ANALISIS

Pemindahbukuan Kelebihan Pajak

Redaksi DDTCNews
Kamis, 02 Juni 2016 | 11.55 WIB
ddtc-loaderPemindahbukuan Kelebihan Pajak
DDTC Consulting

SALAH satu cara yang dapat dilakukan ketika terjadi kesalahan dalam melunasi pajak terutang, termasuk bunga, denda administrasi dan kenaikan, adalah dengan memperhitungkan setoran pajak lain atas nama wajib pajak (WP) yang sama atau WP yang lain.

Mekanisme ini dikenal dengan istilah pemindahbukuan (Pbk), sebagaimana diatur Pasal 16 PMK-242/PMK.03/2014. Dengan mekanisme tersebut, WP dapat memindahbukukan seluruh atau sebagian jumlah kelebihan pembayaran pajak, imbalan bunga, atau jumlah pajak yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak (SSP).

Lalu bagaimana menerapkan mekanisme itu dalam hal terjadi kesalahan mengisi SSP PPN, baik jumlah pajak yang disetorkan maupun kesalahan pencantuman informasi, untuk transaksi pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar daerah pabean?

Pasal 4 ayat (1) huruf d dan huruf e UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN mengatur bahwa PPN terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan pemanfaatan JKP dari luar Daerah pabean di dalam daerah pabean.

Menindaklanjuti pasal tersebut, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 40/PMK.03/2010 menegaskan tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN atas Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari Luar Daerah Pabean.

Sebagai turunannya, Dirjen Pajak juga merilis Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-147/PJ/2010 tanggal 22 Desember 2010. Baik PMK-40/2010 maupun SE-147/2010 memuat pengaturan mengenai PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean.

Apabila orang pribadi atau badan memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/ atau JKP dari luar daerah pabean tersebut, maka PPN wajib dipungut dan disetor dengan menggunakan SSP, paling lama tanggal 15 pada bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.

Pbk ke Jenis Pajak Lain

SAMPAI di sini terlihat sudah tidak ada masalah. Namun, apakah WP dapat melakukan pemindahbukuan atas SSP sehubungan dengan pelunasan PPN terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean ke jenis pajak lainnya? Kalau boleh, apa saja syarat yang harus dipenuhi?

Untuk menjawab permasalahan tersebut, dasar hukum yang digunakan sebagai rujukan adalah Pasal 16 ayat (8) dan (9) PMK-242/PMK.03/2014. Dalam ketentuan tersebut Pemindahbukuan dapat dilakukan ke pembayaran PPh, PPN, PPn BM, dan Bea Materai. Pemindahbukuan tidak dapat dilakukan dalam hal sebagai berikut:

Pertama, Pemindahbukuan atas SSP yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, yang tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (8) UU PPN.

Kedua, Pemindahbukuan ke pembayaran PPN atas objek pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dengan menggunakan SSP yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak

Ketiga, Pemindahbukuan ke pelunasan Bea Materai yang dilakukan dengan membubuhkan tanda Bea Materai Lunas dengan mesin teraan materai digital.

Ditjen Pajak sebelumnya juga telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE- 26/PJ.9/1991 tanggal 25 Oktober 1991. SE-26/1991 mengatur ketentuan tentang pelaksanaan Pbk sebagai berikut:

Pertama, WP yang sama atau berlainan berada dalam Kantor Pelayanan Pajak yang sama atau berlainan dapat melakukan mekanisme Pbk terhadap jenis pajak yang sama atau berlainan, dari masa atau tahun pajak yang sama atau berlainan.

Kedua, WP yang mengajukan Pbk harus mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan SSP asli yang dimohonkan untuk dilakukan pemindahbukuan; Pemberitahuan Impor Untuk Dipakai (PIUD) asli untuk pembayaran PPh Pasal 22 atau PPN Impor; dan daftar nominatif WP yang menerima Pbk untuk pemecahan SSP oleh Bendaharawan/ Pemotong/ Pemungut.

Ketiga, apabila nama dan NPWP pemegang SSP asli yang mengajukan permohonan Pbk tidak sama dengan nama dan NPWP dalam SSP, maka pada permohonan di samping harus dilampirkan SSP asli yang akan dilakukan Pbk.

