PADA tanggal 21 April 2017, Chevron Australia Holding Pty Ltd (CAHPL) harus menghadapi kekalahan ketika melawan Otoritas Pajak Australia (Australian Taxation Office/ATO) dalam kasustransfer pricing. Kekalahan tersebut menyebabkan CAHPL harus menanggung tagihan pajak sebesar kurang lebih USD 340 juta.
CAHPL mengalami kalah banding di Pengadilan Federal Australia (Federal Court of Australia) sehubungan dengan perjanjian pinjaman intra-grup sebesar USD 2,5 miliar yang dilakukan antara CAHPL dengan anak perusahaannya di Amerika Serikat, Chevron Texaco Funding Corporation (CFC). Pinjaman tersebut untuk tujuan pendanaan pengembangan cadangan gas di lepas Australia Barat. CAHPL dan CFC merupakan dua perusahaan yang berada di bawah kepemilikan Chevron Corporation.
Berikut ini merupakan ringkasan kasus transfer pricing transaksi pinjaman intra-grup antara CAHPL dan CFC yang dikutip dari Putusan Pengadilan Chevron Australia Holdings Pty Ltd v Commissioner of Taxation [2017] FCAFC 62.
Latar Belakang Kasus
CFC meminjam dana dari pasar terbuka (pihak independen) di Amerika Serikat pada tingkat bunga 1,2% dengan menggunakan Surat Berharga Komersial. Setelah itu, pada tanggal 6 Juni 2003, CFC meminjamkan dana yang diperoleh dari pasar terbuka tersebut kepada perusahaan induknya di Australia, yaitu CAHPL, dengan tingkat bunga 9%. Jangka waktu pinjaman adalah lima tahun dan jenis pinjaman yang diberikan oleh CFC kepada CAHPL adalah jenis pinjaman tanpa jaminan. Jenis pinjaman tanpa jaminan ini pada dasarnya memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi dan berhubungan dengan tingkat bunga yang lebih tinggi.
Permasalahan utama dari kasus ini adalah apakah tingkat bunga yang dibebankan atas pinjaman intra-grup antara CFC dan CAHPL sebesar 9% menunjukkan tingkat bunga yang wajar. Mengingat, CFC mendapatkan dana tersebut dari pihak independen hanya dengan tingkat bunga sebesar 1,2%?
Pandangan CAHPL
CAHPL berpendapat bahwa jika transaksi pinjaman tersebut terjadi di antara pihak independen, pinjaman dana sebesar USD 2,5 triliun tanpa jaminan akan dibebankan tingkat bunga yang lebih tinggi dari 9% sebagai kompensasi atas tingkat risiko yang tinggi. Oleh karena itu, CAHPL beranggapan bahwa tingkat bunga 9% yang mereka bayarkan kepada CFC telah memenuhi prinsip kewajaran.
Pandangan ATO
Standar kewajaran di dalam OECD TP Guidelines terkait transaksi pinjaman masih sangat terbatas. Penentuan kewajaran dalam transaksi pinjaman pada dasarnya bertujuan untuk melihat sejauh mana perilaku pihak-pihak yang berafiliasi telah mencerminkan perilaku komersial yang rasional. Perilaku rasional dapat merujuk pada perilaku perusahaan independen, baik pada saat meminjam maupun memberi pinjaman.
Kasus GE Capital Kanada pada bulan Maret 2010 menekankan terkait adanya bantuan implisit dan kesalingtergantungan antara perusahaan induk dan peminjam. Konsep bantuan implisit berhubungan dengan ekspektasi pasar bahwa perusahaan induk akan membantu anak perusahaannya jika anak perusahaannya tersebut mengalami kesulitan keuangan dan berisiko gagal memenuhi kewajiban utangnya.
ATO berpendapat bahwa, peringkat kelayakan kredit peminjam akan berhubungan dengan kelayakan kredit dari perusahaan induknya. Hal ini didasarkan pada logika bahwa kegiatan operasi yang dilakukan oleh perusahaan peminjam merupakan salah satu fungsi penting di dalam bisnis grup usaha secara keseluruhan. Dengan demikian, diperkirakan kelayakan kredit dari perusahaan peminjam akan sama dengan perusahaan induknya.
Paragraf 1.157 OECD TP Guidelines menyebutkan bahwa dalam beberapa kondisi, grup multinasional dapat memperoleh manfaat dari adanya interaksi atau sinergi antar anggota grup usaha yang mana kondisi ini pada umumnya tidak terjadi pada perusahaan independen yang serupa. Hal yang sering disebut dengan group synergies ini dapat muncul sebagai hasil dari adanya kombinasi purchasing power atau economies of scale, kombinasi dan integrasi sistem komputer dan komunikasi, integrasi manajemen, peningkatan kapasitas pembelian, serta faktor-faktor lain yang serupa. Group synergies seperti ini seringkali memberikan manfaat kepada grup usaha secara keseluruhan dan dapat meningkatkan laba agregat yang diperoleh anggota grup.
