Pekerja memproduksi rokok Sigaret Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) memperkirakan kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) akan mengalami kontraksi pada tahun ini.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan penurunan penerimaan cukai antara lain disebabkan oleh ketiadaan kenaikan tarif CHT pada 2025. Selain itu, berlanjutnya fenomena downtrading atau pergeseran konsumsi ke golongan rokok yang lebih rendah juga ikut berpengaruh.
"Dulu kita bilang berapa pun kita menaikkan tarifnya, produksi akan naik, tetapi sekarang sudah terasa bahwa dia lebih elastis," katanya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, dikutip pada Kamis (8/5/2025).
Penerimaan CHT pada kuartal I/2025 senilai Rp55,7 triliun atau masih mampu tumbuh 5,6%. Pertumbuhan ini dipengaruhi oleh pelunasan maju senilai Rp4,6 triliun, meskipun produksi CHT mengalami penurunan.
Dalam beberapa tahun terakhir, penerimaan CHT memang cenderung meningkat walaupun produksi hasil tembakau menurun sejak 2021 akibat kebijakan kenaikan tarif. Khusus tahun ini, pemerintah memutuskan tidak menaikkan tarif CHT sehingga menyebabkan penerimaan CHT berpotensi lebih rendah dari tahun lalu.
Melalui PMK 96/2024 dan PMK 97/2024, pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau. Namun, pemerintah menaikkan harga jual eceran (HJE) hampir seluruh produk hasil tembakau yang berlaku mulai 1 Januari 2025.
PMK 97/2024 hanya mengubah ketentuan dalam lampiran PMK 192/2021 s.t.d.t.d PMK 191/2022. Dalam perinciannya, HJE rokok 2025 mengalami kenaikan yang bervariasi dari tahun ini, dengan rata-rata sebesar 10%.
Sementara itu, PMK 96/2024 memuat pengaturan soal HJE atas rokok elektrik dan hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) pada 2025 yang mengalami kenaikan rata-rata sebesar masing-masing 11,3% dan 6,2%.
Di sisi lain, fenomena downtrading menyebabkan penurunan produksi rokok golongan 1 dan tidak bisa diimbangi oleh pertumbuhan produksi rokok golongan 2 dan 3.
"Ini [penurunan produksi rokok] utamanya disebabkan dari golongan 1 yang turun 10% lebih, sedangkan untuk golongan 2 dan golongan 3 [sebesar] 1% dan 7,4% masih mengalami kenaikan," ujarnya.
Dalam mengatasi peredaran rokok ilegal, Askolani menambahkan DJBC juga melaksanakan 2.929 penindakan di bidang CHT pada kuartal I/2025. Bersama aparat penegak hukum, DJBC menindak 257 juta batang rokok ilegal senilai Rp367,6 miliar. (dik)