SAMARINDA, DDTCNews – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) berpotensi menurunkan realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemprov Kalimantan Timur (Kaltim), khususnya dari pajak alat berat.
Pengamat Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman Samarinda Aji Sofyan Effendi mengatakan melalui putusan MK itu, kini alat-alat berat seperti buldoser, ekskavator, traktor, dan dump truck tidak dapat dikenakan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), yang kontribusinya terhadap PADA rata-rata Rp33 miliar per tahun.
"Tak hanya Kaltim yang akan terkena dampaknya. Tapi seluruh Indonesia," ujarnya di Samarinda, Minggu (22/10).
Kendati demikian, Aji menjelaskan bawa alat berat yang beroperasi di Kaltim juga digunakan sebagai alat produksi baik di sektor hutan, batu bara maupun galian dan lainnya. Menurutnya putusan MK akan membuat pengusaha membeli alat berat secara masif karena terbebas dari pajak.
Meski begitu dia menyadari putusan MK bersifat wajib dan mengikat secara hukum, sehingga pemerintah setempat harus melaksanakannya. Dia pun menyarankan pemerintah setempat harus mencari celah untuk mengenakan pajak terhadap alat berat selain PKB, sekaligus menghormati putusan MK atas uji kelayakan UU PDRD terkait penghapusan pajak alat berat.
Sebegai informasi, judicial review UU 28/2009 yang diajukan oleh tiga perusahaan, yaitu PT Tunas Jaya Pratama, PT Mappasindo, dan PT Gunungbayan Pratamacoal, terkait dengan Pasal 1 Angka 13, Pasal 5 Ayat (2), Pasal 6 Ayat (4), dan Pasal 12 Ayat (2) UU PDRD.
Meskipun MK telah mengecualikan alat-alat berat sebagai objek kena pajak kendaran bermotor, namun bukan berarti alat-alat berat tidak bisa dikenakan pajak.
Hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna menyampaikan bahwa pajak tetap dikenakan selama regulasi yang baru belum diterbitkan. "Terhadap alat-alat berat berat tetap dikenakan pajak berdasarkan ketentuan undang-undang yang lama," kata Palguna seperti dikutip dari laman MK.
Akan tetapi, lanjut dia, jika dalam kurun waktu tiga tahun pembuat undang-undang belum melakukan perubahan terhadap UU 28/2009, maka UU tersebut tidak bisa dijadikan acuan untuk menarik pajak terhadap alat-alat berat.
"Apabila tenggat waktu untuk melakukan perubahan UU tersebut telah terlampaui dan UU yang baru belum juga diundangkan maka terhadap alat berat tidak boleh lagi dikenakan pajak berdasarkan UU yang lama," ujarnya.
Terkait putusan tersebut, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kaltim Ismiati mengklaim tren pembayaran pajak alat berat tetap positif. “Komunikasi yang baik antara kami dengan perusahaan, pembayaran pajak tetap saja,” tutur Ismiati seperti dilansir kaltim.prokal.co.
Selain itu, Ismiati menjabarkan sekitar 5.287 unit atau 91,2% dari total 5.878 alat berat di Kaltim membayar pajak dan berkontribusi rata-rata Rp33 miliar per tahun. Menurutnya, Pemda tetap menagih 591 unit alat berat yang tidak disetorkan pajaknya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.