Gedung Kementerian Keuangan. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah akan kembali melakukan transaksi private placement Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka penempatan dana atas program pengungkapan sukarela (PPS), pekan ini.
Melalui pernyataan resminya, Ditjen Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu menyebut transaksi penerbitan SUN akan dilakukan pada 24 Juni 2022. Dalam transaksi tersebut, pemerintah bakal menawarkan 2 seri SUN yang sama dengan sebelumnya, yakni FR0094 dan USDFR003.
"Pemerintah akan melakukan transaksi private placement Surat Utang Negara (SUN) dalam rangka penempatan dana atas program pengungkapan sukarela," bunyi keterangan DJPPR, dikutip pada Senin (20/6/2022).
DJPPR menyebut pelaksanaan transaksi private placement dilakukan berdasarkan PMK 51/2019 tentang Penjualan SUN di Pasar Perdana Domestik dengan Cara Private Placement, PMK 38/2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, serta PMK 196/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS.
Transaksi private placement SUN untuk penempatan dana atas PPS akan dilakukan pada 24 Juni 2022, serta setelmennya pada 29 Juni 2022. Untuk ketiga kalinya, pemerintah akan kembali menawarkan 2 seri SUN dalam transaksi tersebut.
Pertama, seri FR0094 yang berdenominasi rupiah dengan tenor 6 tahun atau hingga 15 Januari 2028. Jenis kuponnya fixed rate dengan kisaran yield 6,45%-5,95%, lebih tinggi dari transaksi sebelumnya yang sebesar 6,0%.
Kemudian, ada seri USDFR003 yang berdenominasi dolar AS dengan tenor 10 tahun atau akan jatuh tempo pada 15 Januari 2032. Jenis kuponnya fixed rate dengan kisaran yield 4,6%-5,0%, lebih tinggi dari transaksi sebelumnya yang sebesar 3,65%.
Pada transaksi yang dilakukan pada 18 April 2022, pemerintah mencatat penerbitan SUN khusus dalam rangka penempatan dana atas PPS senilai Rp351,16 miliar dan US$5,33 juta. Sementara ketika kedua SUN itu ditawarkan untuk pertama kalinya pada Februari 2022, dana yang diraup pemerintah senilai Rp46,35 miliar dan US$650.000.
Sesuai dengan ketentuan dalam PMK 196/2021, wajib pajak dapat menginvestasikan harta bersih yang diungkapkan melalui PPS dalam surat berharga negara (SBN). Pembelian SBN dilakukan melalui dealer utama dengan cara private placement di pasar perdana dengan ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Investasi SBN dalam mata uang dolar AS hanya dapat dilakukan oleh wajib pajak yang mengungkapkan harta dalam valuta asing. Nantinya, dealer utama wajib melaporkan transaksi SBN dalam rangka PPD kepada Ditjen Pajak (DJP).
Pemerintah mengadakan PPS sebagaimana diatur UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Periode program tersebut hanya 6 bulan, yakni pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022.
PPS dapat diikuti wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty dengan basis aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan. Selain itu, program tersebut juga dapat diikuti wajib pajak orang pribadi yang belum mengikuti tax amnesty dengan basis aset perolehan 2016-2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020.
Peserta PPS akan dikenakan pajak penghasilan (PPh) final yang tarifnya berbeda-beda tergantung pada perlakuan wajib pajak terhadap harta yang diungkapkan. Tarif PPh final lebih rendah diberikan apabila wajib pajak menginvestasikan hartanya pada SBN dan kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan. (sap)