UNTUK menghitung besarnya pajak penghasilan (PPh) terutang, wajib pajak badan perlu mencari terlebih dahulu berapa besarnya penghasilan neto yang diperoleh dalam suatu tahun pajak. Penghasilan neto tersebut dapat diperoleh dari penghasilan bruto perusahaan dikurangi dengan biaya-biaya yang berkaitan erat dengan penghasilan bruto.
Biaya-biaya ini lebih dikenal dengan sebutan ‘biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan’ atau sering disingkat dengan biaya 3M. Secara umum, ketentuan mengenai biaya 3M ini diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh). Namun, beberapa jenis biaya diatur tersendiri, seperti Pasal 5 untuk bentuk usaha tetap (BUT), Pasal 11 dan 11A untuk penyusutan dan amortisasi.
Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya.
Adapun pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Berikut penjelasaan lebih lengkap mengenai biaya-biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.
Biaya-biaya ini lazim disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak.
Dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Biaya-biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan usaha tersebut antara lain:
Untuk biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk membeli saham tidak dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya tidak merupakan objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f. Bunga pinjaman yang tidak boleh dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.
Pengeluaran-pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham, pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan untuk keperluan pribadi peminjam serta pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi, juga tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Namun, pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan. Adapun bagi pegawai yang bersangkutan, premi tersebut merupakan penghasilan.
Perlu dicatat, pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk uang (benefit in cash). Pengeluaran yang dilakukan dalam bentuk natura atau kenikmatan (benefit in kind), misalnya fasilitas menempati rumah dengan cuma-cuma, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan merupakan penghasilan.
Kendati demikian, pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e, seperti penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai, boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi pihak yang menerima atau menikmati bukan merupakan penghasilan.
Kemudian, pengeluaran-pengeluaran yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Dengan demikian, apabila pengeluaran yang melampaui batas kewajaran tersebut dipengaruhi oleh hubungan istimewa, jumlah yang melampaui batas kewajaran tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Hal ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 9 ayat (1) huruf f dan Pasal 18 beserta penjelasannya.Â
Mengenai pengeluaran untuk promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan sumbangan. Biaya yang benar-benar dikeluarkan untuk promosi boleh dikurangkan dari penghasilan bruto. Besarnya biaya promosi dan penjualan yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto diatur dengan atau berdasarkan PMK No. 02/PMK.03/2010.
Adapun pajak-pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya selain PPh, misalnya pajak bumi dan bangunan (PBB), bea meterai (BM), pajak hotel, dan pajak restoran, dapat dibebankan sebagai biaya.
Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Hal ini diatur lebih lanjut dalam Pasal 11 (penyusutan) dan Pasal 11A (amortisasi) UU PPh. Penyusutan dilakukan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi dilakukan atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan biaya lain.
Selain itu, sesuai dengan kelaziman usaha, pengeluaran yang mempunyai peranan terhadap penghasilan untuk beberapa tahun, pembebanannya dilakukan secara alokasi atau sesuai dengan jumlah tahun lamanya pengeluaran tersebut berperan terhadap penghasilan. Contohnya, pada April 2019 wajib pajak menyewa sebuah kantor untuk jangka waktu 5 tahun sebesar Rp600 juta. Maka biaya sewa tahun 2019 hanya sebesar Rp600 juta x (9 bulan/60 bulan) atau sebesar Rp90 juta saja.
Secara garis besar, metode untuk penyusutan dan amortisasi untuk keperluan pajak adalah sebagai berikut:
UU PPh juga mengatur besaran tarif yang berlaku untuk penyusutan dan amortitasi tergantung dari kelompok aktiva.
Tabel 1 - Tarif Penyusutan
Tabel 2 - Tarif Amortisasi
Pengeluran iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya tidak atau belum disahkan oleh Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan semula tidak dimaksudkan untuk dijual atau dialihkan yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Sementara kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki tetapi tidak digunakan dalam perusahaan, atau yang dimiliki tetapi tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan. Biaya penelitian dan pengembangan di luar Indonesia tidak boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran, termasuk beasiswa yang dapat dibebankan sebagai biaya adalah beasiswa yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan pihak lain.
Tidak semua piutang macet boleh dibiayakan. Istilah yang digunakan oleh UU PPh adalah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh wajib pajak.
Persyaratan lebih lanjut tentang persyaratan piutang macet ini diatur dengan PMK No. 207/PMK.010/2015 tentang Perubahan Kedua atas PMK No. 105/PMK.03/2009 tentang Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.
Berdasarkan PMK 207/2015, piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan berikut:
Persyaratan telah dipublikasi dalam penerbitan umum atau khusus tidak berlaku untuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya.
Pada prinsipnya, pengeluaran sumbangan tidak dapat dibiayakan atau tidak dapat mengurangi penghasilan bruto. Namun, UU PPh mengecualikan lima jenis sumbangan yang dapat dibiayakan. Kelima sumbangan yang dimaksud adalah:
Kemudian, PMK No. 76/PMK.03/2011 mengatur lebih detail terkait syarat-syarat pengeluaran sumbangan yang dapat dibiayakan, yaitu:
Selain persyaratan di atas, PMK 76/ 2011 juga mengatur nilai sumbangan, tata cara pencatatan dan pelaporan biaya sumbangan.
Menurut Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh, zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila memenuhi persyaratan. Hal ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2010 dan PMK No. 254/PMK.03/2010.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
Dalam Peraturan Dirjen Pajak No. 05/PJ/2019 ditetapkan lembaga-lembaga keagamaan penerima sumbangan atau zakat yang dapat pengeluarannya dapat dibiayakan secara fiskal.
Jika pengeluaran-pengeluaran yang diperkenankan di atas dikurangkan dari penghasilan bruto dan didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto atau laba fiskal selama lima tahun berturut-turut dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun didapatnya kerugian tersebut.
Contoh :
PT A dalam tahun 2015 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1,2 miliar. Dalam lima tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A adalah sebagai berikut:
2016: laba fiskal Rp200 juta
2017: rugi fiskal (Rp300 juta)
2018: laba fiskal Rp Nihil
2019: laba fiskal Rp100 juta
2020: laba fiskal Rp800 juta
Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut (dalam juta rupiah):Â
Rugi fiskal tahun 2015 Â sebesar Rp100 juta yang masih tersisa pada akhir tahun 2020 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2021, sedangkan rugi fiskal tahun 2017 sebesar Rp300 juta hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2021 dan tahun 2022, karena jangka waktu lima tahun yang dimulai sejak tahun 2017 berakhir pada akhir tahun 2022.
Demikian penjelasan mengenai biaya-biaya yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto bagi wajib pajak badan. Untuk artikel kelas pajak mengenai PPh badan lainnya dapat di baca di sini.*