih diliputi berbagai tantangan. Terlebih, dengan penerimaan 2024 yang diproyeksi kembali mengalami shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target.
Penerimaan kepabeanan dan cukai sampai dengan akhir November 2024 baru mencapai Rp257,8 triliun atau 80,3% dari target APBN. Adapun hingga akhir 2024, penerimaan kepabeanan dan cukai diperkirakan hanya akan menyentuh Rp296,5 triliun atau 92,4% dari target APBN. Kinerja APBN 2024, termasuk penerimaan kepabeanan dan cukai, akan disampaikan Kementerian Keuangan pada Januari 2025.
Kepada DDTCNews, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan rentetan tantangan yang akan membayangi kinerja kepabeanan dan cukai pada tahun ini. Selain itu, diungkapkan pula alasan pemerintah mengambil kebijakan cukai rokok yang tak biasa pada 2025, dengan mempertahankan tarif cukai tetapi menaikkan harga jual eceran (HJE). Berikut ini petikan lengkap wawancaranya:
Penerimaan kepabeanan dan cukai sampai dengan 30 November 2024 tercatat senilai Rp257,8 triliun atau 80,3% dari target APBN. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penerimaan kepabeanan dan cukai masih mampu tumbuh 5,2% (year on year/yoy).
Sebagaimana disebutkan dalam lapsem, penerimaan kepabeanan dan cukai diperkirakan sebesar Rp296,5 triliun atau 92,4% dari target APBN. Shortfall utamanya terjadi pada penerimaan cukai yang disebabkan downtrading ke rokok yang lebih murah, yakni golongan II dan golongan III.
Penerimaan bea masuk juga diperkirakan mengalami shortfall akibat turunnya penerimaan bea masuk dari beberapa komoditas utama dan peningkatan utilisasi free trade agreement (FTA). Meski demikian, DJBC telah berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan, utamanya dari tren penguatan harga crude palm oil (CPO) pada semester II/2024.
DJBC terus melakukan upaya-upaya strategis agar target penerimaan 2025 dapat tercapai, baik dari sisi kebijakan maupun operasional. Dari sisi kebijakan, DJBC melakukan intensifikasi bea keluar, penguatan pengawasan post clearance , optimalisasi teknologi dan informasi untuk peningkatan layanan dan pengawasan, dan kegiatan joint program.
Selain itu, pemungutan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) mulai diterapkan dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian dan pengenaan tarif bea keluar dilakukan untuk mendorong hilirisasi.
Dari sisi operasional, pemeriksaan barang dan dokumen ekspor-impor senantiasa terus ditingkatkan yang didukung pemanfaatan data analitis yang optimal. Modernisasi tools pengawasan dan alat jelajah seperti kapal patroli dan drone juga dilakukan untuk memberantas penyelundupan. Selain itu, DJBC melakukan operasi gempur peredaran barang kena cukai (BKC) ilegal dan penguatan pengawasan pemesanan pita cukai.
DJBC menghadapi berbagai tantangan signifikan dalam mengejar target penerimaan di tahun 2025. Beberapa tantangan tersebut antara lain fenomena downtrading ke golongan hasil tembakau yang lebih rendah.
Downtrading adalah perubahan perilaku konsumen yang cenderung memilih produk dengan tarif cukai yang lebih rendah. Dalam konteks hasil tembakau, fenomena ini menyebabkan pergeseran konsumsi hasil tembakau dengan tarif cukai yang lebih tinggi ke hasil tembakau dengan tarif cukai lebih rendah sehingga berpotensi menurunkan penerimaan cukai.
Kemudian, tantangan juga datang seiring kebijakan hilirisasi. Kebijakan hilirisasi seperti larangan ekspor mentah bertujuan untuk mendorong pengolahan dalam negeri agar menghasilkan produk bernilai tambah yang lebih tinggi.
Meskipun kebijakan ini dapat mendukung pertumbuhan industri domestik dalam jangka panjang, hilangnya ekspor bahan mentah berdampak pada penerimaan bea keluar dalam jangka pendek.
Selain itu, meningkatnya penggunaan FTA dalam importasi juga menjadi tantangan. Perjanjian FTA memberikan tarif impor yang lebih rendah, bahkan nol, bagi negara mitra dagang. Peningkatan pemanfaatan FTA dapat berdampak pada penurunan penerimaan bea masuk.
Setelahnya, masih ada ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global. Konflik internasional, perang dagang, dan perubahan kebijakan ekonomi global yang berlanjut berpotensi menghambat arus perdagangan internasional.
Permintaan terhadap komoditas tertentu dapat menurun, harga ekspor-impor menjadi fluktuatif, dan penurunan volume perdagangan dapat berdampak langsung pada penerimaan DJBC.
Selain itu, masih terdapat peredaran barang ilegal seperti rokok tanpa cukai dan barang yang tidak memenuhi standar, juga menjadi tantangan utama DJBC. Peredaran barang ilegal mengurangi potensi penerimaan karena barang tersebut tidak dikenai bea masuk atau cukai.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, DJBC terus mengoptimalkan strategi pengawasan, melakukan penggalian potensi penerimaan baru, serta memanfaatkan teknologi dan data analitik guna mencapai target penerimaan yang telah ditetapkan. Bauran antara kebijakan proaktif dan adaptasi terhadap dinamika global menjadi kunci keberhasilan dalam mengejar target penerimaan 2025.
Menurut Pasal 2 UU Cukai, barang-barang yang konsumsinya perlu dikendalikan dan penggunaannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat perlu dikenakan cukai. Dalam menentukan kebijakan cukai hasil tembakau, selalu berdasarkan 4 pilar kebijakan cukai hasil tembakau, yaitu aspek pengendalian konsumsi, aspek keberlangsungan tenaga kerja, aspek penerimaan negara, dan pengawasan BKC ilegal.
