BEA meterai merupakan salah satu jenis pajak yang secara khusus dikenakan pada dokumen-dokumen tertentu. Berdasarkan pada ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai (UU Bea Meterai), bea meterai dikenakan atas dua jenis dokumen.
Dua dokumen tersebut meliputi dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Untuk tarif dan saat terutangnya akan dijelaskan sebagai berikut.
Besaran Tarif Bea Meterai
BERDASARKAN pada ketentuan Pasal 5 UU Bea Meterai, seluruh dokumen yang dikenakan bea meterai berlaku tarif tetap senilai Rp10.000. Namun, berdasarkan pada Pasal 6 ayat (2) UU Bea Meterai, besarnya tarif bea meterai tersebut dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan tingkat pendapatan masyarakat.
Selain itu, besarnya batas nilai nominal dokumen yang dikenai bea meterai dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai dengan kondisi perekonomian nasional dan tingkat pendapatan masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) UU Bea Meterai. Kondisi yang dimaksud ditentukan dari tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, investasi, penerimaan negara, dan/atau daya beli masyarakat.
Lebih lanjut, sesuai dengan Pasal 6 ayat (3) UU Bea Meterai, terhadap dokumen-dokumen tersebut juga dapat dikenai tarif tetap yang berbeda dalam rangka melaksanakan program pemerintah dan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter dan/atau sektor keuangan.
Sebagai contoh, untuk inklusi keuangan atau pendalaman pasar keuangan, pemerintah dapat menetapkan tarif tetap yang berbeda dari tarif yang berlaku atas dokumen surat berharga yang disesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan kebijakan sektor keuangan.
Perubahan besarnya batas nilai nominal untuk dokumen yang dikenai bea meterai serta besarnya tarif bea meterai atau besaran tarif tetap yang berbeda ditetapkan dengan peraturan pemerintah setelah berkonsultasi dengan DPR RI.
Saat Terutangnya Bea Meterai
SETELAH mengetahui tarif yang dikenakan bea meterai, pertanyaan selanjutnya adalah kapan saat terutangnya bea meterai tersebut? Terkait hal itu, Pasal 8 ayat (1) UU Bea Meterai menetapkan kapan saja bea meterai mulai terutang.
Pertama, saat dokumen sudah dibubuhi tanda tangan. Hal ini untuk surat perjanjian yang telah disertai dengan rangkapnya; akta notaris yang telah dilengkapi dengan grosse, salinan, dan kutipannya; dan akta pejabat pembuat akta tanah yang telah dilengkapi dengan salinan dan kutipannya.
Lebih lanjut, saat terutang bea meterai atas jenis dokumen yang telah dibubuhi tanda tangan tersebut adalah pada saat dokumen yang dimaksud telah selesai dibuat dan ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan.
Kedua, saat dokumen telah selesai dibuat. Hal ini untuk surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun serta dokumen transaksi surat berharga yang di antaranya termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Untuk jenis dokumen tersebut, tidak perlu dibubuhi tanda tangan sehingga saat terutangnya hanya terjadi pada saat dokumen selesai dibuat saja.
Selain itu, untuk menentukan kapan suatu dokumen selesai dibuat, biasanya diketahui dari tanggal pada dokumennya. Namun, dapat juga diketahui dari tanda lainnya. Misalnya, untuk trade confirmation pembelian surat berharga saham di bursa efek dalam bentuk dokumen elektronik, bea meterai terhitung mulai terutang saat trade confirmation dibuat secara sistem oleh perusahaan yang bersangkutan.
Ketiga, saat dokumen diserahkan kepada pihak yang ditujukannya. Dokumen-dokumen ini di antaranya surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis dengan disertai rangkapnya; dokumen lelang; dan dokumen yang menyatakan jumlah uang.
Keempat, saat diajukan ke pengadilan. Ketentuan ini berlaku untuk dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Kelima, untuk dokumen yang dibuat di luar negeri, bea meterai mulai terutang pada saat dokumen tersebut digunakan di Indonesia. Dalam hal ini, saat dokumen yang dimaksud dimanfaatkan atau difungsikan sebagai pelengkap atau penyerta untuk suatu urusan dalam yurisdiksi Indonesia.
Misalnya, untuk dokumen perjanjian utang piutang yang dibuat di luar negeri, mulai terhitung digunakan di Indonesia saat dokumen tersebut dijadikan sebagai dasar untuk penagihan utang piutang, dasar untuk pencatatan atau pembukuan, atau lampiran dalam suatu laporan.
Selain itu, perlu dicatat, sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) dan (3) UU Bea Meterai, menteri keuangan dapat menentukan saat lain kapan bea meterai mulai terutang. Ketentuan terkait hal tersebut dimuat dalam peraturan menteri keuangan. (faiz)*