RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak pertambahan nilai (PPN) atas penjualan tabung gas LPG yang kurang dibayarkan pajaknya.
Otoritas pajak menyatakan wajib pajak belum melaporkan dan menyetorkan seluruh PPN terutang atas penjualan tabung gas LPG kepada konsumennya. Oleh karena itu, otoritas pajak melakukan koreksi DPP PPN.
Sebaliknya, wajib pajak menyatakan wajib pajak sudah melaporkan dan menyetorkan seluruh PPN yang terutang atas penyerahan tabung gas LPG dengan benar. Menurutnya, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat temuan dari otoritas pajak tidak mencerminkan situasi yang sebenarnya.
Sebab, otoritas pajak hanya melihat pada fakta yang ada dalam dokumen-dokumen pendukung, tanpa melakukan pengecekan dan penghitungan di lapangan secara langsung. Dengan demikian, seluruh koreksi dan pernyataan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put.64286/PP/M.IVB/16/2015 tertanggal 1 Oktober 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 18 Januari 2016.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi DPP PPN atas penyerahan yang PPN-nya dipungut sendiri untuk masa pajak Juni 2008 senilai Rp61.649.500 yang tidak dapat dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai informasi, Termohon PK merupakan perusahaan yang menjual tabung gas LPG kepada konsumennya. Menurut Pemohon PK, atas penyerahan tabung gas LPG tersebut timbul PPN yang terutang.
Pada mulanya, Pemohon PK melakukan analisis dan pengujian arus barang atas transaksi penyerahan yang dilakukan Termohon PK. Pengujian arus barang dilakukan berdasarkan pada data perincian penjualan, delivery order, serta invoice.
Terhadap pengujian arus barang tersebut, ada perbedaan jumlah penjualan tabung gas LPG yang dihitung oleh Pemohon PK dan Termohon PK. Untuk memperkuat temuannya, Pemohon PK juga mengecek serta menganalisis data laporan harga pokok penjualan (HPP) dan laporan keuangan 2008 milik Termohon PK. Merujuk pada dokumen tersebut, Pemohon PK juga menemukan adanya perbedaan jumlah penjualan gas LPG yang telah dihitungnya.
Dengan adanya temuan tersebut, Pemohon PK menilai data yang diberikan Termohon PK beserta laporan HPP dan laporan keuangan 2008 tidak benar. Selain itu, Termohon PK juga selalu memberikan keterangan yang berubah-ubah saat persidangan tingkat banding sehingga tidak dapat diyakini kebenarannya. Adapun penjelasan Termohon PK mengenai jumlah persediaan akhir tidak konsisten dan sangat bertolak belakang dengan uraian yang disampaikan sebelumnya.
Berdasarkan pada temuan tersebut, Pemohon PK menilai terdapat PPN yang kurang dilaporkan dan dibayar oleh Termohon PK. Oleh karena itu, Pemohon PK memutuskan untuk melakukan koreksi DPP PPN masa pajak Juni 2008.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju atas koreksi yang dilakukan oleh Pemohon PK. Termohon PK menyatakan data persediaan awal dan persediaan akhir dalam laporan HPP 2008 sudah disusun sesuai dengan situasi yang sebenarnya. Termohon PK juga sudah melaporkan dan menyetorkan seluruh PPN yang terutang atas penyerahan tabung gas LPG dengan benar.
Termohon PK menilai proses pemeriksaan yang dilakukan Pemohon PK hanya didasarkan pada asumsi tanpa didukung bukti yang kuat. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan dan harus dibatalkan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, alasan-alasan permohonan PK dalam perkara a quo terkait koreksi DPP PPN untuk masa pajak Juni 2008 senilai Rp61.649.500 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak dapat dibenarkan.
Hal itu dikarenakan setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) UU KUP juncto Pasal 4 UU PPN. Dengan demikian, tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan begitu, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.