Selain itu juga harus dilampiri surat pernyataan dari WP yang nama dan NPWP-nya tercantum dalam SSP, yang menerangkan bahwa SSP tersebut sebenarnya bukan pembayaran pajak untuk kepentingannya sendiri dan tidak keberatan dilakukan Pbk kepada WP yang mengajukan permohonan Pbk. Ketentuan ini juga diatur di dalam Pasal 17 ayat (8) huruf f PMK-242/PMK.03/2014.

Dengan ketentuan itu, WP tentu masih dapat melakukan Pbk atas setoran PPN sehubungan dengan pelunasan PPN terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean ke jenis pajak lainnya ke masa pajak/ tahun pajak lainnya, baik untuk WP yang sama maupun yang berlainan.

Dimisalkan, PT XYZ yang terdaftar pada KPP PMA Enam menyetor PPN terutang untuk masa pajak April 2014 senilai Rp100 juta. Meski nilai pajaknya sama, ternyata ada kekeliruan pencantuman informasi nama WP dalam SSP, termasuk jenis pajaknya. Nama WP yang seharusnya PT XYZ tertulis PT X Corporation.

PT XYZ juga menyetor PPN terutang atas pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean masa pajak April 2014 sejumlah Rp55 juta. Namun, PPN terutangnya Rp50 juta, sehingga kelebihan Rp5 juta. Atas kelebihan itu, PT XYZ akan melakukan Pbk untuk pembayaran PPh Pasal 21 masa pajak yang sama.

Sesuai ketentuan yang ada, maka PT XYZ dapat mengajukan permohonan Pbk dengan cara mengajukan surat permohonan Pbk kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat SSP tersebut diadministrasikan, dalam contoh ini KPP PMA Enam, dengan melampirkan SSP asli.

Syarat Tambahan

Mengingat ada perbedaan nama WP dalam SSP, maka perlu syarat tambahan berupa surat pernyataan di atas materai dari PT X Corporation yang menyebutkan SSP tersebut sebenarnya bukan pembayaran pajak untuk kepentingannya sendiri dan tidak keberatan dilakukan Pbk kepada WP yang mengajukan Pbk.

Persyaratan yang sama kemungkinan akan diminta KPP kepada WP mengingat jumlah kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp5 juta akan dilakukan Pbk terhadap pembayaran PPh Pasal 21 atas nama PT XYZ, yang jelas berbeda namanya dengan yang tercantum dalam SSP yang dilakukan Pbk.

Perlu segera disampaikan, persyaratan tambahan berupa surat pernyataan dari PT X Corporation tidak relevan jika yang dilakukan Pbk akibat kesalahan pengisian adalah SSP yang disetor sebagai pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean, sekalipun itu bisa dipenuhi.

Pasalnya, PT X Corporation bukanlah pihak yang berkepentingan atas pembayaran pajak yang SSP-nya sedang diajukan Pbk. Jumlah pajak yang tercantum dalam SSP yang dilakukan Pbk bukanlah bukti pembayaran pajak yang menjadi kewajiban PT X Corporation.

Ketentuan mewajibkan bahwa atas pembayaran PPN terutang atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean harus dilakukan oleh penerima jasa dengan menggunakan SSP yang pada bagian nama dan alamat WP diisi nama dan alamat pemberi jasa, bukan nama penerima jasa yang melakukan pembayaran.

Selain itu, persyaratan surat pernyataan itu ditujukan untuk mencegah pembayaran pajak yang sudah dilakukan Pbk diklaim oleh WP lain yang namanya tercantum dalam SSP, sebagai bukti pelunasan pajak yang bersangkutan. Jika itu yang terjadi, tentu saja negara berpotensi dirugikan.

Namun, jika kesalahan pengisian SSP dalam pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean, nama dalam SSP itu bukanlah nama WP dalam negeri, dan pembayaran pajaknya bukanlah bukti pelunasan pajaknya. Karena itu, kekhawatiran terjadinya klaim seperti tadi seharusnya tak diperlukan.

Otoritas pajak perlu mempertimbangkan kembali relevansi surat pernyataan dalam permohonan Pbk yang menyebut SSP tersebut bukan pembayaran pajak untuk kepentingannya sendiri dan tidak keberatan dilakukan Pbk kepada WP yang mengajukan permohonan Pbk dilampirkan dalam permohonan Pbk.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.