
PERKENALKAN, saya Rini. Saya bekerja di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri alas kaki di Jawa Timur. Baru-baru ini, saya mendengar bahwa akses pembuatan faktur pajak pengusaha kena pajak (PKP) dapat dinonaktifkan oleh DJP. Pertanyaan saya, kriteria PKP seperti apa yang dapat dinonaktifkan dan bagaimana upaya perusahaan jika suatu saat terkena penonaktifan tersebut? Mohon penjelasannya.
Rini, Jawa Timur.
TERIMA kasih atas pertanyaannya, Ibu Rini. Untuk menjawab pertanyaan Ibu, kita perlu merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PMK 81/2024).
Dalam beleid tersebut, kita dapat merujuk Pasal 65 ayat (1) PMK 81/2024 yang menjelaskan kewenangan DJP untuk menonaktifkan akses pembuatan faktur pajak terhadap PKP. Berikut bunyi nya:
”(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak terhadap:
a. Pengusaha Kena Pajak yang terindikasi menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; dan/atau
b. Pengusaha Kena Pajak selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang tidak melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.”
Jika dicermati, sesuai dengan Pasal 65 ayat (1) PMK 81/2024 terdapat 2 jenis PKP yang berpotensi untuk dinonaktifkan akses pembuatan faktur pajaknya. Pertama, PKP yang terindikasi menyalahgunakan faktur pajak tersebut. Kedua, PKP dengan kriteria lainnya yang ditetapkan oleh DJP. Simak ’Ini 6 Kriteria PKP yang Bisa Diblokir Akses Buat Fakturnya’
Adapun ketentuan mengenai kriteria lain tersebut telah diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-19/PJ/2025 tentang Penonaktifan Akses Pembuatan Faktur Pajak Terhadap Pengusaha Kena Pajak yang Tidak Melaksanakan Kewajiban Sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Perpajakan (PER-19/2025).
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PER-19/2025, 6 kriteria yang dimaksud antara lain:
(i) Tidak melakukan pemotongan atau pemungutan pajak untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut sebagai pemotong atau pemungut pajak secara berturut-turut dalam tiga bulan;
(ii) Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang telah menjadi kewajibannya;
(iii) Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang telah menjadi kewajibannya berturut-turut selama tiga bulan;
(iv) Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang telah menjadi kewajibannya untuk enam Masa Pajak dalam periode satu tahun kalender;
(v) Tidak melaporkan bukti potong atau bukti pungut untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut yang telah dibuat berturut-turut selama tiga bulan; dan/atau
(vi) Memiliki tunggakan pajak paling sedikit:
a. Rp250 juta untuk wajib pajak yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama; atau
b. Rp1 miliar untuk wajib pajak yang terdaftar selain di KPP Pratama,
yang telah diterbitkan surat teguran dan selain yang telah memiliki surat keputusan persetujuan pengangsuran atau penundaan pembayaran utang pajak yang masih berlaku.
Oleh karena itu, dalam hal perusahaan Ibu melakukan kegiatan ataupun memenuhi salah satu dari keenam kriteria di atas sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (1) PMK 81/2024 juncto PER-19/2025 maka perusahaan Ibu berpotensi untuk dinonaktifkan atas akses pembuatan faktur pajaknya.
Lantas, apa yang dapat dilakukan jika dikemudian hari ternyata perusahaan Ibu melakukan kegiatan atau memenuhi salah satu dari keenam kriteria di atas yang mengakibatkan dinonaktifkannya akses pembuatan faktur pajak? Jawaban singkatnya adalah Ibu perlu menyampaikan klarifikasi kepada Kepala KPP.
Sebagai gambaran, berikut ini merupakan prosedur untuk menyampaikan klarifikasi dalam hal akses pembuatan faktur pajak perusahaan Ibu dinonaktifkan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 4 PER-19/2025. Simak ’Klarifikasi Blokir Akses WP, WP Perlu Lampirkan 6 Dokumen ini’
Pertama, perusahaan Ibu perlu menyampaikan klarifikasi secara tertulis melalui surat kepada Kepala KPP terdaftar dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran PER-19/2025. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan b PER-19/2025.
Kedua, perusahaan Ibu perlu melampirkan beberapa dokumen pendukung sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c PER-19/2025, minimal berupa:
Ketiga, Kepala KPP akan melakukan penelitian dan memberikan keputusan mengabulkan atau menolak klarifikasi PKP atas surat klarifikasi paling lama 5 hari kerja setelah surat klarifikasi diterima. Pasal 4 ayat (1) PER-19/2025.
Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected]. (sap)
