SELAIN atas uang pesangon yang dibayarkan sekaligus, pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang bersifat final juga dikenakan atas uang manfaat pensiun yang dibayarkan sekaligus. Perincian ketentuan mengenai pemotongan PPh Pasal 21 atas uang manfaat pensiun yang dibayarkan sekaligus diatur dalam:
Merujuk Pasal 2 ayat (1) PP 68/2009, penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final.
Berdasarkan pasal tersebut, PPh Pasal 21 yang bersifat final tidak hanya menyasar uang manfaat pensiun yang dibayarkan sekaligus, tetapi juga tunjangan hari tua serta jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus. PP 68/2009 pun telah menguraikan pengertian dari ketiga jenis penghasilan tersebut.
Pertama, uang manfaat pensiun adalah penghasilan dari manfaat pensiun yang dibayarkan kepada orang pribadi peserta dana pensiun secara sekaligus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang dana pensiun oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.
Penghasilan berupa uang manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus tersebut meliputi:
Kedua, tunjangan hari tua (THT) adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara tunjangan hari tua kepada orang pribadi yang telah mencapai usia pensiun.
Ketiga, jaminan hari tua (JHT) adalah penghasilan yang dibayarkan sekaligus oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja kepada orang pribadi yang berhak dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau keadaan lain yang ditentukan.
Penghasilan berupa uang manfaat pensiun, THT, atau JHT, dianggap dibayarkan sekaligus apabila sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender.
Adapun PPh Pasal 21 yang bersifat final terutang pada saat dilakukan pembayaran uang manfaat pensiun, THT, dan JHT, yang dibayarkan sekaligus. Pemotongan PPh Pasal 21 atas uang manfaat pensiun, THT, dan JHT, yang dibayarkan sekaligus tersebut dilakukan dengan tarif bersifat progresif sebagai berikut:
Tarif PPh Pasal 21 tersebut diberlakukan atas jumlah kumulatif uang manfaat pensiun, THT, atau JHT yang dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender.
Apabila terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, maka pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.
Pemotongan PPh Pasal 21 atas uang manfaat pensiun, THT, dan JHT, yang dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun berikutnya itu dilakukan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.
PPh Pasal 21 yang dipotong atas bagian uang manfaat pensiun, THT, dan JHT, yang dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun berikutnya tersebut tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.
Misal, Nona Yanti menerima uang manfaat pensiun yang seluruhnya dibayarkan secara sekaligus senilai Rp180.000.000. Atas pembayaran uang manfaat pensiun secara sekaligus tersebut dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan perhitungan sebagai berikut:
Contoh lain, Tuan Fahri bekerja sebagai pegawai tetap pada PT Aksara sejak 1995. PT Aksara telah mengikutkan program pensiun untuk seluruh pegawainya dengan membentuk Dana Pensiun PT Aksara.
Pada Januari 2025, Tuan Fahri memasuki masa pensiun dan berhak menerima uang manfaat pensiun senilai Rp350.000.000 dari dana pensiun PT Aksara. Tuan Fahri meminta pembayaran secara sekaligus sebesar 20% dari uang manfaat pensiun dan sisanya (80% dari uang manfaat pensiun) dibayarkan secara bulanan.
Untuk itu, Dana Pensiun PT Aksara membayarkan uang manfaat pensiun yang dibayarkan sekaligus sebesar 20% x Rp350.000.000 = Rp70.000.000. Atas uang manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus itu, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 bersifat final dengan perhitungan sebagai berikut:
Sementara itu, penghitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran 80% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara bulanan mengikuti ketentuan PMK No. 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi (PMK 168/2023).
Secara ringkas, PPh Pasal 21 yang dikenakan atas uang manfaat pensiunan yang dibayarkan secara bulanan dihitung menggunakan formula berikut:
Waktu |
Formula Penghitungan PPh Pasal 21 |
Setiap masa pajak, selain masa pajak terakhir |
Penghasilan bruto sebulan x tarif efektif rata-rata (TER) bulanan |
Masa pajak terakhir* |
Selisih antara PPh terutang satu tahun dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya |
PPh Pasal 21 setahun= (penghasilan bruto setahun – biaya pensiun – zakat/sumbangan keagamaan wajib yang dibayarkan melalui pembayar uang pensiun berkala – PTKP) x Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh | |
PPh Masa Pajak terakhir= PPh Pasal 21 setahun – PPh Pasal 21 yang sudah dipotong selain masa pajak terakhir | |
|
(dik)