BELAKANGAN ini ada beberapa pemberitaan viral menyangkut pajak. Ada seorang penjahit di Pekalongan yang dimintai klarifikasi transaksi miliar rupiah oleh petugas pajak. Ada juga penjual ayam di Malang yang mengaku dapat tagihan pajak ratusan juta rupiah.
Apa benang merah dari kasus-kasus viral itu? Keduanya sama-sama dilatari masih rendahnya tingkat pemahaman perpajakan atau tax literacy oleh wajib pajak, khususnya pelaku UMKM. Minimnya pengetahuan soal pajak membuat pelaku UMKM terkadang 'gagal paham' mengenai apa saja kewajiban yang perlu mereka jalankan.
Apa itu tax literacy?
Cvrlj (2015) mendefinisikan tax literacy sebagai kemampuan wajib pajak untuk memahami peraturan perpajakan yang terkait dengan hak dan kewajiban perpajakan serta risiko yang terkait dengan hal itu. Makin tinggi tax literacy wajib pajak, makin rendah kemungkinan wajib pajak tersebut terkena kasus perpajakan.
Ternyata ada kaitan antara budaya dengan tingkat pemahaman pajak masyarakat.
Kita tahu, Indonesia terdiri lebih dari 17.000 pulau, 1.340 suku bangsa, dan 718 bahasa. Dengan keanekaragaman tersebut, tingkat pemahaman terhadap pajak ikut berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh persepsi yang berbeda-beda dari setiap daerah dalam menerima pajak sebagai pungutan wajib untuk negara.
Bhikhu Parekh dalam buku Rethinking Multiculturalism: Cultural Diversity and Political Theory (2000) membahas kaitan antara keberagaman budaya dan upaya kelompok masyarakat untuk memperoleh perlakuan yang sama dalam menjalankan kebijakan pemerintah. Konsep ini relevan untuk membahas bagaimana penerimaan masyarakat terhadap pemungutan pajak.
Saat ini, peraturan perpajakan di Indonesia sangat banyak dan rumit (hyper regulated) sehingga dapat menyulitkan masyarakat umum untuk memahaminya. Jangkauan edukasi dan sosialisasi perpajakan yang dilakukan oleh otoritas perpajakan juga terbatas. Akibatnya, level pemahaman masyarakat terhadap perpajakan pun berbeda-beda.
Beberapa kasus viral di atas menjadi salah satu indikator kurangnya tingkat pemahaman dan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pajak. Berdasarkan hasil survei oleh Indikator pada 2022 di 34 provinsi, mayoritas publik saat ini masih kurang/tidak paham tentang pajak (52,4%).
Sementara itu, sebanyak 57,7% publik mengaku tidak memahami manfaat dari uang pajak yang terkumpul. Hanya 45,3% responden yang cukup familiar dengan pajak dan 39,8% memahami manfaat uang pajak.
Pada kelompok yang berpendapatan lebih dari Rp4 juta per bulan, mayoritas paham pajak (64,7%) dan manfaat pajak (62,6%). Hasil survei tersebut menunjukkan masih rendahnya pemahaman masyarakat Indonesia terhadap pajak.
Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau lebih dikenal dengan sebutan coretax system merupakan sistem administrasi perpajakan modern yang digunakan oleh Ditjen Pajak (DJP).
Pembaruan sistem administrasi ini diharapkan bisa meningkatkan efektifitas, efisiensi, dan transparansi dalam pengelolaan pajak. Dalam sejarahnya, pengembangan coretax merupakan bagian dari Project Core Tax Administration System yang dimulai satu dekade lalu.
Sistem ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan untuk memodernisasi layanan pajak yang dapat dilakukan secara digital dan borderless dengan mengintegrasikan seluruh aspek administrasi perpajakan dalam satu platform (super apps).
Dengan sifatnya yang borderless, coretax dapat menembus batas-batas kewilayahan untuk dapat mengedukasi wajib pajak di seluruh Indonesia. Coretax bisa dioptimalkan untuk tujuan-tujuan edukasi pajak.
Dengan pengembangan artifical intelligence (AI) pada coretax, termasuk penggunaan chatbot yang tersedia 24 jam, diharapkan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan dan edukasi kepada wajib pajak.
Dalam laporan tahunan OECD yang berjudul Tax Administration 2022: Comparative Information on OECD and Other Advanced and Emerging Economies, lebih dari 40% otoritas perpajakan di negara-negara maju telah mengimplementasikan AI untuk meningkatkan efisiensi administrasi.
Selain itu, laporan Artificial Intelligence in Tax Administrations yang diterbitkan oleh Centro Interamericano de Administraciones Tributarias (CIAT), dalam studi kasus dari berbagai negara, antara lain Singapura dan Kanada, menunjukkan bahwa AI dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas interaksi dan layanan wajib pajak.
Laporan Forum on Tax Administration oleh OECD juga menyampaikan bahwa chatbot 24/7 berpotensi mengurangi kesalahan yang mengakibatkan kesalahan pengembalian yang sering kali terjadi secara tidak sengaja di antara wajib pajak berpenghasilan rendah dan menengah karena ketidaktahuan atau kesenjangan pengetahuan pajak.
Dengan AI, lembaga pajak dapat meningkatkan kesuksesan call center dan mengurangi biaya edukasi.
Untuk meningkatkan keberhasilan AI dalam coretax, ada beberapa langkah yang perlu disiapkan oleh DJP. Pertama, melakukan pengembangan chatbot dengan kearifan bahasa dan budaya lokal yang dapat diakses anytime dan anywhere.
Chatbot bisa divariasikan dengan memasukkan beberapa istilah kedaerahan. Dengan begitu, diharapkan penjelasan mengenai hak dan kewajiban bagi wajib pajak bisa lebih mudah dipahami.
Kedua, perlu adanya analisis data prediktif untuk akurasi edukasi perpajakan. Tujuannya, agar DJP dapat mengidentifikasi dan menentukan wilayah atau demografi mana yang perlu diberi edukasi lebih intensif.
Ketiga, melakukan klasifikasi dan segmentasi wajib pajak berdasarkan analisis risiko dari kriteria-kriteria yang ditentukan, terutama sektor-sektor yang rawan pelanggaran seperti underground/shadow economy dan kelompok hard-to-tax.
Dengan adanya pengembangan AI dalam aplikasi coretax system, diharapkan kesetaraan dan kesamaan hak masyarakat (terutama yang selama ini sulit dijangkau) menjadi terwujud sehingga dapat meningkatkan tax literacy.
Pada akhirnya perbaikan tax literacy bisa berdampak pada peningkatan kepatuhan kewajiban perpajakan sehingga dapat mendorong penerimaan pajak di masa mendatang.
*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2025. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-18 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp75 juta di sini.