Oleh karena itu, berdasarkan pandangan ATO, jika perusahaan induk memiliki kelayakan kredit yang lebih baik dibandingkan anak perusahaannya, maka kesalingtergantungan perusahaan induk dan perusahaan anak akan meningkatkan kelayakan kredit dari perusahaan anak dan pada akhirnya akan menurunkan tingkat bunga atas transaksi pinjaman intra-grup.
Kebijakan Pendanaan Chevron
Pengadilan Federal Australia sependapat dengan Chevron bahwa jika melihat jenis pinjaman CAHPL yang merupakan pinjaman tanpa jaminan, jenis pinjaman tersebut mungkin akan dikenakan tingkat bunga yang lebih tinggi. Namun, pengadilan juga memiliki bukti bahwa Chevron memiliki kebijakan yang mengharuskan perusahaan di dalam grup usaha Chevron untuk mencari pendanaan dengan biaya terendah, dengan mendapatkan jaminan dari perusahaan induk utama (ultimate parent entity). Jaminan dari perusahaan induk mengartikan bahwa jika perusahaan peminjam mengalami kesulitan keuangan dan tidak mampu untuk membayar utangnya, maka perusahaan induk memberikan jaminan bahwa mereka yang akan membayar lunas utang tersebut.
Dengan mengacu kepada kebijakan pendanaan dari grup usaha Chevron tersebut, pengadilan memutuskan bahwa menjadi tidak wajar jika CAHPL melakukan transaksi pinjaman dengan tingkat bunga yang tinggi dengan CFC. Hal ini mengingat CAHPL dapat memperoleh tingkat bunga yang lebih rendah jika melakukan transaksi pinjaman dengan pihak independen karena mendapatkan jaminan dari perusahaan induknya.
Berdasarkan keputusan pengadilan, pihak ATO memenangkan kasus ini dan mengakibatkan CAHPL harus menanggung tagihan pajak sebesar USD 340 juta atas transaksi pinjaman intra-grup dengan CFC yang ditetapkan sebagai transaksi yang tidak wajar dan terindikasi terdapat pengalihan laba dari Australia ke Amerika Serikat.
Analisis
Kasus ini telah menjadi perhatian besar di dalam ranah transfer pricing terkait dengan transaksi pinjaman intra-grup. Jika mengacu pada Pasal 9 ayat (1) OECD Model, penerapan prinsip kewajaran dalam transaksi pinjaman intra-grup mensyaratkan setiap perusahaan yang berafiliasi untuk bertindak layaknya perusahaan yang independen secara finansial. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa diperlukan analisis atas pinjaman secara stand alone basis.
Analisis tersebut mengasumsikan pihak yang menerima pinjaman sebagai perusahaan yang independen atau mandiri, terpisah, dan tidak terikat oleh afiliasinya. Artinya, posisi penerima pinjaman sebagai bagian dari grup perusahaan multinasional atau kondisi keuangan konsolidasi tidak memberikan manfaat apapun kepada penerima pinjaman sehingga tidak memengaruhi kelayakan kredit dari penerima pinjaman. Dalam hal ini, prinsip kewajaran tidak memperhitungkan manfaat yang diterima oleh grup perusahaan multinasional sebagai hasil dari integrasi usahanya.
Berdasarkan kasus Chevron, analisis dengan menggunakan stand alone basis menjadi tidak dapat diterapkan mengingat kebijakan pendanaan Chevron termasuk ke dalam secured funding di mana perusahaan induk Chevron akan memberikan jaminan atas setiap peminjaman dana yang dilakukan oleh anak-anak perusahaannya. Keputusan atas kasus Chevron di atas menunjukkan bahwa anak perusahaan yang merupakan bagian dari grup perusahaan multinasional tidak dapat diperlakukan sebagai perusahaan yang mandiri secara finansial ketika dilakukan analisis kewajaran atas transfer pricing terkait transaksi pinjaman, melainkan harus pula mempertimbangkan keberadaan perusahaan induk dalam memberikan jaminan kepada anak perusahaannya.
Jika perusahaan peminjam merupakan bagian dari suatu grup usaha yang memiliki kebijakan untuk meminjam kepada pihak independen dengan biaya terendah dan memiliki kebijakan bahwa perusahaan induk akan memberikan jaminan kepada pihak independen terkait pinjaman yang dilakukan oleh anak perusahaannya, maka atas penentuan tingkat bunga yang dibebankan dalam transaksi pinjaman intra-grup harus mempertimbangkan pula jaminan yang diberikan oleh perusahaan induk.
