Free Trade Agreement (FTA) adalah perjanjian di antara dua negara atau lebih untuk membentuk wilayah perdagangan bebas. Wilayah perdagangan bebas merupakan blok/kelompok kerja sama ekonomi antarnegara yang terletak pada kawasan tertentu.
FTA membuat perdagangan barang atau jasa antarnegara dapat melewati perbatasan negara lain tanpa hambatan tarif dan nontarif. Adapun hambatan tarif berkaitan dengan pungutan yang dikenakan pada barang dari suatu negara seperti bea masuk atau pajak dalam rangka impor (PDRI).
Selain itu, FTA juga memberikan beragam manfaat yang saling menguntungkan antar-anggotanya. Manfaat tersebut di antaranya berupa pemberlakuan tarif preferensi. Besaran tarif preferensi ini dapat berbeda dari tarif bea masuk yang berlaku umum (most favoured nation/MFN).
Untuk itu, pengusaha dapat menekan biaya produksi apabila dapat memanfaatkan tarif preferensi. Guna memanfaatkan tarif preferensi tersebut, pengusaha harus memenuhi sejumlah syarat salah satunya mengantongi surat keterangan asal (SKA). Simak Apa Itu Rules of Origin?
Secara ringkas, SKA terdiri atas 3 jenis yaitu SKA manual, SKA elektronik, dan deklarasi asal barang. Selain itu, ada pula SKA back-to-back yang biasa digunakan dalam kondisi tertentu. Lantas, apa itu SKA back-to back?
SKA back to back (back-to-back certificate) atau movement certificate adalah SKA yang diterbitkan oleh negara anggota pengekspor kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara anggota pengekspor pertama (PMK 205/2015).
SKA back-to-back membuat eksportir dapat mengapalkan barangnya ke negara anggota FTA dengan tujuan untuk diekspor kembali ke negara anggota FTA yang lain, sepanjang terhadap barang tersebut belum dikeluarkan dari kawasan pabean / belum dilakukan customs clearance di negara kedua (Lampiran SE-05/BC/2010).
Contoh, PT. X di Korea mengirimkan 1.500 botol jus jeruk ke Thailand dengan menggunakan skema ASEAN - Korea (AKFTA). Lalu, 800 botol jus jeruk dijual di Thailand dan sisanya sebanyak 700 botol diekspor kembali ke Indonesia.
Untuk itu, eksportir perlu mengajukan penerbitan SKA back-to-back di Thailand atas ekspor 700 botol jus jeruk. Hal itu dilakukan agar jus jeruk tersebut berhak mendapatkan tarif preferensi dalam skema AKFTA pada saat pemberitahuan pabean di kantor pemasukan Indonesia.
Berdasarkan contoh ilustrasi tersebut, SKA back-to-back membuat barang dapat dibongkar atau dilakukan kegiatan lain yang diperlukan untuk pengangkutan tanpa kehilangan status asal barang tersebut.
Merujuk Lampiran Peraturan Menteri Perdagangan No.19/2019 yang mengatur tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan SKA untuk Barang Asal Indonesia, instansi penerbit SKA di negara transit yang merupakan negara anggota dapat menerbitkan SKA back-to-back dengan ketentuan:
1. SKA back-to-back dibuat berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh negara anggota pengekspor pertama;
2. Masa berakhir SKA back-to-back sama dengan masa berakhir SKA yang diterbitkan oleh negara anggota pengekspor pertama;
3. Barang yang akan diekspor dengan menggunakan SKA back-to-back, tidak melewati proses pengolahan lebih lanjut di negara pengekspor kedua, kecuali:
4. Total jumlah barang yang tercantum pada SKA back-to-back tidak boleh melebihi jumlah barang yang tercantum pada SKA pertama; dan
5. Nama eksportir yang tercantum pada SKA back-to-back harus sama dengan nama eksportir yang tercantum pada SKA pertama.
Dalam ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) istilah back-to-back dikenal sebagai movement certificate. Sementara itu, dalam ASEAN-Hong Kong Free Trade Agreement (AHKFTA), back-to-back dikenal sebagai movement confirmation. (rig)