TAJUK PAJAK

Stimulus Virus Corona, Cukupkah?

Redaksi DDTCNews
Kamis, 05 Maret 2020 | 16.09 WIB
Stimulus Virus Corona, Cukupkah?

Ilustrasi virus Corona. (Foto: Getty Images)

PEKAN ini Indonesia akhirnya resmi mengumumkan warga negaranya terjangkit virus Corona. Ada dua, seorang ibu dan anaknya. Keduanya kini dirawat di rumah sakit. Indonesia menjadi negara ke-68 yang terkena virus itu. Di seluruh dunia kini, ada lebih dari 89.000 jiwa terkena, dan yang meninggal lebih dari 3.000 jiwa.

Pengumuman yang disampaikan Presiden Joko Widodo itu sebetulnya biasa saja. Negara sekeliling Indonesia seperti Malaysia, Singapura, dan Australia, toh sudah lebih dahulu terkena. Sepekan sebelumnya, pemerintah juga sudah mengumumkan paket stimulus untuk mengatasi wabah tersebut, sama seperti negara lainnya.

Namun, yang terasa agak heboh adalah respons sebagian warga perkotaan. Penduduk urban tiba-tiba mulai memborong masker, atau berbondong-bondong belanja kebutuhan pokok di supermarket. Apapun motifnya, kami menyayangkan reaksi seperti itu. Hati-hati dan waspada memang perlu, tapi itu terlalu berlebihan.

Paket stimulus yang dirilis Indonesia sendiri terdiri atas enam insentif. Pertama, percepatan peluncuran kartu prakerja di 3 provinsi yang paling terdampak virus Corona, yaitu Bali, Sulawesi Utara, dan Kepulauan Riau. Saat ini, dasar aturannya sedang disiapkan, sekaligus dengan pembentukan project management office-nya.

Kedua, menaikkan tambahan bantuan bagi keluarga penerima manfaat Program Keluarga Harapan senilai Rp50.000. Dengan demikian, dana bantuan yang akan diterima adalah Rp200.000 per keluarga, mulai Maret 2020 selama 6 bulan. Penambahan bantuan itu membutuhkan anggaran Rp4,56 triliun.

Ketiga, menambah dana Rp1,5 triliun, yang terdiri atas subsidi bunga Rp800 miliar dan subsidi uang muka Rp700 juta. Dana tersebut akan menambah 175.000 unit rumah subsidi pemerintah menjadi 330.000 unit. Stimulus ini dilaksanakan oleh bank komersial dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Keempat, memberikan tambahan Rp298,5 miliar untuk diskon tiket pesawat wisatawan mancanegara bagi maskapai penerbangan dan biro perjalanan wisata. Selain itu, pemerintah juga menyiapkan Rp443,39 miliar untuk memberikan diskon tiket sebesar 30% pada wisatawan domestik.

Kelima, realokasi dana alokasi khusus Rp96,8 miliar, sehingga totalnya Rp147,7 miliar untuk 10 destinasi, yaitu 7 kabupaten di Danau Toba, Yogyakarta, Kota Malang, Kota Manado, Bali, Mandalika - Lombok Tengah, Labuan Bajo - Manggarai Barat, Bangka Belitung, Kota Batam, dan Bintan - Kota Tanjungpinang dan Kab. Bintan.

Keenam, menghapus pajak hotel dan restoran di 10 destinasi wisata tersebut. Sebagai gantinya, pemerintah akan memberikan hibah senilai total Rp3,3 triliun kepada pemerintah daerah untuk menambal kekosongan penerimaan pajak hotel dan restoran.

Volume total paket stimulus ini hanya US$742 juta, jauh lebih kecil daripada paket stimulus yang sama yang sudah dikucurkan beberapa negara, seperti Singapura US$4,6 miliar, Malaysia US$4,8 miliar, Taiwan US$2 miliar, Hong Kong US$15,4 miliar, dan Italia US$4 miliar. Semua jauh di atas Indonesia.

Memang, Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto, saat merilis stimulus US$742 juta ini pekan lalu, mengatakan efektivitas paket stimulus ekonomi tersebut akan terus dipantau hingga 2 bulan ke depan. “Pemerintah juga bisa mempertimbangkan stimulan-stimulan yang lain,” katanya.

Beberapa hari sebelum pengumuman itu, Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate 25 basis poin (bps) menjadi 4,75%. BI juga menurunkan suku bunga deposit facility dan lending facility 25 bps masing-masing menjadi 4% dan 5,5%. Penurunan kali pertama setelah Oktober 2019.

Kebijakan itu sangat tepat dan antisipatif, mengingat Selasa (5/3/2020) Federal Reserves tiba-tiba memangkas suku bunganya 50 basis poin menjadi 1%-1,25%, lebih awal dari jadwal 17-18 Maret 2020. Pemangkasan itu yang terbesar sejak Desember 2008 atau saat krisis finansial terjadi, ketika the Fed memangkas bunga 75 bps.

“Besarnya efek virus corona terhadap perekonomian sangat tidak menentu dan berubah-ubah. Karena itu, kami menilai risiko outlook perekonomian telah berubah secara material. Untuk itu, kami melonggarkan kebijakan moneter guna memberi lebih banyak support ke perekonomian" kata Gubernur The Fed Jerome Powell.

Kita bersyukur dalam 2 hari ini terlihat sinyal yang lebih jelas dari pemerintah untuk menambah volume stimulus tersebut. Memang, tidak mudah bagi pemerintah mengambil keputusan. Di sisi lain, penerimaan pajak belum meyakinkan. Penerimaan Januari 2020 terkontraksi 6% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.

Hal ini tentu memaksa pemerintah harus lebih berhati-hati. Untuk itu, pengeluaran belanja yang tidak perlu harus disisir lagi, sehingga bisa direalokasikan sebagai stimulus ekonomi. Dalam situasi seperti ini, kita perlu kepala dingin, yang bisa berpikir dengan jernih.

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.