Menurut Erik Kamphuis (ITPJ, 2010), manfaat yang timbul dari adanya hubungan afiliasi sebagai hasil dari integrasi bisnis seringkali tidak diperhitungkan di dalam melakukan analisis kewajaran atas transfer pricing. Lebih lanjut Erik Kamphuis menyatakan, jika manfaat tersebut dapat memengaruhi secara material kondisi yang sedang diperbandingkan di dalam metode transfer pricing, penyesuaian pembanding untuk mengeliminasi perbedaan tersebut harus dipertimbangkan. Berdasarkan hal ini, manfaat dari adanya hubungan afiliasi merupakan karakteristik relevan secara ekonomis yang tidak dapat diabaikan dalam analisis transfer pricing.
Skema pendanaan suatu perusahaan yang melibatkan suatu penjaminan dari pihak afiliasi atas pinjaman yang dilakukan oleh perusahaan dengan pihak independen akan menimbulkan adanya kompensasi atau guarantee feekepada perusahaan afiliasi yang menjamin pinjaman tersebut. Pada pasar terbuka, bank akan mengevaluasi kelayakan kredit dan risiko dari perusahaan peminjam. Jika pinjaman tersebut ternyata mendapatkan suatu jaminan, berupa suatu komitmen dari induk perusahaan kepada bank, terdapat kemungkinan bahwa bank akan cenderung menurunkan suku bunga pinjaman kepada perusahaan peminjam tersebut. Hal ini dikarenakan adanya suatu jaminan dari induk perusahaan jika sewaktu-waktu anak perusahaan mengalami gagal bayar.
Adanya jaminan tersebut akan menciptakan suatu kemudahan akses ke pasar keuangan ataupun biaya pendanaan yang lebih murah. Oleh karena itu, jaminan atas pinjaman akan menyebabkan timbulnya tiga hal, yaitu: (i) kapasitas pinjaman dari perusahaan akan meningkat; (ii) turunnya tingkat suku bunga pinjaman; dan (iii) jaminan tersebut akan menambah risiko yang dihadapi oleh pihak penjamin. Atas manfaat yang diberikan oleh induk perusahaan tersebut, anak perusahaan perlu untuk mengkompensasi induk perusahaan dengan fee atas jaminan yang diberikan tersebut.
Ditinjau dari eksistensinya, suatu jaminan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu jaminan eksplisit dan jaminan implisit. Jaminan eksplisit adalah suatu jaminan tertulis dan jelas dari induk perusahaan kepada bank independen yang berperan sebagai pemberi pinjaman. Sedangkan jaminan implisit, adalah suatu jaminan yang pada kenyataannya tidak disediakan oleh induk perusahaan secara nyata atau tidak ada perjanjian secara tertulis. Jaminan ini hanya dalam bentuk logika bahwa perusahaan multinasional tidak akan membiarkan salah satu perusahaan dalam grupnya mengalami kebangkrutan.
Berdasarkan Paragraf 7.13 OECD TP Guidelines, jika suatu perusahaan mendapatkan suatu manfaat yang sifatnya insidentil, hal tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai jasa yang dapat ditagihkan. Hal ini sering disebut sebagaipassive association benefit. Contohnya, kasus membaiknya credit rating suatu perusahaan akibat menjadi bagian dari suatu grup usaha. Atau dengan kata lain, jika credit rating suatu perusahaan membaik karena menjadi bagian dari suatu grup yang memiliki reputasi baik, induk perusahaan tidak berhak untuk mengenakan suatu guarantee fee.
Dalam kasus Chevron, induk perusahaan Chevron dalam praktiknya dapat menagih guarantee fee kepada anak perusahaannya sebagai kompensasi atas jaminan yang diberikan untuk setiap transaksi pinjaman yang dilakukan oleh anak perusahaannya agar mereka mendapatkan tingkat bunga yang rendah. Sepanjang guarantee fee yang dibayarkan kepada induk perusahaan merupakan jenis guarantee fee yang bersifat eksplisit, atas biaya tersebut dapat dibebankan karena adanya manfaat dari pemberian jaminan atas pinjaman. Perusahaan peminjam akan membayar tingkat bunga yang lebih rendah, beban akan menurun dan penghasilan akan meningkat. Namun, akan ada pengurangan penghasilan tambahan yang berasal dari guarantee fee yang dibayarkan kepada induk perusahaan sebagai penjamin.*