Ilustrasi. Seorang pekerja menyaksikan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (24/8/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan PMK 152/2021. Beleid ini mengatur mengenai pemberlakuan tarif preferensial terhadap impor barang yang dilakukan berdasarkan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Republik Indonesia dan Negara-Negara Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (The European Free Trade Association/EFTA). EFTA merupakan asosiasi 4 negara di Eropa yang terdiri atas Swiss, Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan PMK 152/2021 merupakan implementasi perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif antara Indonesia dengan EFTA (Indonesia–EFTA Comprehensive Economic Partnership Agreement/ IE-CEPA) yang disepakati pada 16 Desember 2018. Menurutnya, kerja sama tersebut akan memperkuat perdagangan sekaligus mendiversifikasi tujuan ekspor Indonesia.
"Indonesia diharapkan mampu memanfaatkan EFTA sebagai pintu masuk produk Indonesia di kawasan Eropa serta membuka akses pasar nontradisional dan meningkatkan kampanye positif produk Indonesia di pasar Eropa dan global, termasuk untuk produk minyak sawit dan turunannya," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (2/11/2021).
Febrio mengatakan PMK 152/2021 akan menurunkan hambatan perdagangan Indonesia, khususnya yang berupa tarif bea masuk. PMK tersebut mengatur komitmen penurunan tarif bea masuk, termasuk ketentuan pengenaan tarif bea masuk berdasarkan jumlah kuota (tariff rate quota/TRQ) untuk beberapa produk.
Dia menjelaskan Indonesia akan menurunkan tarif bea masuk secara bertahap sejumlah 8.656 pos tarif Indonesia atau setara 86,46% dari total pos tarif, serta senilai 98,81% atas nilai impor Indonesia dari negara-negara EFTA untuk memberikan pilihan akses bahan baku dan/atau barang modal bagi industri domestik. Indonesia juga mengeliminasi tarif bea masuk untuk 96 pos tarif produk obat-obatan dan alat-alat kesehatan sehingga membantu penanganan pandemi.
Di sisi ekspor, produk Indonesia juga mendapatkan tarif bea masuk menjadi 0% untuk berbagai macam produk unggulan seperti emas dan perhiasan yang menjadi komoditas ekspor utama Indonesia ke Swiss, Islandia, Norwegia dan Liechtenstein. Beberapa ketentuan yang berpotensi mendorong ekspor antara lain pengenaan tarif 0% untuk perhiasan, fiber optik, emas, minyak esensial, timah, alas kaki ke Swiss.
Kemudian, pengenaan tarif 0% untuk produk tekstil, selimut, alas kaki, pipa, dan sepeda ke Norwegia, serta pengenaan tarif 0% untuk produk ban, kayu manis, furniture, kertas, tekstil ke Islandia. Terakhir, pengenaan tarif 0% untuk produk alat elektronik, mesin, alas kaki, furniture, dan aksesoris kendaraan bermotor ke Liechtenstein.
EFTA menjadi salah satu jaringan perdagangan yang penting bagi Indonesia karena terdiri atas 4 negara yang bukan mitra dagang utama Indonesia. Dengan implementasi Indonesia-EFTA, akan terjadi diversifikasi tujuan ekspor ke pasar nontradisional.
Selama 2016-2020 hubungan perdagangan Indonesia–EFTA menunjukan potensi peningkatan yang cukup pesat. Dari sisi neraca perdagangan, rata–rata perkembangan tahunan neraca perdagangan Indonesia–EFTA mencatatkan surplus.
Selain itu, EFTA memiliki hubungan perdagangan dengan 29 negara di Eropa dan juga hubungan dagang dengan Asean. Oleh karena itu, ekspor akan meningkat dan impor bahan baku atau barang modal menjadi lebih mudah.
Febrio menambahkan IE-CEPA juga membuka akses pasar ekspor produk minyak sawit dan turunannya dengan pengenaan tarif 0% ke Islandia dan Norwegia. Swiss, yang sebelumnya membatasi pasar minyak sawitnya, kembali akan membuka akses pasar Indonesia dengan penerapan TRQ untuk produk crude palm oil (CPO), stearin, kernel, dan minyak sawit lainnya dengan kenaikan kuota sebesar 5% per tahun hingga tahun kelima.
Menurutnya, perjanjian IE-CEPA tidak hanya mencakup kerja sama bidang perdagangan barang, tetapi juga jasa, investasi, perlindungan hak kekayaan intelektual, persaingan usaha, perdagangan dan pembangunan berkelanjutan.
"Perjanjian IE-CEPA merupakan bagian dari kebijakan ekspor nasional yang diharapkan dapat menciptakan sumber pertumbuhan baru bagi Indonesia sehingga mendorong akselerasi pemulihan dari pandemi," ujarnya. (sap)