LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2025

Optimalisasi Penerimaan Pajak Lewat Pemberdayaan Rukun Tetangga (RT)

Redaksi DDTCNews
Rabu, 08 Oktober 2025 | 10.00 WIB
Optimalisasi Penerimaan Pajak Lewat Pemberdayaan Rukun Tetangga (RT)
Isniah Mujiati,
Kota Balikpapan, Kalimantan Timur

SALAH satu tantangan yang dihadapi pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak adalah belum meratanya pemahaman pajak di tengah masyarakat. Padahal, masyarakat melek pajak menjadi kunci terwujudnya kepatuhan sukarela dan kooperatif dalam pemungutan pajak.

Pajak memang sifatnya memaksa. Namun, pemungutannya tetap dijalankan dengan pedoman yang diatur dalam asas-asas hukum. Membayar pajak adalah sebuah kewajiban, tetapi pada kenyataannya masih ada masyarakat yang tidak melakukan kewajibannya sesuai ketentuan.

Tapi jangan salah. Masyarakat yang belum menjalankan kewajibannya dalam membayar pajak belum tentu memang abai. Ada kalanya, mereka tidak memahami apa yang perlu dijalankan. Hal ini terjadi karena diseminasi informasi tentang ketentuan perpajakan yang belum menyentuh semua lini masyarakat.

Artinya, masih ada kesenjangan informasi terkait pajak di dalam masyarakat kita.

Kendala tersebut, yakni belum meratanya pemahaman soal pajak, terjadi sejak level akar rumput. Karenanya, solusinya juga perlu dijalankan sejak level terbawah.

Menyisir Akar Masalah

Penyebaran informasi yang tidak merata bisa disebabkan oleh banyak hal. Misalnya, sarana informasi yang tidak menjangkau semua wilayah secara merata. Walaupun saat ini sudah merupakan era digital, tidak dapat dipungkiri, masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang tertinggal dalam hal sarana dan prasarana media informasi.

Selain permasalahan kurangnya sarana dan prasarana media informasi, faktor lain adalah tidak semua anggota masyarakat mempunyai rasa ingin tahu untuk mendapatkan informasi termasuk tentang pajak. Sebagian masyarakat masih memandang pajak hanya sebagai sebuah beban.

Apalagi, belum sepenuhnya masyarakat menyadari bahwa manfaat pajak adalah untuk semua rakyat Indonesia termasuk dirinya sendiri (Darussalam, 2025). Administrasi perpajakan juga sering kali dianggap rumit.

Pemikiran yang negatif tersebut dapat memengaruhi perilaku dan sikap seseorang dalam memperlakukan pajak itu sendiri. Tak sedikit yang memutuskan untuk menghindari kewajiban membayar pajak.

Menunggu sampai sarana dan prasarana media informasi menjangkau semua wilayah Indonesia tentu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Lagi pula, hal itu belum dapat menjamin peningkatan pemahaman pajak oleh masyarakat secara signifikan.

Solusi Cepat: Gencarkan Edukasi

Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mempersempit jurang pemahaman pajak adalah dengan menggencarkan kegiatan edukasi. Namun, strateginya tidak bisa biasa-biasa saja.

Mengingat permasalahan edukasi ini menumpuk di akar rumput, karenanya sasaran utamanya juga perlu menyentuh masyarakat 'di bawah'. Untuk mempercepat sampainya informasi, kegiatan edukasi bisa memanfaatkan struktur pemerintahan terbawah, yakni rukun tetangga (RT). Bagaimana caranya?

Perlu diingat, Keppres 49/2001 mengatur bahwa RT mempunyai tugas membantu pelayanan administrasi pemerintahan kepada masyarakat. Karenanya, kepala RT ataupun tokoh masyarakat di level RT bisa diberdayakan untuk turut memberikan pemahaman terkait dengan hak dan kewajiban pajak bagi masyarakat. Minimal, menyampaikan informasi bahwa pajak dipungut dari masyarakat dan manfaatnya dirasakan kembali kepada masyarakat.

Ada dua alasan utama mengapa gagasan 'edukasi pajak lewat RT' penting untuk dijalankan. Pertama, RT dikoordinir oleh warga setempat yang tentunya sudah dikenal baik oleh warga.

Ketua RT yang merupakan sosok yang sudah dipercaya oleh warga merupakan figur yang tepat untuk menyampaikan pemahaman terkait pajak. Sentimen negatif dapat ditekan karena informasi disampaikan oleh orang yang sudah mereka percayai.

Kedua, RT lebih mudah mengoordinir warga untuk berkumpul dalam kegiatan sosialisasi perpajakan. Walaupun lebih sederhana, jangkauannya akan lebih tepat sasaran. Unit vertikal otoritas pajak bisa saja menggandeng ketua RT untuk kegiatan sosialisasi.

Melalui RT, warga tidak akan segan untuk bertanya dan memperoleh penjelasan yang benar terkait pajak. Sebaliknya, ketua RT juga lebih tahu bagaimana cara berkomunikasi dengan warganya dengan bahasa yang mudah dipahami. Dengan demikian, warga akan lebih cepat mengerti tentang pajak dan manfaatnya.

Selain itu, ketua RT juga bisa menjadi agen terdepan dalam memanfaatkan digitalisasi perpajakan. Dengan cara persuasif, ketua RT juga dapat memberikan pemahaman kepada warganya tentang pentingnya memberi informasi yang benar terkait data perpajakan. Bahwa data yang benar akan menghasilkan pengenaan pajak yang tepat juga.

Pada akhirnya, di level akar rumput alias RT, koordinasi pelaksanaan sosialisasi perpajakan bisa lebih masif dijalankan. Edukasi pajak di level bawah ini tentu tidak harus berupa pemahaman administratif yang teknis dan rumit. Kepada mereka, yang terpenting justru ditanamkan pola pikir bahwa pajak pada akhirnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan mereka.

Gagasan ini sederhana. Namun, penulis berharap dan yakin dampaknya bisa besar jika benar-benar dijalankan.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2025. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-18 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp75 juta di sini.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.