Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Peraturan Dirjen Pajak No. PER-7/PJ/2025 memuat ketentuan khusus mengenai NPWP dan data unit keluarga (DUK) bagi wanita kawin yang berstatus sebagai kepala keluarga berdasarkan ketentuan kependudukan.
Bila wanita kawin berstatus sebagai kepala keluarga berdasarkan ketentuan kependudukan maka yang bersangkutan harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Kewajiban ini berlaku jika wanita kawin berstatus kepala keluarga tersebut sudah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
"Wanita kawin dengan status kepala keluarga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kependudukan berlaku ketentuan sebagai berikut: harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam hal memenuhi persyaratan subjektif dan objektif," bunyi Pasal 4 ayat (4) huruf a PER-7/PJ/2025, dikutip pada Minggu (13/7/2025).
Tak hanya itu, penghasilan wanita kawin yang berstatus sebagai kepala keluarga juga tidak boleh digabungkan dengan suaminya.
Bagi wanita kawin yang berstatus sebagai kepala keluarga, data unit keluarganya melIputi wajib pajak yang bersangkutan dan anak yang belum dewasa termasuk anak tiri/angkat yang tercantum dalam kartu keluarga (KK) wajib pajak atau KK lain.
Data unit keluarga bagi wanita kawin berstatus kepala keluarga juga bisa mencakup anggota keluarga sedara/semenda dalam garis keturunan lurus yang menjadi tanggungan sepenuhnya sebagaimana tercantum dalam KK wajib pajak atau KK lain.
Lalu, apa yang membuat seorang wanita kawin bisa menyandang status sebagai kepala keluarga berdasarkan ketentuan kependudukan? Seorang wanita kawin bisa menjadi kepala keluarga bila wanita kawin dimaksud adalah istri kedua, sedangkan suaminya sudah menjadi kepala keluarga dari istri pertama.
Wanita kawin juga bisa menjadi kepala keluarga dalam hal suami pergi dan tidak dapat dicari sehingga tidak bisa menandatangani KK. Dalam kasus ini, wanita kawin bisa menandatangani KK dan menjadi kepala keluarga.
Sebagai informasi, umumnya seorang wanita kawin tidak dikenai pajak secara terpisah dari suaminya. Pelaksanaan hak dan kewajiban pajak seorang wanita kawin digabungkan dengan suami selaku kepala keluarga.
Dalam hal wanita kawin sudah memiliki NPWP tetapi hendak menggabungkan pelaksanaan hak dan kewajiban pajaknya dengan suami, wanita kawin dimaksud harus mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai wajib pajak nonaktif.
Jika pada suatu hari wanita kawin memenuhi persyaratan objektif dan ternyata hidup berpisah berdasarkan putusan hakim; melakukan perjanjian pisah penghasilan dan harta secara tertulis; memilih melaksanakan hak dan kewajiban pajak secara terpisah meski tidak terdapat putusan hakim dan tidak terdapat perjanjian pisah harta; suaminya meninggal dunia; atau bercerai, wanita kawin dimaksud perlu mengajukan pengaktifan kembali wajib pajak nonaktif. (rig)