Warga beraktivitas di kawasan Petamburan, Jakarta, Selasa (5/5/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia triwulan I-2020 terhadap triwulan I-2019 tumbuh sebesar 2,97 persen (y-on-y), melambat dibanding capaian triwulan I-2019 sebesar 5,07 persen. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/hp.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah memproyeksi kinerja tax ratio pada tahun ini berisiko melemah hingga pada posisi terendah dalam dua dekade terakhir.
Hal ini dipaparkan pemerintah dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2021. Pemerintah mengatakan 2020 merupakan periode yang berat bagi perekonomian nasional. Salah satunya karena adanya pandemi Covid-19.
“Kinerja penerimaan perpajakan diperkirakan akan melemah pada tahun 2020 dengan tax ratio berpotensi berada di bawah 9%, terendah dalam dua dekade terakhir,” demikian pernyataan pemerintah dalam dokumen tersebut.
Proyeksi tersebut telah memperhitungkan berkurangnya aktivitas perdagangan internasional secara signifikan. Kondisi tersebut pada gilirannya mengakibatkan penerimaan pajak dari impor dan bea masuk mengalami penurunan.
Selain itu, penerimaan perpajakan juga mengalami tekanan dari turunnya harga minyak dunia, bahan mineral, dan crude palm oil (CPO) yang merupakan komponen penting dalam menghitung PPh migas dan bea keluar.
Pemerintah mengatakan secara umum, kinerja perpajakan di Indonesia memperlihatkan kecenderungan penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Selama periode 2015-2019, indikator rasio perpajakan terhadap PDB mengalami penurunan, yaitu dari 10,76% pada 2015 menjadi 9,76% pada 2019.
Pada 2018, sambung pemerintah, tax ratio Indonesia telah meningkat yang didorong oleh peningkatan penerimaan dari sektor pertambangan. Namun, pada 2019, angkanya kembali turun akibat melemahnya perdagangan internasional dan menurunnya beberapa harga komoditas utama dunia.
Melalui Peraturan Presiden No.54/2020, pemerintah memangkas target penerimaan perpajakan tahun ini dari Rp1.865 triliun menjadi Rp1.462 triliun. Penerimaan pajak ditargetkan senilai Rp1.254,1 triliun atau hanya 76,3% dari target awal di APBN 2020 senilai Rp1.642,6 triliun. Simak artikel ‘Sri Mulyani Proyeksi Shortfall Pajak Rp388,5 triliun, Ini Penyebabnya’. (kaw)