LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2025

Pengenaan Pajak Warisan, Alternatif Membangun Keadilan Pajak

Redaksi DDTCNews
Rabu, 01 Oktober 2025 | 10.00 WIB
Pengenaan Pajak Warisan, Alternatif Membangun Keadilan Pajak
Karlin Sagita Mardiana
Kota Tangerang, Banten

THE worst form of inequality is to try to make unequal things equal.”

Kesenjangan sosial kian menganga di tengah pertumbuhan ekonomi yang belum merata. Upaya pengentasan kemiskinan berjalan, tetapi jarak antara kelas atas dan bawah makin kasatmata.

Berdasarkan World Bank Report (2016), terungkap fakta yang memprihatinkan tentang ketimpangan kekayaan di Indonesia. Laporan tersebut menempatkan Indonesia di peringkat ke-3 sebagai negara dengan konsentrasi kepemilikan kekayaan tertinggi oleh 1% penduduk terkaya, yaitu mencapai 50,3%.

Sederhananya, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai lebih dari separuh kekayaan seluruh masyarakat jika digabungkan.

Dalam konteks ketimpangan yang tinggi tersebut, beban terbesar justru terasa di punggung kelas menengah. Kelas menengah kian merasa 'terhimpit'.

Secara teori, keadilan vertikal diakomodasi oleh tarif PPh orang pribadi (PPh OP) yang bersifat progresif. Namun, sayangnya struktur pajak Indonesia masih bertumpu pada konsumsi. Menurut data OECD (2023), 29% penerimaan pajak di Indonesia berasal dari PPN dan hanya 9% yang berasal dari PPh orang pribadi.

PPN yang memajaki konsumsi tanpa memandang siapa pembelinya, membuat semua kelompok masyarakat menanggung beban pajak yang sama untuk barang/jasa yang sama. Padahal, angka produktivitas PPN di Indonesia hanya sekitar 0,34. Angka ini menunjukkan bahwa kenaikan tarif tidak otomatis menghasilkan setoran yang sepadan (CEIC, 2025).

Lalu, apa solusinya?

Basis pajak Indonesia perlu bergeser dari konsumsi rumah tangga ke sumber yang lebih adil dan kurang menimbulkan distorsi. Pajak atas aset layak didorong sebagai sumber penerimaan baru.

Penekanannya, pajak dikenakan atas kenaikan nilai aset, bukan hanya pada transaksi, karena pendapatan dari kekayaan aset dapat tumbuh jauh lebih cepat daripada pendapatan dari suatu pekerjaan.

Dalam kerangka ini, pengenaan pajak atas harta warisan merupakan salah satu instrumen yang dapat mewujudkan fungsi redistribusi pendapatan.

Banyak negara maju, seperti Prancis, sudah memakai instrumen ini untuk memutus ketimpangan lintas generasi. Sementara di Indonesia, pajak warisan merupakan hal yang baru.

Selama ini, penerimaan warisan oleh ahli waris bukan merupakan objek PPh di Indonesia. Jika warisan belum dibagi, maka 'warisan belum terbagi' akan diperlakukan sebagai subjek pajak pengganti sampai pembagian kepada ahli waris selesai.

Pajak warisan kerap ditolak dengan alasan risiko 'pajak ganda'. Untuk menghindari pemajakan berganda atas suatu penghasilan, pajak warisan dapat dikenakan hanya atas capital gain yang timbul dari aset yang diwariskan.

Pajak Atas Warisan yang Ideal

Hal pertama yang perlu diperhatikan dalam merancang kebijakan pajak warisan adalah penetapan jenis harta yang akan dikenai pajak. Pertimbangan pertama adalah kemudahan penetapan nilai aset.

Dari sisi valuasi, aset dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerumitan administrasinya.

Misalnya, aset yang mudah dinilai seperti saham perusahaan terbuka, aset yang agak sulit dinilai tetapi masih dapat diestimasi seperti sebagian besar properti, serta aset yang sulit dinilai seperti saham perusahaan yang tidak diperdagangkan di bursa dan instrumen keuangan yang lebih kompleks.

Pertimbangan berikutnya adalah komposisi kekayaan rumah tangga atau individu di Indonesia yang umumnya didominasi aset non-keuangan seperti tanah dan bangunan.

Objek pajak warisan dapat mengikuti klasifikasi harta pada SPT Tahunan, yaitu kas dan setara kas (01), piutang (02), investasi (03), alat transportasi (04), harta bergerak lain (05), dan harta tidak bergerak (06).

Selanjutnya, dalam praktik pengenaan pajak warisan yang selama ini sudah berjalan di negara-negara lain, tidak semua aset dari wajib pajak akan dikenakan pajak warisan.

Mayoritas negara menerapkan progresivitas tarif berdasarkan tingkat kedekatan keluarga antara penerima waris dengan pemberi waris. Makin dekat hubungan keluarga, tarif progresif yang diberikan makin rendah.

Hal tersebut untuk memastikan hak keluarga inti seperti pasangan dan anak atas harta waris tetap terjaga. Indonesia sendiri dapat menerapkan sistem progresif yang menggabungkan 2 kriteria, yaitu nilai harta warisan dan hubungan penerima waris.

Mirip dengan pajak penghasilan, pajak warisan juga umumnya memiliki batas minimum atau pengurangan tertentu sebelum dikenakan tarif pajak. Meskipun ambang batas yang tinggi sering dikaitkan dengan basis pajak yang lebih sempit, negara-negara dengan ambang batas tinggi seperti Prancis dan Inggris menghasilkan pendapatan dari pajak warisan dan hibah di atas rata-rata negara OECD lainnya.

Secara ideal, untuk mencapai distribusi kekayaan yang efektif melalui pajak warisan, ambang batas harus ditetapkan sangat tinggi dan struktur pajak harus ditetapkan progresif.

Berdasarkan Global Wealth Databook (2022), sebanyak 66,8% masyarakat Indonesia berada di kelas bawah dengan kekayaan di bawah US$10.000.

Sebaliknya, hanya 1% penduduk di Indonesia memiliki kekayaan sekitar US$100.000 atau lebih, dan hanya 0,1% penduduk yang memiliki kekayaan di atas US$1 juta. Untuk mengatasi akumulasi kekayaan yang berlebihan pada kelompok terkaya, pajak warisan dapat dikenakan pada kelompok terkaya tersebut.

Dengan demikian, penetapan threshold pajak warisan haruslah cukup tinggi, setidaknya US$1 juta atau sekitar Rp16 miliar (kurs September 2025). Namun, jika ingin menjaring penerimaan pajak yang lebih besar, pemerintah juga dapat menetapkan threshold pajak warisan dengan melihat data 1% penduduk terkaya di Indonesia, yakni memiliki kekayaan rata-rata sekitar Rp4 miliar.

Pengenaan pajak warisan layak dipertimbangkan mengingat kontribusi positif yang dapat diberikan dalam mengatasi ketimpangan ekonomi yang luas dan mempromosikan distribusi kekayaan yang lebih merata dalam masyarakat.

Keberhasilan penerapan pajak warisan tentu memerlukan perhatian pada beberapa hal pokok, terutama pencegahan pajak berganda dan perancangan mekanisme self-assessment yang sederhana dan mudah diawasi. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Ingin selalu terdepan dengan kabar perpajakan terkini?Ikuti DDTCNews WhatsApp Channel & dapatkan berita pilihan di genggaman Anda.
Ikuti sekarang
News Whatsapp Channel
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.