Dalam aspek pengendalian konsumsi, produksi rokok pada 2023 mengalami penurunan sebesar 1,77% dibandingkan dengan produksi rokok pada 2022. Selain itu berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia pada tahun 2023 yang lalu, prevalensi perokok anak dan dewasa mengalami penurunan.
Beberapa indikator ini menunjukkan bahwa kebijakan fiskal efektif mengendalikan konsumsi, khususnya konsumsi rokok.
Dengan adanya kebijakan tarif cukai hasil tembakau secara multiyears, hal ini memberikan kepastian, baik dari sisi pengendalian konsumsi maupun dari sisi pengusaha. Berdasarkan hasil monev yang dilakukan, pola kebijakan multiyears ini mendapat apresiasi sehingga dipertimbangkan untuk dilanjutkan pada periode mendatang.
Mengenai kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun 2025, telah terbit PMK 97/2024. Kebijakan penyesuaian HJE baik untuk rokok konvensional dan juga rokok elektrik akan berdampak terhadap meningkatnya harga rokok di pasaran. Dengan adanya penyesuaian harga, hal ini akan mendukung aspek pengendalian konsumsi serta melalui kebijakan penyesuaian HJE, serta menekan turunnya konsumsi rokok ke rokok yang harganya lebih murah (downtrading).
Salah satu tujuan kebijakan penyesuaian HJE rokok konvensional dan rokok elektrik di tahun 2025 adalah untuk menekan downtrading yang selama ini terjadi.
Dalam menyusun kebijakan cukai hasil tembakau, telah mempertimbangkan 4 pilar kebijakan, yang salah satunya adalah pencapaian target penerimaan cukai.
Bahwa sesuai dengan UU 62/2024 tentang APBN 2025 dan Perpres 201/2024, MBDK sudah ditetapkan menjadi barang kena cukai baru, serta telah ditargetkan dalam penerimaan APBN tahun 2025 sebesar Rp3,8 triliun.
Untuk rencana implementasinya, saat ini Kementerian Keuangan sudah mengajukan usulan program penyusunan (progsun) peraturan pemerintah (PP) untuk MBDK 2025, agar di awal tahun 2025 dapat mulai dilakukan pembahasan penyusunan PP MBDK.
Sesuai dengan Permen ESDM 6/2024 dan Permendag 11/2024, relaksasi tembaga akan berakhir pada 31 Desember 2024. Pelarangan ekspor tersebut sejalan dengan program hilirisasi demi meningkatkan nilai ekonomi dalam negeri.
Larangan ekspor mineral juga sudah diperhitungkan dalam APBN 2025. Hal ini berdampak pada turunnya target penerimaan bea keluar pada APBN dari Rp17,5 triliun di 2024 menjadi Rp4,47 triliun di 2025.
Dengan berlakunya larangan ekspor, DJBC terus berupaya untuk mengoptimalkan penerimaan dari sumber yang lain, di mana bea keluar CPO menjadi salah satunya. Untuk kita ketahui, penerimaan bea keluar CPO sangat bergantung dari harga CPO di pasar global. Ketika harga CPO naik, penerimaan bea keluar akan turut naik.
Untuk mengoptimalkan peluang tersebut, DJBC akan terus meningkatkan pelayanan dan pengawasan melalui penguatan uji laboratorium, peningkatan sistem teknologi informasi untuk pelayanan, dan pengembangan klasifikasi barang.
Mengenai ini, terdapat beberapa hal yang DJBC dilakukan. Pertama, Melakukan diseminasi hasil evaluasi putusan Pengadilan Pajak kepada seluruh kantor wilayah dan kantor pelayanan utama DJBC guna menguatkan penetapan berikutnya dan menghindari kesalahan yang sama.
Kedua, melakukan pengembangan pengetahuan pegawai DJBC pada unit pentap dan tim sidang atas sengketa yang sering berulang, seperti workshop dan FGD. Ketiga, melakukan penguatan fungsi keberatan di unit vertikal.
Keempat, melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi atas sengketa yang memerlukan penguatan argumen di persidangan dari sisi akademis. Kelima, menghadirkan saksi ahli dari praktisi maupun akademisi di persidangan.
Keenam, melakukan kerja sama dengan kementerian/lembaga pemerintah lain atas sengketa yang memerlukan penguatan argumen di persidangan.
Berdasarkan capaian kemenangan banding di Pengadilan Pajak sampai bulan November 2024 sudah mengalami peningkatan menjadi 60%.
Sudah dilakukan pertukaran data antara Direktorat Keberatan, Banding, dan Peraturan DJBC dan Sekretariat Pengadilan Pajak dengan menggunakan data Sistem Layanan Data Kementerian Keuangan (SLDK) melalui aplikasi Siap Tanding DJBC dan aplikasi e-Tax Court Sekretariat Pengadilan Pajak.
Dengan pertukaran data tersebut, maka seluruh pengajuan banding secara elektronik melalui e-Tax Court diselesaikan secara elektronik mulai dari permohonan banding sampai pengiriman putusan Pengadilan Pajak. Hal ini mempercepat proses penyampaian data dan Putusan Pengadilan Pajak.
Penerapan secara penuh NPWP 16 digit pada CEISA 4.0 akan dimulai pada 1 Januari 2025. DJBC melakukan persiapan dengan pelaksanaan piloting penerapan NPWP 16 digit pada dokumen ekspor BC 3.0 sejak 1 Desember 2024.
Piloting bertujuan untuk memastikan implementasi NPWP 16 digit pada 2025 berjalan lancar. Program piloting juga menjadi upaya DJBC dalam memastikan aspek keamanan informasi (cyber security) pada seluruh jaringan CEISA 4.0. (sap)